STIGMA KESETARAAN DI MATA HUKUM

 Tulisan Untuk Ujian Tengah Semester Psikologi Sosial 2 

Dosen Pengampu : Arundati Shinta

Oleh : Jalu Wahyu Thariq Priyambodo

NIM : 2021011097

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SARJANAWIYATA TAMANSISWA

YOGYAKARTA



Pada dasarnya manusia merupakan makhluk sosial yang memiliki jiwa, cipta, rasa, dan karsa. Dalam kehidupan yang mendasari sifat jiwa sosial yang tinggi, rasa kemanusiaan, dan setiap manusia dilahirkan setara. Latar belakang ekonomi, pendidikan, status sosial, hakikatnya tidak ada perbedaan yang mendasar dalam membentuk keragaman namun tidak dipungkiri bahwa adanya faktor kesetaraan mendapat dampak yang signifikan, bahkan kita dapat menuntun keadilan.

Dalam moralitas yang dijunjung tinggi kita sebagai orang dengan didasari Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia juga mengenai penghargaan terhadap HAM yang menyatakan “setiap orang diakui sebagai manusia pribadi, oleh karena itu berhak memperoleh perlakuan serta perlindungan yang sama sesuai dengan martabat kemanusiaan di depan hukum. Setiap orang berhak mendapat bantuan dan perlindungan yang adil dari pengadilan yang objektif dan tidak berpihak”. Menerapkan menjaga hak-hak dengan mengedapkan asas-asas dalam KUHAP yang paling pokok dalam proses peradilan pidana adalah asas praduga tak bersalah (presumption of innoncence) (Nurhasan, Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi, 2017 : 206)

Berkaitan dengan sikap mentolerir kesetaraan, norma-norma yang berlaku dalam masyarakat luas pun akan berkembang seiring perkembangan dengan terwujudnya lembaga-lembaga. Nilai sosiologis dengan konsep diri. Adanya asas kebebasan dalam dengan diimbangi dukungan adanya bukti sebagai salah satu orang yang tidak bersalah, terdapat unsur objek dan subjek yang dominan. Salah satu sarana adanya penegakan hukum startegi dengan menagdakan persidangan dalam memecahkan masalah. Jika diibaratkan 10 anggota, saya menjadi salah satu yang mengetahui kebenarannya maka dapat juga kedudukan atas keyakinan di mata hukum tidak mengadakan perbedaan perlakukan bahwa didepan kedudukan semua orang sama dan diperlakukan sama.  

Stigma yang mendasar dapat simpulkan adanya bukti bersalah atau tidak, tampak mempunyai kebebasan menentukan pilihan, namun sebagai manusia yang memanusiakan manusia tak dipungkiri rasa kepedulian, empati muncul adanya rasa kemanusiaan. Kemungkinan besar orang yang tidak bersalah mendapat esensi moral, pandangan orang lain untuk menilai diri. Saya kira ada cela aparat penegak hukum tidak bisa berbuat banyak, dan setiap orang tidak boleh menuduh seseorang bersalah atu tidak bersalah secara sembarangan. Sebab kandungan Hak Asasi Manusia yang membuat manusia tidak tertindas secara sewenang-wenang.

Strategi dengan stigma sikap yang patut diterapkan jika orang yang memang tidak bersalah sebagai manusia yang baik harus bersikap adil. Jika memang tidak bersalah harus tegas dalam mengambil keputusan agar tidak ada kesalahpahaman yang mengakibatkan kesalahan dan keliruan dalam anggota kelompok. Menjadikan pribadi yang jujur. Kalimat sederhana namun menjadi dasar atau patokan kita dalam menjadi salah satu anggota, serta tidak menyepelekan hal atau masalah kecil karena juga dibiarkan akan menjadi masalah besar.  

Dalam kehidupan sehari-hari ada saja perbuatan orang lain yang tidak berkenan bahkan menyakitkan hati kita. Bila kita menyimpannya dalam hati, rasa sakit itu ternyata menimbulkan berbagai dampak fisik dan psikologis. Sakit hati dapat membahayakan bagi kesehatan manusia, Hati yang dipenuhi energi negatif, akan mengarahkan individu untuk berkata-kata yang destruktif, pengungkapan kemarahan di depan publik, maupun hujatan. Menyakinkan orang bahwa orang tersebut memang tidak bersalah dengan anggota kelompok lainnya untuk berdiskusi terlebih dahulu, dengan mengajukan pertanyaan terbuka agar membangun hubungan yang solid dan tertentu. Walau keputusannya belum diterima setidaknya adanya rasa kebersamaan antar antar kelompok dan menjadikan pribadi yang mengutamakan orang lain. Dari kasus ini menjadikan bahwa kita tidak boleh mengambil keputusan tanpa mengetahui adanya bukti-bukti.


DAFTAR PUSTAKA

Preayogi, G. A., Yuliartini, N. P. R., & Mangku, D. G. S. (2021). Pengaturan Asas Praduga Tak Bersalah terhadap Tersangka Tindak Pidana Kesusilaan dalam Pemberitaan Media Massa. Jurnal Komunitas Yustisia4(2), 658-667.

 

 

0 Comments