Konformitas remaja

Tugas UTS

Erwin Prabowo

(2021011004) 






Puluhan anggota geng motor Jepang tertangkap kamera pengintai saat menjarah toko pakaian di Jalan Sentosa, Sukmajaya, Kota Depok, pada Minggu dini hari. Sebagian anggota yang terlihat masih remaja, dengan entengnya masuk ke dalam toko sambil menentang senjata tajam. Menurut psikolog Universitas Indonesia, Prof Enoch Markum, tindakan mereka terjadi karena adanya konformitas di dalam kelompok. "Mereka masih remaja didorong nafsu dan tidak memikirkan konsekuensinya," kata Enock saat dihubungi Tempo, Minggu 25 Desember 2017. Sejumlah ahli mengartikan konformitas adalah bentuk interaksi ketika seseorang berperilaku terhadap orang lain sesuai dengan harapan kelompok atau masyarakat tempat tinggalnya. Konformitas berarti proses menyesuaikan diri dengan masyarakat dengan cara menaati norma dan nilai yang ada didalam masyarakat tersebut.

Enoch menjelaskan remaja sangat mudah dipengaruhi dalam suatu pergaulan. Sehingga saat mereka berada di dalam kelompok, maka akan terjadi pembentukan norma dan konformitas. "Karena saat mereka ada di dalam kelompok. Apakah mau diterima atau tidak (dalam suatu) kelompok, maka mereka akan melakukan mengikuti. Ini gejala konformitas," ujarnya. Menurut dia, remaja yang labil akhirnya memutuskan atau mengikuti tindakan kelompoknya. Semakin besar anggota di dalam kelompok tersebut, maka akan semakin besar untuk diikuti anggotanya untuk bertindak, meski itu melanggar hukum. "Kalau kelompoknya sedikit kurang. Tapi kalau besar terjadi deindividuasi. Jadi, mereka yang mengikuti ide kelompok itu yang disebut gejala konformitas," tuturnya. Remaja akan semakin mudah terperosok dalam tindakan kriminal jika peran keluarga kurang baik.  Selain itu, jika remaja berada dalam kelompok yang negatif, maka akan berdampak pada tindakannya. Namun, kalau mereka berada pada kelompok yang positif maka akan bermanfaat, untuk orang lain. "Sebab, kalau mereka membentuk kelompok maka akan tercipta norma yang diikuti. Kalau kelompoknya positif akan bermanfaat untuk orang lain, seperti dalam memberikan bantuan bencana. Namun, kalau negatif maka sebaliknya," ucapnya. Menurut dia, peran keluarga sangat penting dalam membentuk perilaku anak. Apalagi, jika mereka tinggal di kota besar. Maka, kata dia, akan semakin banyak godaan untuk bertindak yang bertentangan dengan norma yang berlaku. "Harus bisa memilah ajakan teman," katanya. Orang tua dan keluarga harus bisa membangun dialog dengan anak. Orang tua juga perlu memberikan nasehat ihwal kehidupan yang ada saat ini. "Tanamkan moralitas dan pendidikan yang baik di keluarga," ujarnya. Kepolisian Resor Kota Depok menangkap 26 orang yang diduga pelaku perampokan toko pakaian Fernando yang terekam CCTV kemudian viral di sosial media. Mereka tergabung dalam geng motor Jepang, singkatan dari 'Jembatan Mampang. "Kelompok ini sudah berkali terlibat kejadian yang meresahkan masyarakat," kata Kepala Satuan Reserse dan Kriminal Polresta Depok Komisaris Putu Kholis Aryana di kantor Polresta Depok, hari ini.

Menurut Baron (1996) konformitas merupakan perubahan sikap dan 

perilaku individu agar sesuai dengan norma sosial yang berlaku (Myers, 2010).

Hal yang mendasari perilaku konformitas terhadap teman sebaya karena adanya 

pengaruh sosial normatif dan pengaruh sosial informatif. Pengaruh sosial normatif 

adalah pengaruh sosial yang didasarkan pada keinginan seseorang untuk diterima 

dan disukai oleh orang lain. Pengaruh informatif terbentuk karena adanya 

keinginan dari individu untuk memiliki pemikiran yang sama dengan kelompok 

dan beranggapan bahwa informasi yang dimiliki oleh kelompoknya lebih banyak.


https://metro.tempo.co/read/1045241/aksi-geng-motor-jepang-di-depok-psikolog-adanya-konformitas

https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=https://repository.unair.ac.id/98732/4/4.%2520BAB%2520I%2520PENDAHULUAN.pdf&ved=2ahUKEwinxuGgiu_6AhXP_3MBHbvPBUwQFnoECDUQAQ&usg=AOvVaw1cMEABpTuE4AbrQv3QLDHZ

0 Comments