PLOGGING DAN PENGAMALAN NILAI-NILAI PANCASILA DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI

 

MENDIDIK DIRI SENDIRI UNTUK MENJADI MODEL

BAGI LINGKUNGAN SEKITAR

 

Arundati Shinta

Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi 45

Yogyakarta

 


Hampir setiap anak Indonesia tentu hapal urut-urutan sila pada Pancasila. Hal ini karena Pancasila sudah diajarkan semenjak sekolah dasar, paling tidak setiap hari Senin pagi. Bila satu tahun ajaran diperkirakan terdiri dari 40 minggu, maka Pancasila juga dibacakan selama 40 kali pada upacara hari Senin. Jadi mulai SD-SMA, paling tidak setiap anak sudah mendengar tentang Pancasila sebanyak 40 minggu x 12 tahun bersekolah = 480 kali. Bila melanjutkan ke perguruan tinggi, maka paling tidak ia sudah mendengar dan mengucapkan Pancasila kira-kira 500 kali. Hal ini karena Pancasila menjadi pelajaran wajib di tingkat perguruan tinggi dan juga Pancasila selalu dibacakan pada acara wisuda.

 

Hitungan-hitungan sederhana itu untuk menekankan bahwa Pancasila sudah sangat merasuk di benak hampir semua warga negara Indonesia. Sebagian kecil masyarakat Indonesia mungkin belum pernah mendengar Pancasila. Mungkin mereka adalah masyarakat yang tinggal di daerah terpencil, tidak sempat menempuh pendidikan, dan tidak tersentuh media massa apa pun. Hal ini karena Indonesia terdiri lebih dari 17.000 pulau. Untuk mendorong anak-anak yang tidak mengetahui Pancasila, Presiden Joko Widodo hampir selalu mengadakan quiz tentang Pancasila ketika berkunjung ke daerah-daerah dengan hadiah sepeda. Presiden juga sudah mempublikasikan video “Saya Indonesia Saya Pancasila” (Kementerian Sekretariat Negara RI Sekretariat Presiden, 2017). Jadi seharusnya generasi muda dan orang dewasa pada era global sekarang ini tentu memahami Pancasila.

 

Persoalannya, Pancasila cenderung tidak ditampakkan dalam perilaku nyata sehari-hari. Pancasila hanya dihapalkan saja. Tulisan ini akan membahas tentang Pancasila dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari, terutama dalam bidang lingkungan hidup. Alasannya adalah bidang lingkungan hidup sering kurang diperhatikan oleh masyarakat. Buktinya, masyarakat lebih meributkan masalah pemilihan presiden / kepala daerah dan SARA (suku, agama, ras), daripada masalah lingkungan hidup. Padahal isu-isu lingkungan hidup yang tidak beres akan mengganggu kenyamanan hidup warga sehari-hari. Alasan kedua, bila lingkungan hidup – paling tidak di sekitar tempat tinggalnya – tidak diperhatikan, maka akan kemana lagi manusia akan hidup?

 

Penerapan nilai-nilai Pancasila dalam tulisan ini adalah melakukan plogging yaitu kegiatan yang sederhana, murah, mudah, dan bermanfaat bagi lingkungan sekitar. Prinsip kegiatan itu adalah 3M yaitu mulai dari diri sendiri, mulai sekarang juga, dan mulai dari hal-hal kecil. Plogging adalah kegiatan berlari-lari kecil untuk olah raga (jogging) di jalan raya sambil mengambil sampah yang bertebaran di sepanjang jalan yang dilewati. Plogging adalah istilah dari negara Scandinavia. Plogging ini sangat menguras energi. Bila jogging hanya mengeluarkan energi sebesar 235 kalori, maka plogging menguras energi sampai 288 kalori untuk lari selama 30 menit. Hal ini karena dalam kegiatan plogging, seseorang harus berlari, membungkuk, dan menggendong sampah.

 

Apa hubungan antara plogging dan pengamalan butir-butir Pancasila? Plogging erat hubungannya dengan sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa. Semua agama mensyaratkan pemeluknya untuk membersihkan dirinya dan lingkungan sekitar, sebagai bukti keyakinan dan ketakwaan umat pada Tuhan Yang Maha Esa. Wujud

keimanan itu juga tercermin dalam pembangunan regulasi diri internal. Orang dengan regulasi diri internal tinggi tidak akan membuang sampah sembarangan meskipun tidak ada orang lain yang melihatnya. Hal ini karena membuang sampah sembarangan adalah bukan standar perilakunya.

 

Sila kedua Pancasila mengandung tiga nilai luhur yaitu saling mencintai sesama, tidak semena-mena terhadap orang lain, dan gemar melakukan kegiatan kemanusiaan. Hal ini terlihat dari lanjutan plogging yaitu menyerahkan hasil plogging kepada pemulung asli bila pemulung itu mau menerimanya. Pemulung asli tidak perlu bersusah payah mencari sampah.

 

Sila ketiga Pancasila mengandung makna cinta tanah air dan bangsa. Rasa cinta itu diungkapkan dengan menjaga kebersihan lingkungan, meskipun hal itu bukan kewajiban utamanya. Membersihkan lingkungan di jalan-jalan raya adalah tugas dari dinas kebersihan. Tugas itu tidak akan memberikan hasil optimal bila warga tidak terlibat secara aktif. Menjadikan diri sebagai model perilaku yang baik, akan menginspirasi orang lain untuk berbuat serupa.

 

Sila keempat Pancasila mengandung dua nilai luhur yaitu “mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat, serta tidak memaksakan kehendak kepada orang lain”. Negara dalam hal ini diwakili oleh Dinas Kebersihan akan sangat terbantu bila ada warga yang secara suka rela dan dengan senang hati (sambil berolah raga) memunguti sampah di sepanjang jalan yang dilaluinya. Tugas Dinas

Kebersihan menjadi lebih ringan. Selanjutnya, kegiatan ini juga tidak memaksa agar orang lain ikut serta. Kegiatan ini memang bertujuan menginspirasi warga lain untuk terlibat.  Oleh karena itu diri sendiri hendaknya menjadi model perilaku terlebih dahulu.

 

Sila kelima Pancasila mengandung nilai luhur “tidak melakukan perbuatan yang merugikan kepentingan umum”. Plogging ini justru membantu kepentingan umum yaitu membersihkan jalan raya. Selain itu, hasil plogging juga diserahkan di Bank Sampah setelah dipilah-pilah. Berpartisipasi di bank sampah telah berhasil memunculkan kesadaran masyarakat akan pentingnya kebersihan dan sekaligus membantu perekonomian masyarakat.

 

Sebagai penutup dari tulisan ini, plogging sangat bermanfaat bagi diri sendiri, lingkungan sekitar, dan lingkungan secara makro (negara). Dampak bagi diri sendiri,

Plogging menyehatkan fisik sekaligus melatih regulasi diri internal. Regulasi diri internal ini sangat penting mengingat budaya masyarakat Indonesia adalah kolektif,

sehingga regulasi dirinya bersifat eksternal. Regulasi diri eksternal yaitu orang bersedia patuh pada peraturan ketika ada orang lain yang melihatnya. Pancasila sangat menekankan pentingnya ketakwaan pada Tuhan Yang Maha Esa. Ketakwaan itu dibuktikan dengan perilaku yang mencerminkan regulasi diri internal, yaitu bersedia patuh pada peraturan meskipun tidak ada orang yang melihatnya.

 

Sitasi:

Shinta, A. (2018). Plogging dan pengamalan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari. Majalah Swatantra. Edisi 25, Juni, hal. 62-63.

https://dokumen.tech/reader/full/orasi-ilmiah-aoe-geopolitik-ketahanan-nasional-dan-25-juni-orasi-ilmiah

 

0 Comments