WADAS, KERUSAKAN LINGKUNGAN DAN KEHILANGAN MATA PENCAHARIAN
Esay
Oleh : M. Nuzul Rusli
Nim : 2019011051
Oleh : M. Nuzul Rusli
Nim : 2019011051
Psikologi Lingkungan
Mahasiswa Fakultas Psikologi
Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa Yogyakarta.
Mahasiswa Fakultas Psikologi
Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa Yogyakarta.
“jangan terlalu percaya pada pendidikan sekolah. Seorang guru yang baik saja masih bisa melahirkan seorang bandit yang sejahat-jahatnya. Apa lagi gurunya sudah bandit pula”.
(Pramodya Ananta Toer)
Wadas dengan kelimpahan kekayaan
Wadas adalah salah satu desa yang berada di kecamatan bener, kabupaten purorejo, provinsi jawah tenggah. Desa pada tahun 2021 wadas seluas 4,06 kilometer (KM) persegi angka tersebut hanya sebesar 4,32% dari luas kecamatan benter yang sebesar 94,03 km persegi (Badan Pusat Statistik, 2021). Sedangkan jumlah penduduk yang dirilis oleh Direktorat jenral kependudukan dan pencatatan sipil (Dukcapil) mencatat desa wadas terdapat 1.519 jiwa dengan jumlah pendudukan laki-laki sebesar 771 jiwa sedangkan perempuan 748 jiwa dengan klasifikasi belum kawin sebesar 655 jiwa, kawin 766 jiwa, cerai hidup 24 jiwa dan cerai mati 74 jiwa.
Selain itu desa wadas juga dikenal dengan salah satu desa dengan pengelolaan masyarakat yang baik. Hal ini dapat dibuktikan dengan capaian desa pertama yang melunasi pajak bumi dan bangunan (PBB) pada tahun 2017 dan hamper siswa siswi SDnya memiliki prestasi yang menerima beasiswa dari pemerintah kabupaten Purworejo.
Menurut catatan walhi profil wadas adalah tanah surge dengan kawasan yang memiliki kekayaan yang melimpah. Hal ini sesuai dengan peraturan daerah (PERDA) Purworejo No. 27 tahun 2011 tentang rencana tata ruang wilayah (RTRW) menetapkan desa wadas adalah sebagai kawasan perkebunan. Komoditas dari desa wadas sangat melimpah dengan mencapai Rp 8,5 Miliar pertahun. Angka pendapatan ini diperolah dari hasil komoditas kayu keras Rp5,1 miliar/5 tahun, pisang Rp202,1 juta/tahun, cengkeh Rp64,4 juta/tahun, petai Rp241,3 juta/tahun, kemukus Rp1,35 miliar/tahun, cabai Rp75,6 juta/bulan, kapulanga Rp156 juta/bulan, karet Rp131,8 juta/hari, kelapa Rp707/bulan,akasia Rp45,7 juta/tahun, mahoni Rp1,56 miliar/5 tahun hingga aren 2,6 miliar/hari.
Dari data diatas menunjukan kekayaan alam desa wadas begitu sangat melimpah yang mampu menghidupi masyarakat setempat. Mata pencaharian petani ini mampu meghidupi keluarga dan pendidikan anak-anak bahkan menyumbangkan pendapatan Negara lewat pajak bumi dan banguna tersebut. Dengan jumlah pendapatan dari masyarakat tersebut menunjukan bahwa warga wadas tidak membutuhkan adanya mata pencaharian lain seperti tambang batu andesit yang sekarang menjadi polemik. Dengan geografis dan mata pencaharian petani bertolak belakang dengan pertambangan hal ini akan menimbulkan konflik yang berakibat adalah hilanya mata pencaharian dan kemiskina terhadap masyarakat wadas tersebut.
Masuknya pertambangan yang menghancurkan segalanya.
Konflik agrarian adalah hubungan dengan sumber-sumper kekayaan alam yang ada diatas tanah. Hal ini dapat terjadi karena adanya perebutan dan penguasaan yang timpang sehingga memunculkan ledakan konflik. Tanah adalah sumber penghidupan yang diatasnya dapat tumbuh segala macama yang mampu menghidupi manusia. maka tanah adalah soal hidup dan penghidupan. Perebutan tanah bebarti perebutan makanan, perebutan pegangan hidup sehingga orang akan rela menumpahkan darah dan mengorbankan segalanya hanya demi mempertahankan kehidupan selanjutnya (KPA, 2021).
Notanegoro mejelaskan relasi tanah terhadap kehidupan perorangan maupun masyarakat sebagai hubungan yang bersifat kedwitunggalan dan juga tidak dapat dipisahkan. Hal ini sejalan dengan pandangan salah seorang pakar agrarian Indonesia, Gunawan Wiradi menjelaskan persoalan tanah juga dapat membangaun pandangan hidup yang memberi arah pada proses kemasyarakatan yang bertolak dari hubungan dialektika kesadaran manusia dengan tanahnya.
konflik agrarian di desa wadas yang berakar pada pembangunan bendungan bener sebagai salah satu proyak strategis nasional (PSN). Proyek bendungan ini untuk menunjang infra struktur bandara YIA yang membutuhkan suplai air, pasokan air untuk perhotelan dan juga pengairan saluran irigasi. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah menggunakan regulasi untuk menujang proyak ini adalah UU No, 2 tahun 2012 tentang pengadaan tanah untuk kepentingan umum yang biasa dikenal dengan UU TP. Dalam pasal 1 angka 2 menyatakan pengadaan tanah untuk kepentingan umum dilakukan dengan cara memberikan ganti rugi yang layak dan adil kepada pihak yang berhak. Sedangkan defenisi kepentingan umum diatur dalam pasal 1 angka 6 disebutkan sebagai kepentingan bangsa, Negara dan masyarakat yang harsu diwujudkan oleh pemerintah dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Dalam undang-undang ini pengadaan tanah untuk kepentingan umum hanya 18 objek kegiatan selain dari pada itu tidak masuk dalam pengadaan tanah maka dilakukan berdasarkan konsep jual beli dan tidak bisa berdasarkan mekanisme UU PT.
Dari pasal ini proyek bendungan bener adalah salah satu kategori dalam pengadan tanah untuk kepentingan umum yang diatur dalam Pasal 10 huruf C. proyek ini membutuhkan batuan penunjang sebagai fondasi dasar. Maka pemerintah provisi jawah tengah menetapkan desa wadas sebagai lokasi pertambangan batu andesit melalui dengan Surat Keputusan Nomor 590/20 Tahun 2021 yakni adalah Tentang Pembaruan atas Penetapan Lokasi Pengadaan Tanah untuk Pembangunan Bendungan Bener di Purworejo. Regulasi dini nilai bertentangan dan tidak mempertimbangankan nilai sosial dan religius.
Penetapan wadsa sebagai lokasi penambangan dan penunjang proyak strategi nasional yakni bendungan memunculkan satu masalah bagi yakni adalah mengenai pengadan tanah untuk kepentingan umum. Dalam UU No. 2 tahun 2012 yang terdiri dari 18 objek kegiatan. pertambangan tidak masuk dalam 18 objek kegiatan maka dari sini dinilai proyek pertambangan batu andesit cacat secara administrasi dan juga secara regulasi. Apabila pemerintah tetap melanjutkan proyek ini maka pemerintah sendiri telah menyalahi atutan perundang-undangan.
Ancama bagi kegiatan pertambangan batu andesit di desa wadas.
Pertambangan batu andesit yang berlokasi didesa wadas tersebut adalah tambang quarry atau penambangan terbuka yang akan dikeruk habis dengan rencana operasi selama 30 bulan (dikutip dari Kompas.com, 10/02/2022). Penambangan tersebut dilakukan dengan cara dibor, dikeruk, dan ledakan dengan 5.300 ton dinamit atau 5.280.210 kilogram dengan kedalaman 40 meter. Penambangan ini dilakukan untuk mendapatkan pasokan material batu andesit sebenyak 15,5 juta meter kubik.
Ancama yang didapatkan dari pemambangan ini adalah kerusakan lingkungan dan berpengaruh pada kesehatan masyakat. Tidak hanya itu kerusakan alam begitu besar terjadi akibat dari penambangan ini karena dilakukan pengupasan pada permukaan tanah saat dilakukan pertambangan. Hutan dan pepohonan dilokasi tersebut akan babat habis sehingga dapat memicu baru.
Desa wadas iayalah wilayah kering sementara didesa wadas juga tersebut mendapat aliran air dari sungai dan perbukitan yang sekarang menjadi objek pertambangan. Maka penambangan ini akan merusak dan menghilangkan sumber air yang akan dibutuhkan untuk munum menyiraman tanaman dll.
Sementara jalur dari pemambangan tersebut ke desa Guntur sebagai tempat pembangunan bendungan benar akan melewati pemukiman warga dengan jarak 500 kilo meter. Dengan melewati pemukiman warga ini maka debu yang akan dibawah oleh kendaraan meyebabkan penurunan kesehatan khususnya pada pernapasan.
Suma’mur, 2013 dalam (Abiding Azham Umar, 2021) mengatakan efek dari debu yang terpapar ke masyarakat tersebut membuat tidak nyaman, terganggu, bahkan dapat menimbulkan efek lain. Debu dengan berukuran kurang dari 1 µ dapat dapat masuk kedalam alveolus sehingga menimbulkan gangguan pernapasan. mengutip (Slamet dan Kamilla, 2017) Mengatakan hal yang sama bahwa ketika debu tersebut telah masuk kedalam paru-paru hingga ke alveolus maka akan mengakibatkan kadar oksigen menurun dan juga kapasitas kerja paru-parru ikut menurun.
Hilangnya mata pencaharian
Dari paparan diatas wadas adalah desa yang cukup kaya dengan sumber daya dimiliki yang mampu mengdidupkan keluarga atau masyarakatnya. Mata pencaharian masyarakat wadas adalah pertanian seperti dengan penghasilan produksi dari kayu keras, pisang cengkeh petai, kemukus, cabai, kapulanga, karet, kelapa, akasia, mahoni hingga aren sangat cukup bagi mereka untuk kebutuhan hidup menyekolahkan anak-anak dan kebutuhan lainnya. Ketika pertambangan batu andesit dan mengeruk habis perbukitan tersebut maka bisa dipastikan kelimpahan kekayaan dan pendapatan ini akan hilang sekejap.
Pemerintah harus bertanggung jawab atas permasalahan yang terjadi di desa wadas ini apalagi masalah ini lahir dari proyek stategis nasional dari pemerintah. Katika proyak ini dipaksakan maka kemiskin akan terjadi lahir secara structural (pemerintah). Kerugian seperti tanah harus dibayar dengan harga yang setimpal tidak hanya ganti rugi tanah, tapi apa yang tumbuh diatas tanah tersebut juga harus dibayar karena dari sana sumber kehidupan mereka. Selain itu untuk menjamin stabilitas ekonomi dan hidup mereka pemerintah juga memberikan ganti rugi berupa tanah sebagai pengganti tanah garapannya. Dengan tanah tersebut masyarakat dapat berproduksi dan menggantungkan hidup. program penunjanganya seperti pendidikan, koperasi, bantuan keuangan, pasar, alat produksi juga harus disediakan sehingga dapat mencegah kemiskina di pedesaan yang sesuai dengan amanat Undang-Undang Pokok Agrari (UUPA No. 5 tahun 1960).
Wadas adalah salah satu desa yang berada di kecamatan bener, kabupaten purorejo, provinsi jawah tenggah. Desa pada tahun 2021 wadas seluas 4,06 kilometer (KM) persegi angka tersebut hanya sebesar 4,32% dari luas kecamatan benter yang sebesar 94,03 km persegi (Badan Pusat Statistik, 2021). Sedangkan jumlah penduduk yang dirilis oleh Direktorat jenral kependudukan dan pencatatan sipil (Dukcapil) mencatat desa wadas terdapat 1.519 jiwa dengan jumlah pendudukan laki-laki sebesar 771 jiwa sedangkan perempuan 748 jiwa dengan klasifikasi belum kawin sebesar 655 jiwa, kawin 766 jiwa, cerai hidup 24 jiwa dan cerai mati 74 jiwa.
Selain itu desa wadas juga dikenal dengan salah satu desa dengan pengelolaan masyarakat yang baik. Hal ini dapat dibuktikan dengan capaian desa pertama yang melunasi pajak bumi dan bangunan (PBB) pada tahun 2017 dan hamper siswa siswi SDnya memiliki prestasi yang menerima beasiswa dari pemerintah kabupaten Purworejo.
Menurut catatan walhi profil wadas adalah tanah surge dengan kawasan yang memiliki kekayaan yang melimpah. Hal ini sesuai dengan peraturan daerah (PERDA) Purworejo No. 27 tahun 2011 tentang rencana tata ruang wilayah (RTRW) menetapkan desa wadas adalah sebagai kawasan perkebunan. Komoditas dari desa wadas sangat melimpah dengan mencapai Rp 8,5 Miliar pertahun. Angka pendapatan ini diperolah dari hasil komoditas kayu keras Rp5,1 miliar/5 tahun, pisang Rp202,1 juta/tahun, cengkeh Rp64,4 juta/tahun, petai Rp241,3 juta/tahun, kemukus Rp1,35 miliar/tahun, cabai Rp75,6 juta/bulan, kapulanga Rp156 juta/bulan, karet Rp131,8 juta/hari, kelapa Rp707/bulan,akasia Rp45,7 juta/tahun, mahoni Rp1,56 miliar/5 tahun hingga aren 2,6 miliar/hari.
Dari data diatas menunjukan kekayaan alam desa wadas begitu sangat melimpah yang mampu menghidupi masyarakat setempat. Mata pencaharian petani ini mampu meghidupi keluarga dan pendidikan anak-anak bahkan menyumbangkan pendapatan Negara lewat pajak bumi dan banguna tersebut. Dengan jumlah pendapatan dari masyarakat tersebut menunjukan bahwa warga wadas tidak membutuhkan adanya mata pencaharian lain seperti tambang batu andesit yang sekarang menjadi polemik. Dengan geografis dan mata pencaharian petani bertolak belakang dengan pertambangan hal ini akan menimbulkan konflik yang berakibat adalah hilanya mata pencaharian dan kemiskina terhadap masyarakat wadas tersebut.
Masuknya pertambangan yang menghancurkan segalanya.
Konflik agrarian adalah hubungan dengan sumber-sumper kekayaan alam yang ada diatas tanah. Hal ini dapat terjadi karena adanya perebutan dan penguasaan yang timpang sehingga memunculkan ledakan konflik. Tanah adalah sumber penghidupan yang diatasnya dapat tumbuh segala macama yang mampu menghidupi manusia. maka tanah adalah soal hidup dan penghidupan. Perebutan tanah bebarti perebutan makanan, perebutan pegangan hidup sehingga orang akan rela menumpahkan darah dan mengorbankan segalanya hanya demi mempertahankan kehidupan selanjutnya (KPA, 2021).
Notanegoro mejelaskan relasi tanah terhadap kehidupan perorangan maupun masyarakat sebagai hubungan yang bersifat kedwitunggalan dan juga tidak dapat dipisahkan. Hal ini sejalan dengan pandangan salah seorang pakar agrarian Indonesia, Gunawan Wiradi menjelaskan persoalan tanah juga dapat membangaun pandangan hidup yang memberi arah pada proses kemasyarakatan yang bertolak dari hubungan dialektika kesadaran manusia dengan tanahnya.
konflik agrarian di desa wadas yang berakar pada pembangunan bendungan bener sebagai salah satu proyak strategis nasional (PSN). Proyek bendungan ini untuk menunjang infra struktur bandara YIA yang membutuhkan suplai air, pasokan air untuk perhotelan dan juga pengairan saluran irigasi. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah menggunakan regulasi untuk menujang proyak ini adalah UU No, 2 tahun 2012 tentang pengadaan tanah untuk kepentingan umum yang biasa dikenal dengan UU TP. Dalam pasal 1 angka 2 menyatakan pengadaan tanah untuk kepentingan umum dilakukan dengan cara memberikan ganti rugi yang layak dan adil kepada pihak yang berhak. Sedangkan defenisi kepentingan umum diatur dalam pasal 1 angka 6 disebutkan sebagai kepentingan bangsa, Negara dan masyarakat yang harsu diwujudkan oleh pemerintah dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Dalam undang-undang ini pengadaan tanah untuk kepentingan umum hanya 18 objek kegiatan selain dari pada itu tidak masuk dalam pengadaan tanah maka dilakukan berdasarkan konsep jual beli dan tidak bisa berdasarkan mekanisme UU PT.
Dari pasal ini proyek bendungan bener adalah salah satu kategori dalam pengadan tanah untuk kepentingan umum yang diatur dalam Pasal 10 huruf C. proyek ini membutuhkan batuan penunjang sebagai fondasi dasar. Maka pemerintah provisi jawah tengah menetapkan desa wadas sebagai lokasi pertambangan batu andesit melalui dengan Surat Keputusan Nomor 590/20 Tahun 2021 yakni adalah Tentang Pembaruan atas Penetapan Lokasi Pengadaan Tanah untuk Pembangunan Bendungan Bener di Purworejo. Regulasi dini nilai bertentangan dan tidak mempertimbangankan nilai sosial dan religius.
Penetapan wadsa sebagai lokasi penambangan dan penunjang proyak strategi nasional yakni bendungan memunculkan satu masalah bagi yakni adalah mengenai pengadan tanah untuk kepentingan umum. Dalam UU No. 2 tahun 2012 yang terdiri dari 18 objek kegiatan. pertambangan tidak masuk dalam 18 objek kegiatan maka dari sini dinilai proyek pertambangan batu andesit cacat secara administrasi dan juga secara regulasi. Apabila pemerintah tetap melanjutkan proyek ini maka pemerintah sendiri telah menyalahi atutan perundang-undangan.
Ancama bagi kegiatan pertambangan batu andesit di desa wadas.
Pertambangan batu andesit yang berlokasi didesa wadas tersebut adalah tambang quarry atau penambangan terbuka yang akan dikeruk habis dengan rencana operasi selama 30 bulan (dikutip dari Kompas.com, 10/02/2022). Penambangan tersebut dilakukan dengan cara dibor, dikeruk, dan ledakan dengan 5.300 ton dinamit atau 5.280.210 kilogram dengan kedalaman 40 meter. Penambangan ini dilakukan untuk mendapatkan pasokan material batu andesit sebenyak 15,5 juta meter kubik.
Ancama yang didapatkan dari pemambangan ini adalah kerusakan lingkungan dan berpengaruh pada kesehatan masyakat. Tidak hanya itu kerusakan alam begitu besar terjadi akibat dari penambangan ini karena dilakukan pengupasan pada permukaan tanah saat dilakukan pertambangan. Hutan dan pepohonan dilokasi tersebut akan babat habis sehingga dapat memicu baru.
Desa wadas iayalah wilayah kering sementara didesa wadas juga tersebut mendapat aliran air dari sungai dan perbukitan yang sekarang menjadi objek pertambangan. Maka penambangan ini akan merusak dan menghilangkan sumber air yang akan dibutuhkan untuk munum menyiraman tanaman dll.
Sementara jalur dari pemambangan tersebut ke desa Guntur sebagai tempat pembangunan bendungan benar akan melewati pemukiman warga dengan jarak 500 kilo meter. Dengan melewati pemukiman warga ini maka debu yang akan dibawah oleh kendaraan meyebabkan penurunan kesehatan khususnya pada pernapasan.
Suma’mur, 2013 dalam (Abiding Azham Umar, 2021) mengatakan efek dari debu yang terpapar ke masyarakat tersebut membuat tidak nyaman, terganggu, bahkan dapat menimbulkan efek lain. Debu dengan berukuran kurang dari 1 µ dapat dapat masuk kedalam alveolus sehingga menimbulkan gangguan pernapasan. mengutip (Slamet dan Kamilla, 2017) Mengatakan hal yang sama bahwa ketika debu tersebut telah masuk kedalam paru-paru hingga ke alveolus maka akan mengakibatkan kadar oksigen menurun dan juga kapasitas kerja paru-parru ikut menurun.
Hilangnya mata pencaharian
Dari paparan diatas wadas adalah desa yang cukup kaya dengan sumber daya dimiliki yang mampu mengdidupkan keluarga atau masyarakatnya. Mata pencaharian masyarakat wadas adalah pertanian seperti dengan penghasilan produksi dari kayu keras, pisang cengkeh petai, kemukus, cabai, kapulanga, karet, kelapa, akasia, mahoni hingga aren sangat cukup bagi mereka untuk kebutuhan hidup menyekolahkan anak-anak dan kebutuhan lainnya. Ketika pertambangan batu andesit dan mengeruk habis perbukitan tersebut maka bisa dipastikan kelimpahan kekayaan dan pendapatan ini akan hilang sekejap.
Pemerintah harus bertanggung jawab atas permasalahan yang terjadi di desa wadas ini apalagi masalah ini lahir dari proyek stategis nasional dari pemerintah. Katika proyak ini dipaksakan maka kemiskin akan terjadi lahir secara structural (pemerintah). Kerugian seperti tanah harus dibayar dengan harga yang setimpal tidak hanya ganti rugi tanah, tapi apa yang tumbuh diatas tanah tersebut juga harus dibayar karena dari sana sumber kehidupan mereka. Selain itu untuk menjamin stabilitas ekonomi dan hidup mereka pemerintah juga memberikan ganti rugi berupa tanah sebagai pengganti tanah garapannya. Dengan tanah tersebut masyarakat dapat berproduksi dan menggantungkan hidup. program penunjanganya seperti pendidikan, koperasi, bantuan keuangan, pasar, alat produksi juga harus disediakan sehingga dapat mencegah kemiskina di pedesaan yang sesuai dengan amanat Undang-Undang Pokok Agrari (UUPA No. 5 tahun 1960).
Refrensi
Abiding Azham Umar dkk, 2021. Analisis Resiko Kesehatan Pararan Debu Terhadap Fungsi Paru Pada Pekerja Di Home Indutry C-MAX. Jurnal Sains dan Teknologi Lingkungan. Vol 13, No. 1 Januari 2021. Hal 34-39.
Sukadji Sarbi, 2017. Kerusakan Hutan Dan Lingkuangan Hidup Dari Pembanganunan Dan Pertumbuhan Penduduk (Studi Kasus Di Kabupaten Polewali Mandar). Jurnal Pendidikan Peratudzu. Vol.13 No. 2 November 2017.
Sibuea Haris Y.P, 2022. Konflik Agraria di desa Wads: Pertimbangan Solusi. Info singkat. Vol XIV. No 2,II/Puslit/ Fembruari 2022.
Kartika Dewi, Mulana Roni S. M, Rahayu. D. R, 2021. Pragmatisme Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan. Umum. Jakarta : KPA.
Lembaga Daerah Kabupaten Purworejo, 2011. Peraturan Daerah Kabupaten Purworejo Nomor 27 Tahun 2011.
Sukadji Sarbi, 2017. Kerusakan Hutan Dan Lingkuangan Hidup Dari Pembanganunan Dan Pertumbuhan Penduduk (Studi Kasus Di Kabupaten Polewali Mandar). Jurnal Pendidikan Peratudzu. Vol.13 No. 2 November 2017.
Sibuea Haris Y.P, 2022. Konflik Agraria di desa Wads: Pertimbangan Solusi. Info singkat. Vol XIV. No 2,II/Puslit/ Fembruari 2022.
Kartika Dewi, Mulana Roni S. M, Rahayu. D. R, 2021. Pragmatisme Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan. Umum. Jakarta : KPA.
Lembaga Daerah Kabupaten Purworejo, 2011. Peraturan Daerah Kabupaten Purworejo Nomor 27 Tahun 2011.
0 Comments