Gaya Kepemimpinan Machiavellianisme dalam Kepemimpinan dan Politisasi Agama

 

Ujian Akhir Psikologi Sosial 2 Semester Ganjil Tahun 2022/2023

Dosen Pengampu: Arundati Shinta.

Rahmad Alam (2021011055)



Machiavellianisme sangat berpengaruh dalam banyak perkembangan politik. Walaupun sangat dinilai menghalakan apa saja dalam mencapai tampuk kepemimpinan, nyatanya Machiavellian sangat populer dan diterima dengan baik di dunia politik. Usaha yang mengabaikan nilai dan juga moral tersebut dibeberapa sisi memang diakui efektif dalam mendapatkan suara banyak anggota maupun rakyat.

Machiavellianisme dalam bentuk kepribadian seseorang merujuk kepada pengabaian pada nilai-nilai moral dan lebih fokus kepada kepentingan maupun keuntungan pribadi. Sifat yang berasal dari pemikiran Niccolo Machiavelli ini merujuk kepada kepribadian yang manipulatif dan ekspoitatif. Banyak sifat ini dimiliki oleh para pemegang kekuasaan karena demi menjaga dan mempertahankan kekuasaan itu diperlukan sikap manipulatif dan eksploitatif. (Putri, 2020).

Namun dalam permasalahan agama khususnya kepemimpinan dalam agama tersebut yang juga berkaitan dengan politisasi, apakah Machiavellianisme dapat dilarang atau malah dimaklumkan demi keutuhan organisasi agama tersebut?. Pertanyaan ini yang akan kita bahas dalam artikel ini terkait dengan gaya kepemimpinan ala Machiavellianisme dalam topik kepemimpinan agama.

Agama yang Penuh Moral dan Machiavellian yang Mengabaikan Moral

Seperti yang kita ketahui bahwa agama dan Machiavellianisme sangat-sangat bertabrakan dimana agama penuh dengan nilai-nilai sedangkan Machiavellian sangat mengabaikan nilai-nilai termasuk nilai moral yang dijunjung oleh agama. Dua karakteristik yang berbeda satu sama lain ini nampaknya tidak bisa bersatu seperti minyak dan air namun apakah sebenarnya tidak ada titik temu antar keduanya?.

Dalam penelitian (Kamuri, 2019), dijelaskan bahwa terdapat beberapa kesamaan antara ajaran Yesus dan kepemimpinan Machiavellian seperti pendekatannya yang mengharuskan umatnya ikut terlibat dalam politik. Persamaan pada fortune pada kepemimpinan juga diakui Yesus dan Machiavelli walaupun dalam kaitannya dengan asal fortune yang dapat dikaitkan pada anugrah Allah, namun Machiavelli tidak sejalan dengan ini.

Machiavelli sebenarnya berpendapat bahwa agama seharusnya dapat menjadi pendorong dan juga penyokong nilai-nilai patriotisme karena agama merupakan salah satu dari pranata kebudayaan dan sosial. Machiavelli mengangap bahwa agama dapat mempertegas kekuasaan dan harusnya jadi alat untuk meraih kekuasaan. (Supriansyah, 2017).

Dalam hal ini memang terjadi perbedaan dalam hubungannya antara agama dan Machiavellian dilihat dari hubungannya antara politik dan kekuasaan. Agama seharusnya masuk dalam ranah politik yang berarti adalah pemegang kekuasaan agar nilai-nilai moral agama dapat dijaga dengan baik. Machiavellian menganggap bahwa agama dapat menjadi alat untuk meraih kekuasaan tersebut. Perbedaan orientasi inilah yang terkadang dapat membuat agama dan ajaran Machiavelli tidak berkesinambungan.

Agama Sebagai Alat Pragmatis dalam Mengintegrasikan Negara

Dalam masalah ini maka mari kita ambil sudut pandang agama sebagai alat untuk mengintegrasikan masyarakat di dalam agama. Machiavelli berpendapat bahwa dalam hubungannya agama dan negara, bahwa negara jangan sampai dikuasai oleh negara namun seharusnya negara yang dapat menguasai agama. 

Agama punya segi pragmatis yang dapat mengintegrasikan negara dan hal itulah yang membuat agama penting di dalam kehidupan bernegara. Seorang pemimpin mau bagaimanapun bejatnya harus berperilaku religius di depan para anggotanya karena dengan agama yang berisi nilai dan moral itu orang-orang akan percaya mereka dipimpin oleh orang yang benar. (Saepullah, 2020). 

Walaupun terkesan munafik jika kita melihat dari sudut pandang moralitas murni namun jika kita menunggu orang yang dapat benar-benar baik dan jujur dalam memimpin maka kita akan terlebih dahulu melihat perpecahan demi perpecahan yang datang karena pemikiran idealis yang kita miliki. Negara ini harus berjalan meski beberapa orang tertipu dan dibohongi.

Dalam hal ini juga tidak membuat serta merta nilai-nilai etik normatif pada agama menghilang sepenuhnya namun akan menempatkan agama ditengah ranah publik sebagai alat kekuasaan. Dengan ini juga membuat nilai-nilainya menjadi sebuah fungsi dalam politik dan membuatnya menjadi sebuah realitas nilai dalam kekuasan (Ainurrahman, 2019).


Daftar Psutaka

Ainurrahman. (2019). Agama dan Politik Prespektif Niccolo Machiavelli. Dipetik Desember 14, 2022, dari uin-suka.ac.id: http://digilib.uin-suka.ac.id/40127/1/1250013_BAB-1_BAB-V_DAFTAR-PUSTAKA.pdf 

Kamuri, J. P. (2019). Yesus dan Machiavelli: Moralitas, Religiusitas, dan Kompetensi Politisi di Ruang Publik. Societas Dei, 168-191.

Putri, G. (2020, Februari 27). Mengenal Lebih Dalam tentang Kepribadian Machiavellianism. Dipetik Desember 14, 2022, dari pijarpsikologi.org: https://pijarpsikologi.org/blog/machiavellianism-mengenali-kepribadian-manipulatif

Saepullah, A. (2020). Sang Pangeran Politik: Niccolo Machiavelli. Dipetik Desember 14, 2022, dari madrasahdigital.co: https://madrasahdigital.co/pemikiran-tokoh/sang-pengeran-politik-niccolo-machiavelli/

Supriansyah. (2017). BerIslam Kok ala Machiavellian. Dipetik Desember 14, 2022, dari Islami.co: https://islami.co/berislam-kok-ala-machiavellian/


0 Comments