MENJADI MANUSIA YANG MANUSIAWI, YANG TIDAK HANYA SEKEDAR MEMANUSIAKAN MANUSIA TETAPI JUGA MEMANUSIAKAN YANG HAYATI
Psikologi Lingkungan Paralel
Semester : Genap 2021/2022
Essay 1
Achmad Choirudin
2018011153
Fakultas Psikologi Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa
Yogyakarta
Sebagai insan yang memiliki kesempatan untuk menempuh pendidikan secara formal yang seringkali tercitrakan sebagai individu individu intelektual, apakah kita sudah benar-benar mencapai titik intelektual tersebut ? apabila sudah, apa yang menjadi tolak ukur label individu yang intelektual tersebut ? lalu apakah prestisitas keintelektualan tersebut juga selaras dibarengi dengan kesadaran? Kesadaran atas kontribusi sebagai wujud perhatian terhadap lingkungan, kesadaran yang untuk merawat dan memberdayakan dan juga kesadaran untuk menjadi insan yang menjaga keseimbangan ekosistem alam sekitar. Tentunya pertanyaan-pertanyaan tersebut tidak lain dan tidak bukan lahir dari keresahan pribadi. Keresahan ketika dimana diri ini dihadapkan pada suatu fenomena yang paradoks, distruksi dan pengeksploitasian yang massif terhadap alam dan lingkungan hidup kita. Yang kita tahu manusia selaku insan yang dibekali alam pikiran sebagai pengkalkulasian terhadap kehendak, justru berperilaku merusak, mengeksploitasi alam dan ekosistemnya secara signifikan. Sungguh realita yang cukup kontras dengan label manusia sebagai makhluk yang berpikir terstruktur, berkehendak secara terukur.
Bebearapa dasawarsa ini kita dihadapkan dengan berbagai fenomema alam yang berdampak pada lingkungan hidup kita. Perubahan iklim yang mengkhawatirkan, bencana alam yang tidak sedikit memakan korban dan kesadaran terhadap hal-hal tersebut masih bias oleh ego dan keserakahan. Hal itu nampaknya menjadi urgensi kita akhir-akhir ini, urgensi untuk menempuh kesadaran-kesadaran terhadap lingkungan hidup yang kita tinggali saat ini. Urgensi bagaiman kita selarasnya menjadi manusia yang manusiawi, yang tidak hanya sekedar memanusiakan manusia tetapi juga memanusiakan yang hayati.
Dikutip dari artikel pada Perpustakaan Kementrian Lingkungan Hidup dijelaskan bahwa sumber daya hayati dari kekayaan kehidupan ini mendukung kehidupan manusia dan memperkaya aspirasi serta memungkinkan manusia untuk beradaptasi dengan peningkatan kebutuhan hidupnya serta perubahan lingkungan. Sumber daya hayati memiliki peran yang sangat besar pada keberlangsungan hidup umat manusia. Jadi dengan hal tersebut sudah selayaknya kita sebagai manusia yang ternyata sangat berketergantungan dengan sumber daya hayati, mulai memiliki kesadaran untuk memperhatikan, merawat dan melestarikan sumber daya hayati tersebut untuk keberlangsungan hidup yang seimbang.
Bila kita mengkaji teori yang populis dari salah satu tokoh sentral psikologi dan bapak psikoanalisis Sigmund Freud, dijelaskan bahwa kepribadian seseorang terdiri dari tiga komponen. Komponen-komponen tersebut yang membentuk perilaku manusia yaitu id, ego dan super-ego. Id sebagai dasar kesenangan atau kebutuhan manusia yang dibawa sejak lahir, sedangkan ego adalah komponen kepribadian yang bertanggung jawab untuk berkehendak secara realistis. Ego bekerja berdasarkan prinsip realitas, yang berusaha memuaskan keinginan id dengan cara-cara realistis dan sesuai dengan kondisi sosial. Sedangkan komponen yang terakhir ialah super-ego, dimana pada super-ego ini berperan sebagai wadah kesadaran dalam menampung semua standart internalisasi moral dan cita-cita dari orang tua dan masyrakat, yang pada hal ini terimplikasi menjadi sebuah bentuk norma – benar atau salah. Sehingga dari konsep kepribadian yang dicetuskan oleh Sigmund Freud lahirlah standarisasi mengenai kesehatan mental seseorang, dimana dalam diagnosis pribadi yang sehat secara mental ialah pribadi yang memiliki kesadaran akan kebutuhan dan kesenangannya sesuai konteks waktu dan tempat. Dalam artian pribadi yang sehat mental ialah pribadi yang bisa menempatkan antara kebutuhan yang sifatnya secara personal dan kebutuhan yang melibatkan tanggung jawab moral, yang dimana pada konteks ini menekankan pada kehendak atau aktivitas-aktivitas bermanfaat secara sosial dan pemberdayaan untuk kelestarian, bukan hanya semata-mata mengilhami dorongan kesenagan personal yang pada aspek secara luas berpotensi mendistruksi atau merusak sekitar.
0 Comments