LAGI-LAGI SAMPAH

Ujian Akhir Psikologi Lingkungan

Dosen Pengampu: Arundati Shinta

Nama: Ridwan Djailan

Nim: 2015011066

Kelas Paralel

 

“sampah? Saya sudah letakkan di dalam karung dan saya letakkan didepan rumah, tapi belum juga diangkut. Sudah hampir seminggu, tapi belum juga di angkut oleh BLH!”

ucap seorang ibu dengan nada emosi.

Itu hanyalah sepenggal komentar dari seorang ibu rumah tangga yang kegiatannya tidak lepas dari sampah. Ia tidak menciptakan sampah melainkan menghasilkan sampah. Sampah tersebut hadir ketika ia mulai mengenal makanan dan minuman kemasan atau industry. Ia menggunakan makanan dan minuman kemasan tersebut juga karena tuntutan waktu dan aktivitas, sebab bagi ia makanan dan minuman kemasan tersebut bisa cepat didapatkan, sehingga ia menghemat dapat waktu dan dapat melakukan aktivitas lain. Hal yang mana sulit dilakukan sebelum menggunakan produk measan.

Berbicara tentang sampah berarti kita berbicara tentang kehidupan dan penghidupan manusia. Kegiatan manusia sehari-hari tidak lepas dari menghasilkan sampah. Yang membedakan hanyalah jenis sampah yang dihasilkan saja, ada sampah yang dari industry (kemasan), ada juga sampah alami. Di daerah tempat saya tinggal, sampah plastic masih menjadi hal yang lumrah bagi masyarakat. Tempat pembuangannya pun demikian, sampah dibuang ke sungai dan di laut. Persoalan tersebut menjadi biasa, salah satunya disebabkan oleh wilayah masyarakat tersebut bukanlah daerah industry atau perekonomian, yang mana ini menjadi salah satu penyumbang sampah terbesar.

Perspektif kognitif dalam kaitannya dengan perilaku menyampah, perlu disadari bahwa pengetahuan dan pengalaman yang berbeda terkait dengan sampah, akan menghasilkan persepsi yang berbeda di antara individu-individu, yang selanjutnya akan menghasilkan sikap dan perilaku yang berbeda terhadap sampah. Untuk itu, dalam pendekatan kognitif, hal yang terpenting dalam mengubah sikap dan perilaku menyampah adalah mengubah persepsi individu tentang sampah (Marselius S. Tondok, 2008). Persepsi individu sangat ditekankan oleh Marselius S. Tondok  dalam mengubah perilaku menyampah. Persepsi positif yang terbangun akan mempengaruhi tiap tindakan individu yang berkaitan dengan sampah. Sehingga individu bertindak bukan karena lagi adanya perintah dari orang lain, melainkan ada kesadaran kognitifnya sendiri.

Hal yang harusnya ada dalam pikiran semua pihak adalah bahwa aturan yang dibuat, entah itu ketat atau tidak, bukanlah alasan yang menjadi dasar semua orang untuk menyampah (dalam artian menjadi orang yang peduli dengan sampah). Sebab menyampah itu hadir dalam bentuk kesadaran kita dalam bertindak dan berekspresi.

Pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah. Dijelaskan dengan panjang lebar, mulai dari definsi sampah, tugas dan wewenang, hak dan kewajiban, pengelolaan sampah sampai pada sanksi-sanksi. Tapi, apakah itu efektif dan manjur dalam hal sampah? Nyatanya tidak efektif dan tidak menjawab persoalan yang terjadi di lingkungan masyarakat.

Dalam buku “Memuliakan Sampah: konsep dan aplikasinya di dunia pendidikan dan di masyarakat”, yang disunting Arundati Shinta, secara garis besar berfokus pada pengelolaan sampah. Artinya tumpukan sampah itu mau dijadikan apa?, pertanyaan itu dijawab dengan lugas. contoh barang yang bisa digunakan kembali meskipun dengan fungsi yang berbeda adalah botol plastic minuman kemasan. Dalam penelitian ini, botol minuman difungsikan kembali menjadi pot tanaman. Namun pengelolaan sampah tersebut masih terfokus pada sampah yang telah ada di masyarakat, belum menjangkau pada pengalihan penggunaan barang yang nantinya akan jadi sampah. Maksudnya barang yang digunakan itu bisa diurai oleh alam dengan cepat tanpa proses yang lama bahkan bertahun-tahun.

Sampah sampai sekarang telah menjadi momok yang menakutkan bagi aktivitas manusia, hewan dan tumbuhan (lingkungan-alam). Dasar klaim tersebut adalah barang-barang yang menjadi sampah tidak lagi berharga atau tidak mempunyai nilai lagi. Inilah yang menjadi salah satu alasan menumpuknya sampah di tempat sampah atau bertebaran di segala tempat.

Berbagai aturan ataupun upaya penyediaan tempat sampah yang dibuat oleh pemerintah, tidak mampu menanggulangi sampah berserakan yang dibuang oleh masyarakat. Kebiasaan membuang sampah sembarangan tentu dapat kita ubah dengan memperkuat rasa kepedulian terhadap lingkungan dan bertekad pada diri sendiri untuk melakukan perubahan agar tidak membuang sampah sembarangan karena hal tersebut akan merugikan diri sendiri.

Maka dari itu bangun kesadaran ekologis yang berbarengan dengan aturan ketat dari pemerintah, selain itu juga ciptakan pengalihan penggunaan barang. Misalnya alihkan penggunaan bahan plastic dengan bahan yang ramah lingkungan.

Akhirnya, sampah hanya sekedar sampah. Ketika ia telah dikelola dengan baikpun pada akhirnya sampah tetaplah sampah. Ia hanya berganti rupa  dan bentuk tapi esensinya tetap sama.

“sampah lagi, sampah lagi”

 

DAFTAR PUSTAKA

Shinta, A. (Editor) (2019). Memuliakan sampah: Konsep dan aplikasinya di dunia pendidikan dan masyarakat. Yogyakarta: Deepublish.

https://www.researchgate.net/publication/350466459_Memuliakan_Sampah_Konsep_dan_Aplikasinya_di_Dunia_Pendidikan_dan_di_Masyarakat

Shinta, A., Daihani, D.U. & Patimah, A.S. (2019). Friendly environment waste management based on community empowerment as the basis of the health national resilience. Proceeding Optimizing Public Health for Sustainable Global Prosperity Through Innovative Collaboration. 4th International Symposium of Public Health. Griffith University, Gold Coast Campus, Queensland, Australia, October 29th-30th, pp. 6-11.

            https://fkm.unair.ac.id/wp-content/uploads/2020/03/Proceeding-4th-ISoPH-2019-Unair.pdf

Tondok, M. S. (2008). Menyampah, dari perspektif psikologi. Harian Surabaya Post. 20 Juli.

 

https://poskomalut.com/dlh-haltim-minta-pemdes-sosialisasi-sadar-sampah-ke-masyarakat/ diakses pada 16 juni 2021 pukul 21.43 WIT

0 Comments