Oleh:
Karunia
Kalifah Wijaya
2019011064
Psikologi
Lingkungan Paralel
Seorang
sastrawan Seno Gumira Adjidarma,
mengatakan bahwa karya sastra adalah karya yang bebas dan liar, maka dalam
tulisan ini biarlah saya menjadi bebas dan liar. Memperbincangkan persoalan sampah
maka tidak bisa dilepaskan dari bagaimana wajah dunia hari ini. Kehidupan
manusia telah menuju jaman yang mana menurut Erich Fromm sebagai manusia
terdehumanisasi. Wujud destruktif yang diperlihatkan oleh manusia adalah dampak
daripada paradigma atau persepsi materi sebagai puncak kuasa terbentuk. Kemajuan,
kemajuan, dan kemajuan merupakan pola berpikir manusia modern yang menghalalkan
atau mengorbankan segala hal untuk mendapatkan keuntungan materi melalui ilusi-ilusi
kemajuan.
Pada kontruks kehidupan sendiri, melalui dalih
kemajuan tersebut manusia berlomba-lomba untuk menghancurkan alam demi meraup
keuntungan yang berlipat ganda. Perilaku desktruktif yang dikembangkan manusia
seolah menempatkan manusia pada posisi superpower, yang mana melihat alam dan
lingkungan hanya sebatas objek yang cenderung pasif. Persepsi ini secara
perlahan menghantarkan manusia menghilangkan empati dan kesadaran kesemestaan,
dan tidak lagi melihat ibu bumi atau semesta alam sebagai organisme aktif yang
perlu dijaga, dipelihara, dan dirawat untuk keberlangsungan hidup di masa
mendatang.
Erich Fromm dalam bukunya Revolusi dan Harapan
menuliskan manusia yang hadir pada era atau jaman modern sebagai “masyarakat
yang temekanisasi secara lengkap, tunduk pada output materi dan konsumsi
maksimal, diarahkan oleh komputer-komputer. Pada proses sosial, manusia dialih
bentuk menjadi sebuah bagian dari mesin total yang cukup makan dan terhibur,
namun pasif, tak hidup, dan hanya punya sendikit perasaan. Dengan kemenangan
masyarakat baru, individualisme dan privasi akan menghilang, perasaan terhadap
orang lain akan didorong oleh kondisi psikologis dan perkakas-perkakas lain”
Erich Fromm secara gamblang juga menjelaskan bahwa dampak termekanisasinya
manusia kehilangan kontrol atas sistem yang dibuat manusia sendiri. Manusia
menjalankan keputusan bukan lagi berdasarkan kesadaran dan perasaan, namun menggantungkan
dirinya pada rasio atau perhitungan kalkukasi komputer-komputer serta untung
dan rugi. Manusia yang terjebak pada situasi ini tidak memiliki tujuan lain,
selain memproduksi dan mengkonsumsi lebih dan lebih.
Lantas bagaimana hubungan apa yang disampaikan
oleh Fromm dengan banyaknya atau menumpuknya sampah dan limbah?
Benang merah dari tali perhubungan tersebut
terletak pada hilangnya perasaan karena kemajuan yang dihasilkan. Manusia modern
yang memiliki orientasi untuk memproduksi dan mengkonsumsi lebih dan lebih
lagi, tidak akan memikirkan dampak dari apa yang mereka lakukan. Selama hal
tersbut membawa keuntungan bagi diri pribadi mereka, maka pertimbangan
kelestariaan alam bukan menjadi hal yang penting. Manusia yang terpisah atau
teraleniasi dari lingkungan, akan kehilangan perasaan kemanunggalannya dengan
semesta alam. Hal ini lah yang pada akhirnya menyebabkan manusia kehilangan
kesadaran bahwa dirinya dan semesta alam atau lingkungan merupakan satu
kesatuan atau saling memiliki hubungan timbal balik.
Lantas setelah semua ini terjadi, darimana kita
harus memulai?
Setelah
itu semua terjadi maka langkah kaki kita harus berpijak mundur ke belakang
untuk mengajak diri merefleksi, bahwasanya semesta alam dan lingkungan
merupakan organisme aktif yang harus dipelihara, dirawat, dan dijaga
keberlangsungan hidupnya. Merusak alam dan menghancurkannya dengan dalih
pembangunan dan kemajuan bukan merupakan suatu hal yang dibenarkan. Mengingat pentingnya
keberlangsungan hidup semesta alam, juga dapat dilakukan dengan mulai berempati
terhadap penumpukan sampah yang ada. Langkah-langkah sederhana dan juga
bermakna, mulai bisa dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Hal-hal sederhana
seperti halnya meminimalisir penggunaan sampah plastik ataupun mengurangi
penggunaan sedotan ataupun botol. Hal lain yang bisa dilakukan adalah dengan
mendorong kebijakan-kebijakan pemerintah untuk menyelenggarakan atau memproduksi
energi terbarukan.
Korporasi
dalam ruang restorasi
Korporasi
sebagai pihak yang balik berdampak dalam kerusakan ekologis atau lingkungan,
mengambil peran-peran pertanggungjawaban. Program CSR atau Corporate Social
Responsibility merupakan program yang dilancarkan oleh korporasi ataupun
perseroan sebagai bentuk tanggung jawab sosial mereka terhadap lingkungan. Program
CSR sendiri terlahir dari bentuk gelombang protes yang dilancarkan oleh
masyarakat pada tahun 1930 atau dalam rekam sejarah CSR disebut sebagai
fenomena tanggung jawab moral, yang mana pada saat itu masyarakat menuntut agar
perusahaan bertanggung jawab atas kerusakan dan dampak yang mereka hasilkan.
Fenomena ini selanjutnya membuat seorang ekonom dan juga rektor perguruan
tinggi Howard R. Bowen untuk menuliskan suatu konsepsi tanggung jawab moral
perusahaan dengan nama CSR. Pada era-era selanjutnya CSR mulai dijadikan atau
digunakan oleh pemeritah berbagai negara untuk merumuskan aturan
pertanggungjawaban yang dikeluarkan oleh korporasi atau perusahaan. Di Indonesia
sendiri aturan terkait CSR teruang dalam 74 Undang Undang
Nomer 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas (UUPT). Dari
sini kita bisa melihat bahwa CSR sendiri bukan merupakan suatu bentuk kesadaran
yang benar-benar lahir dari dampak kerusakan ekologi karena pembangunan atau
kemajuan, namun lebih kepada kesadaran lingkungan yang terbentuk karena
terbentur pada peraturan atau perundang-undangan. Perumusan CSR sendiri
tentunya digunakan sebagai mekanisme ataupun konsepsi untuk merendam protes
ataupun gugatan masyarakat atas kerusakan alam yang korporasi atau perusahaan
hasilkan.
Selain
itu, perusahaan atau korporasi yang memang sebagaimana kehadirannya berorientasi
pada profit, maka program CSR sendiri yang dikeluarkan oleh perusahan-perusahan
telah melalui kalkukasi untung dan rugi. Seperti halnya program-program CSR yang
digalangkan oleh Angkasa Pura tentu belum mampu sepenuhnya menutup tanggung
jawab mereka terhadap hilangnya ratusan atau bahkan ribuan hektar lahan hijau
produktif di Kulon Progo karena dampak pembangunan bandara NYIA.
Daftar Pustaka:
Fromm, Erich. 2019. Revolusi Harapan. (Yogyakarta: Penerbit IRCiSoD).
https://gocsrkaltim.com/sejarah-csr-dunia-ke-indonesia/. Di akses pada 15 Juni 2022. Pukul: 18.15 WIB.
Marthin dkk. 2017. IMPLEMENTASI PRINSIP CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS. JOURNAL OF PRIVATE AND COMMERCIAL LAW VOL 1 NO. 1.
0 Comments