KEPEMIMPINAN NICCOLO MACHIAVELLI



Ujian Akhir Psikologi Sosial 2

Semester Ganjil 2022/2023

Dosen pengampu: Arundati Shinta

Nama: Nuril Latifatuz Zahroh

NIM: 2021011049


Kepemimpinan telah didefinisikan dalam banyak hal berdasarkan perspektif berbeda yang meneliti variabel seperti sifat pemimpin yang efektif, gaya kepemimpinan, konsep dan penggunaan kekuasaan, kemungkinan pribadi dan lingkungan, serta model dan teori kepemimpinan. Satu definisi hebat adalah: "Kepemimpinan adalah seni memimpin orang lain untuk dengan sengaja menciptakan hasil yang tidak akan terjadi sebaliknya.

Ahli strategi politik Italia, Pangeran Niccolo Machiavelli, telah memiliki pengaruh luar biasa sejak penerbitannya 5 tahun setelah kematiannya pada tahun 1532. Pandangan Machiavelli tentang kepemimpinan kontroversial dan bahwa pendiriannya tidak dipandu oleh prinsip-prinsip yang bajik tetapi sebaliknya diinformasikan oleh presentasi kepemimpinan yang efektif. Oleh karena itu sangat penting bagi seseorang untuk memahami tempat di mana risalahnya dibentuk untuk menghargai pelajaran yang didapat darinya. Dengan mengingat konteks ini, blog ini terus maju dalam mengeluarkan pelajaran-pelajaran hebat tentang kepemimpinan yang dikelilingi oleh ideologi politik seperti yang digambarkan dalam The Prince. Moto Machiavelli, “Akhirnya membenarkan cara” harus menjadi tujuan pemimpin yang efektif. Setiap pemimpin yang pantas dihargai harus bekerja untuk mencapai tujuan yang ditetapkan dalam wilayah yurisdiksinya. Machiavelli dalam The Prince berkata, “… jika seseorang berada di tempat, gangguan akan terlihat saat muncul, dan seseorang dapat segera memperbaikinya; tetapi jika seseorang tidak ada di tangan, mereka akan didengar hanya ketika mereka hebat, dan kemudian seseorang tidak dapat lagi memperbaikinya. " Pemimpin yang baik adalah yang kehadirannya dirasakan di wilayah yang dia perintahkan. Hal ini penting karena akan berperan besar dalam pengambilan keputusan ketika isu-isu kritis muncul yang memerlukan perhatian pada saat terjadinya.

Dari berbagai kritikan dan tuduhan yang mencap Machiavelli seperti di atas, sebenarnya bukan tanpa alasan Machiavelli berpikiran demikian. Ia memang mengemukakan hal-hal itu, tetapi itu dalam pengertian tertentu, yaitu mengenai kepangeran, bentuk negara yang korup, yang tidak mungkin naik lagi kecuali dengan kemauan, ketabahan dan ketekunan serta kelihaian seorang pemimpin. Dalam pikiran Machiavelli, rakyat yang korup tidak dapat memerintah dirinya sendiri, ia harus dipimpin, kalau perlu dengan cara-cara tersebut di atas tadi.

Machiavelli pun mengemukakan bahwa dalam republik kebebasan itu terpelihara, tetapi dalam hubungannya dengan hal ini, ia mngemukakan bahwa bila tidak terdapat kesadaran pada rakyat itu sendiri, maka diperlukan tangan kuat tadi. Machiavelli pun mengemukakan bahwa ketenangan dan kedamaian dapat dicapai dengan dua cara, yaitu hukum dan kekerasan jika hukum dirasakan tidak cukup untuk mencapai kedamaian. Machiavelli seringkali disebut sebagai bapak “politik kekuasaan”. Kekuasaan adalah bagi mereka yang mempunyai keterampilan untuk meraihnya dan kemampuan untuk mempertahankannya. Pengalaman traumatis dengan politik pada masanya seperti yang telah dikemukakan pada bagian pertama (riwayat singkat Machiavelli), jelas membutakan Machiavelli akan kenyatakan bahwa misteri kekuasaan bukanlah persoalan yang sepenuhnya bersifat politik, karena alasan bahwa nafsu akan kekuasaan tidak semuanya ada pada nilai- nilai manusia. Olah karenanya, segala sesuatu yang kondusif untuk mencapai, mempertahankan, dan meluaskan kekuasaan politik bisa dibenarkan sekalipun hal itu jelas merupakan kejahatan dilihat dari sudut pandang moralitas dan agama.

Tidaklah dapat dikatakan bahwa seluruh isi nasihatnya menggambarkan Machiavelli sebagai pengatur siasat yang jahat, penjilat, penuh kekejaman, amoral dan penuh tipuan dalam mengejar kekuasaan. Atau dari hasil bahasan banyak orang yang mencap tentang Machiavelli berisi the end justifies the means atau tujuan menghalalkan cara, yang dipandang orang, bahwa hal itu tidak boleh melanggar moralitas dan agama. Menurut Machiavelli, tidak jadi soal sepanjang untuk mencapai tujuan (kekuasaan). Bagi Machiavelli, keberhasilan seseorang dalam mencapai tujuan, itulah orang yang sukses sehingga perlu cara-cara, bagaimanapun caranya, meskipun bertentangan dengan moralitas.


0 Comments