Ketimpangan Penguasaan Tanah, Konflik Struktural Hingga Pada Pemanasan Global.

 

M. Nuzul Rusli

2019011051

Psikologi Lingkungan.

UTS


Indonesia adalah negara agraris yang kaya akan sumber daya alamnya. Diamping itu indenesia adalah negara kepulawan yang memiliki yang menyebakan kekayan laut cukup melimpah sedangkan di daratan kaya akan dengan kesuburan tanah, hutan dll. Semua kekayan yang tersedia ini telah diatur dalam konstitusi yakni adalah Undang Undang Dasar Republik Indonesia 1945 yang tertuang dalam pasal 33 ayat (3)“Bumi, air dan udara dan kekayaan alam terkandung didalanya dikuasai oleh negara dan diperuntukan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat”. Negara lewat UUD menjamin akan melindungi sumber daya alam dari kepentingan individu dan monopoli sekelompok orang bahwa sumber daya alam adalah untuk kemakmuran keseluruhan.

Tidak berhenti pada UUD 1945 dalam mengatur Sumber daya alam agar tidak hanya terjarah oleh individu atau segolongan orang. Undang Undang Pokok Agraria pun lahir sebagai undang undang yang merakyat dalam mengatur persoalan tanah. Tanah adalah soal hidup dan penghidupan karena diatas tanah dapat hiduplah tetumbuhan, terbangunya peternakan, perkebunan dll. Maka perebuatn atas tanah adalah perebukan makanan dan kehidupan maka tidak bisa disangkal orang rela berkorban bahkan nyawa menjadi taruhan hanya untuk mempertahankan kepemilikan tanah. Tanah memiliki fungsi sosial karena diatas tanah itu manusia membangun hubungan ditinya dengan ala kerka dan membangun hubungan dirinya dengan sesama manusia. Tanah digunakan untuk bercocok tanam bukan untuk diperjual belikan.

ketimpangan sosal tersebut  terjadi karena ketimpangan atas penguasaan atas tanah. Jumlah orang yang secara minorits yang menguasai tanah dengan luas jutaan hektar maka sudah tentu kesenjangan sosial seperti kemiskinan, kelaparan, pengangguran, masalah pendidikan adalah anak kandung dari ketimpangan penguasaan tanah dan sistem sosial tersebut. Merujuk pada UUPA 1960 tanah selain memiliki fungsi sosial harus diperuntukan kepada rakyat yang benar-benar menggarapnya dalam hal ini adalah petani tak bertanah (Land Reform). Namun pada hari ini berbeda. Sejumlah orang menguasai tanah begitu besar, pelemahan UUPA lewat penyusunan omnibus law yang mengatur terkait dengan UU Cipta kerja  hal ini semakin menambah angka konflik agraria tersebut.

Data yang dirilis oleh KPA dimana terdapat 1% korporasi menguasai sebanyak 68% tanah dan sebalinya 15,8 juta tumah tangga petani penguasaanya hanya seluas 0,5 ha. Sektor perkebunan ada sejumlah 25 grup perusahaan yang menguasai seluas tanah 16,3 juta hektar, disektor kehutanan terdepat seluas 30,7 juta ha yang dikuasasi oleh 500 perusahaan, sedangkan pertambangan yang makin bertambah dengan penguasaan tenag seluas 37 juta ha. Penguasaan atas tenah yang begitu besar ini meletuskan konflik agraria  yang sampai sekarang tidak pernah terselesaikan. Dan konflik agraria tersebut menyumbang kerusakan atas alam begitu besar. Misalnya pertambangan, perkebunan kelapa sawit meberikan pencemaran lingkungan begitu tinggi. Dampak dari alih fungsi hutan untuk perkebunan sawit misalnya adalah punahnya habitat flora dan fauna, meningkatnya emisi karbon, serta terjadinya peningkatan lahan hutan gambut.  Selain itu kelapa sawit tidak ramah terhadap lingkungan membuat tumbuhan sekita akan mati. Pembakaran setelah penebangan ini secara otomatis meningkatkan emisi karbon sehingga semakin meningkatlah efek gas rumah hingga berakibat buruk terjadinya pemansan global dan perubahan pola iklim, maka tidak heran jika sekarang tidak secara jelas perubahan iklimnya yang seharusnya musim kemarau ternyata masih musim hujan begitupun sebaliknya.   

Masukan saya adalah masyarakat indonesai beralih pada usaha-usaha ekonomi yang ramah terhadap lingkungan. Dunia telah pada tahap energi industri yang terbarukan sementara indonesia masih saja pada tahap industri yang tidak ramah lingkungan dan diperoleh dari hasil eksploitasi alam. Oleh karena itu perlu perhatian serius dari pemerintah dan juga masyarakat untuk bisa mendoronga keinginan dan tuntutan tersebut.  serta penataan baru atas struktur agraria sehingga tidak lagi ada yang mendominasi satu sama lain. 

 

Sumber :

Catatan akhir KPA tahun 2019.

Kartika Dewi, Maulana Roni S. M, Rahayu. D. R, 2021. Pragmatisme Tanah Untuk Kepentingan Umum. Jakarta: KPA.

Wiradi Gunawan, 2009. Reforma Agraria: Perjalan Yang Belum Berakhir. Bandung : Pustaka Pelajar.  


0 Comments