KEPEDULIAN YANG DIMULAI DARI DIRI SENDIRI
Arundati Shinta
Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi 45
Yogyakarta
Sampah plastik telah menjadi masalah serius. Hal ini karena orang-orang sudah sangat biasa menggunakan plastik sekali pakai. Dampaknya, Indonesia menjadi juara ke-2 tingkat dunia sesudah China pada 2010 (Jambeck et al., 2015). Indonesia sudah dalam posisi darurat sampah (Shinta, 2019). Sampah-sampah itu dibuang ke laut dan perairan di Indonesia. Apa saja contoh perilaku yang membuat lautan Indonesia seperti ‘tong sampah’ besar? Orang-orang tidak terbiasa membawa tas belanja dari rumah. Kalau belanja, mereka mengharapkan pihak toko / penjual memberikan kantung plastik yang biasa disebut ‘tas kresek’. Konsumen tidak peduli bila mereka harus membayar uang lebih untuk tas kresek tersebut. Bila tas kresek sudah diperoleh, maka tas itu segera dibuang lagi ketika sudah tidak digunakan lagi. Membuang tas kresek itu pun sembarangan / tidak dimasukkan dalam tong sampah. Bila sampah plastik itu sudah menumpuk, maka tungku api pun menjadi solusi jitu.
Persoalan yang berhubungan dengan sampah plastik ini adalah orang-orang tidak peduli dan menyerahkan semua tanggung jawab pengolahan sampah pada pemerintah. Masyarakat berpendapat bahwa mereka sudah membayar pajak, sehingga wajarlah ketika pemerintah harus melayani masyarakat. Kenyataan yang ada, sampah masih saja bertebaran. Pemerintah agaknya tidak bisa mengajak masyarakat untuk paling tidak membuang sampah semabarangan. Padahal sudah ada Undang-Undang No. 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, yang mewajibkan setiap orang untuk menjaga kebersihan. Idealnya, masyarakat patuh pada peraturan tersebut, sehingga sampah bisa tertangani secara ramah lingkungan.
Salah satu cara yang paling jitu menangani sampah plastik itu adalah dimulai dari diri sendiri, mulai dari hal-hal kecil, dan dimulai sekarang juga. Hal itulah yang dilakukan oleh Saoki Mubarok. Ia adalah mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Taman Siswa Yogyakarta, semester 4. Apa yang ia lakukan? Ia membuat ecobrik dari sampah plastik yang ia temukan.
Cara membuat ecobrik adalah dengan mengumpulkan kantung-kantung plastik yang suah tidak berguna. Plastik-plastik itu harus bersih dan kering. Sampah plastik itu kemudian dimasukkan dalam botol plastik kemasan air minum yang berukuran 600 ml. Plastik dimasukkan dalam botol plastik itu dengan cara didorong dengan alat bantu tongkat kayu. Proses itu dilakukan sampai botol plastik menjadi padat. Kepadatan plastik harus mencapai 200 gr. Bila kurang dari 200 gram berarti masih ada rongga kosong yang belum terlalu padat. Berdasarkan caa tersebut, maka Saoki Mubarok berhasil mendapatkan puluhan botol plastik berisi kantung plastik, yang disebut dengan ecobrik.
Apa manfaat ecobrik? Saori Mubarok menjelaskan bahwa puluhan ecobrik itu diangkai sedemikian rupa sehingga menjadi kursi. Kursi-kursi itu masih untuk keperluan sendiri, belum dijual. Sebenarnya ecobrik juga bisa digunakan sebagai ganti batu bata, sehingga masyarakat bisa membangun rumah dengan harga yang sangat murah. Ecobrik bisa digunakan sebagai pnegaanti batu bata, karena ecobrik berasal dari kata ecology (ekologi) dan brick (batu bata). Jadi ecobrick adalah batu bata yang ramah lingkungan.
Sangat diharapkan teman-teman dari Fakultas Psikologi UST Yogyakarta untuk mengikuti langkah-langkah kecil dalam mempeduliakan lingkungan. Bagaimana pun, bumi ini milik kita semua. Bila kita enggan merawatnya sehingga bumi menjadi rusak, lalu di mana kita harus tinggal?
Daftar Pustaka
Jambeck, J.R., Geyer, R., Wilcox, C., Siegler, T.R., Perryman, M., Andrady, A., Narayan, R. & Law, K.L. (2015). Marine pollution: Plastic waste inputs from land into the ocean. Science. February 13, 347(6223), 768-771.
DOI: 10.1126/science.1260352
Shinta, A. (2019). Penguatan pendidikan pro-lingkungan hidup di sekolah-sekolah untuk meningkatkan kepedulian generasi muda pada lingkungan hidup. Yogyakarta: Best Publisher.
UU No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah
0 Comments