Karunia Kalifah Wijaya
2019011064
Psikologi Lingkungan Paralel
Pendidikan merupakan pondasi dalam perkembangan dan
kemajuan suatu bangsa dan negara. Bapak pendidikan nasional Ki Hadjar Dewantara
menyerukan bahwa mendidik anak sama dengan mendidik rakyat. Keadaan dalam hidup
dan penghidupan rakyat di masa sekarang, merupakan buah dari pendidikan yang
diterima oleh orang tua pada masa kanak-kanak. Sementara anak-anak yang
sekarang menerima dan/atau mengeyam pendidikan, kelak akan meneruskan peran
sebagai warga negara (Dewantara, 2011). Baik dan buruknya suatu bangsa serta
tumbuh dan berkembangnya suatu negara, bergantung kepada keluaran atau output
yang dihasilkan oleh pendidikan itu sendiri.
Di dalam pendidikan dan pengajaran, kemampuan berpikir
kritis memegang peranan penting. Menurut Bejamin S. Bloom terdapat enam
tingkatan dalam kemampuan berpikir, antara lain: Pengetahuan, pemahaman,
penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi (Rukayyah, 2017). Kemampuan
berpikir kritis sendiri merupakan suatu kemampuan untuk melakukan analisis dan
evaluasi terhadap suatu data dan/atau informasi (Surya, 2011). Itu artinya,
kemampuan berpikir kritis merupakan kemampuan yang masuk dalam tingkat
pemikiran tinggi (High Order Thinking). Kemampuan berpikir kritis
diperlukan untuk menciptakan suatu pola dan/atau sistem pendidikan yang hadap
masalah.
Pendidikan yang cenderung hanya menekankan kepada daya
intelektual semata serta hanya berutat di dalam tembok-tembok sekolah tanpa
turun dan berkolaborasi dengan masyarakat, akan mencetak manusia-manusia yang
individualis. Pendidikan yang bersifat menara gading dan/atau menyekat antara
sekolah dengan kehidupan masyarakat, tidak akan mampu menghasilkan generasi
yang bisa menjawab permasalahan dan/atau problematika yang dihadapi bangsa dan
negara. Pendidikan yang sejatinya hadap masalah, akan beralih fungsi menjadi
biang masalah. Peran sosial memiliki kontribusi penting di dalam perkembangan
anak didik. Mulai dari Vgotsky hingga David Perkins serta para filsuf dan/atau
ahli pendidikan lain, menekankan bahwa pendidikan yang melibatkan peranan
sosial akan berdampak positif secara kognitif dan psikologis (Natal, 2020).
Selain itu, problematika lain yang dihadapi oleh
pendidikan nasional saat ini adalah hilangnya jiwa merdeka dan/atau kemerdekaan
anak didik. Standarisasi dan kurikulum yang diterapkan, telah merenggut
kebebasan anak untuk berdialektika dan berproses. Anak didik tidak lagi
memiliki kebebasan untuk menumbuh kembangkan kodrat alam yang dimilikinya,
dikarenakan aturan dan/atau standar kompetensi yang telah ditetapkan di
sekolah. Terseragam merupakan kata yang tepat untuk pendidikan nasional yang
terjadi hari ini. Seragam bukan hanya dapat ditemukan pada pakaian anak didik
semata, namun jua dalam mata pelajaran, pengembangan bakat, tingkah laku,
bahkan pikiran mereka. Intervensi sekolah dan/atau guru yang mengibaratkan anak
sebagai gelas kosong dan terus-menerus mengisinya, tanpa merefleksi dan
memaknai bahwa di dalam diri sang anak didik terdapat kodrat alam telah
melahirkan generasi seragam tersebut.
Di dalam menjawab beberapa permasalahan di atas, tidak
perlu terlalu jauh memandang dan/atau kembali mengimpor konsep, metode, serta
sistem pembelajaran dari negara lain. Puluhan tahun silam sebelum pendidikan
mengalami carut-marut serta bersifat destruktif seperti yang terjadi hari ini,
bapak pendidikan nasional sekaligus mentri pendidikan pertama Ki Hadjar
Dewantara telah merumuskan berbagai konsep, metode, dan/atau sistem pendidikan
yang hadap masalah dan bernuansa memanusiakan. Sistem among merupakan salah
satu formulasi komperhensif yang ditawarkan oleh Ki Hadjar Dewantara, untuk
melahirkan manusia yang merdeka, berdikari (berdiri di kaki sendiri), serta
mampu bersikap trihayu (bermanfaat bagi dirinya sendiri, bangsa, dan manusia
pada umumnya).
Sistem among yang memandang manusia sebagai organisme
yang dinamis serta holistik bukan sebagai tanah liat yang bebas dibentuk
sedemikian rupa ataupun gelas kosong yang bisa terus diisi, dapat berdayaguna
untuk melahirkan manusia-manusia yang mampu berpikir kritis dan/atau
kontekstual. Sistem among merupakan suatu pola dan/atau metode pendidikan yang
senyata-nyatanya membebaskan.
Sistem pembelajaran among yang bermuatan humanisme
tersebut, banyak diimplementasikan di luar perguruan Tamansiswa. Sanggar Anak Alam (SALAM) merupakan satu dari
beberapa lembaga pendidikan yang menerapkan sistem among di dalam praktik
nyata. Sanggar Anak Alam yang didirikan oleh bu Sri Wahyuningsih dan pak Toto
Rahardjo berhasil menciptakan suasana pembelajaran yang menjunjung tinggi
kodrat alam dan/atau jiwa merdeka anak didik, bernuansa kekeluargaan, dekat
dengan alam dan masyarakat, serta kontekstual. Di SALAM guru tidak dikenal
sebagai guru, tapi sebagai fasilitator yang bertugas untuk memfasilitasi,
menuntun, serta ngemong anak didiknya sesuai dengan bakat dan minat
mereka.
Selain itu, hal menarik yang terjadi di SALAM adalah
SALAM tidak seragam. Di dalam berpakaian, anak didik diberi kebebasan untuk
memakai pakaian apapun. Di dalam berpikir, anak didik diberi kebebasan
seluas-luasnya untuk mengembangkan pola berpikirnya sesuai dengan kodrat alam
masing-masing anak. SALAM mendayagunakan semesta alam sebagai laboratorium
eksperimen serta pembelajarannya, dengan cara pandang jagad raya sebagai
laboratorium bagi pembelajar yang ingin tahu, SALAM berhasil merangsang daya
berpikir kritis anak didiknya. SALAM melihat manusia sebagai organisme aktif
dalam proses pembelajaran, oleh karena itu dalam proses perumusan aturan atau
bahkan penilaian anak didik turut serta dilibatkan secara aktif. Dengan
menerapkan sistem pembelajaran among yang melihat manusia sebagai organisme
dan/atau subjek aktif, SALAM berhasil menjadi representasi dari pendidikan yang
membebaskan.
Pendidikan yang berbasiskan sekolah alam dan
mendayagunakan Alam sebagai ruang belajarnya, terbukti berhasil menciptakan
ekosistem pembelajaran yang konteksual. Selain itu, kehadiran sekolah alam
sebagai salah satu pendidikan alternatif telah melahirkan manusia-manusia yang
bukan hanya manusia yang merdeka serta mampu memanusiakan manusia lainnya,
tetapi juga mampu melaharikan manusia yang mampu menjaga kelestarian dan
kelangsungan lingkungan dan semesta alam.
Referensi:
Dewantara, Ki Hadjar. 2011. “Buku Pertama:
Pendidikan”. (Yogyakarta: Majelis Luhur Persatuan Tamansiswa).
Natal, JC. 2020. “Retakan Nalar: Maklumat Pendidikan dan
Praktik Baik Pedagogi Anak”. (Yogyakarta: Buku Mojok Group).
Rukayyah. 2017. Analisis Hasil Belajar
Matematika Peserta Didik Pada Pokok Bahasan Lingkaran Berdasarkan Ranah
Kognitif Taksonomi Bloom Kelas VIII MTs Al-Ikhlas Addary Ddi Takkalasi
Kabupaten Barru, (Makassar: UIN Alauddin Makassar)
Surya, Hendra. 2011. “Strategi Jitu Mencapai Kesuksesan Belajar”. (Jakarta: Elek Media Komputindo).
0 Comments