Pengepungan Asrama Kasaman I

Tugas Psikologi Lingkungan Semester Genap 2020/2021

Dosen Pengampu           : Arundati Shinta

Nama                             : Rizki Dwi Nurcahyo

NIM                               : 2018011138

Fakultas Psikologi UST Yogyakarta



 Masyarakat Papua banyak yang kuliah di Yogyakarta, akan tetapi warga Jogja banyak yang beranggapan negatif terhadap orang Papua tersebut. Dikarenakan ada oknum yang apabila sedang mabuk suka berbuat onar, dan imbasnya seakan-akan mahasiswa yang dari Papua semua di pukul rata  oleh masyarakat sekitar.

            Seperti yang terjadi pada Asrama Kasaman pada tanggal 14 Juli 2016 itu, mereka dikepung oleh aparat dan tidak boleh keluar sama sekali. Bahkan mahasiswa Papua yang berada di dalam asrama pun dipaksa untuk berpuasa, karena untuk membeli makanan pun tidak diijinkan oleh aparat. Dan juga bala bantuan dari luar yang ingin memberi bantuan logisttik seperti PMI, teman-teman dari mahasiswa di dalam pun tidak diperbolehkan masuk oleh para aparat. Akan tetapi, masyarakat sekitar diam-diam memberi makanan untuk para mahasiswa di dalam seperti ubi-ubian, beras, dan lain-lain. Dan juga aparat melakukan penangkapan terhadap seorang mahasiswa Papua bernama Obby kogoya, karena diduga melawan aparat kepolisian.

            Pengepungan tersebut terjadi dikarenakan sebelumnya mahasiswa Papua tersebut ingin mengadakan aksi damai  dengan rute Asrama Mahasiswa Papua di Jalan Kusumanegara ke Titik Nol KM di Jalan Panembahan Senopati. Titik ini merupakan lokasi persimpangan strategis yang menjadi pusat pariwisata Yogya, sekaligus sering dijadikan lokasi unjuk rasa. Akan tetapi, saat sekumpulan mahasiswa Papua berdemo di Jl.Kusumanegara meneriakkan kebebasan untuk Papua barat. Aksi klaim kebebasan yang dilakukan oleh mahasiswa dan masyarakat papua ternyata mendapat respon dari pemerintah dan ormas dan aparatus refresif kepolisian serta TNI di Yogyakarta.

            Respon atas aksi masyarakat dan mahasiswa Papua hari itu, mengundang dan memicu lahirnya reaksi balik oleh ormas dan pemerintah Yogyakarta terlebih saat gubernur, Hamengku Bowono mengatakan separatisme harus angkat kaki dari bumi keraton. Bersamaan dengan itu pihak kepolisian dan TNI turun bergandengan tangan dengan ormas seperti FKPPI, Pemuda Pancasila, Faksi kraton untuk menghalangi aksi yang akan dilakukan mahasiswa Papua yang tergabung dalam Aliansi mahasiswa Papua dan Ikatan Pelajar Mahasiswa Papua atau IPMAPA.

            Menurut Pigai ada enam variabel, yaitu pertama mahasiswa tidak diberi ruang untuk menyampaikan pendapat oleh negara, dalam hal ini aparat kepolisian. Variabel kedua, yakni adanya tindakan kekerasan yang dilakukan aparat kepolisian. Pigai menuturkan ada temuan tindakan rasial dalam variabel ketiga. Tindakan rasial tersebut berupa ungkapan-ungkapan rasis yang ditujukan kepada mahasiswa Papua. "Itu bertentangan dengan UU Nomor 40." Pada variabel keempat, Komisi menemukan fakta adanya kelompok intoleran, yakni ormas, yang mendatangi asrama dengan berorasi yang disertai ungkapan-ungkapan kasar menjurus tindakan rasisme. Pada temuan variabel kelima, Komisi menduga pemerintah DIY tidak mencegah tindakan rasial agar tidak meluas. Menurutnya, hal itu semestinya dilakukan untuk menjaga ketenteraman masyarakat. Temuan terakhir, Komisi mendapati fakta adanya delapan orang ditahan dan satu di antaranya menjadi tersangka. Menurut Pigai, setiap orang harus diperlakukan dengan adil dengan tidak diskriminatif, secara obyektif, dan berimbang sesuai UU HAM.


Daftar Pustaka

Mutaqim, Ahmad. (2016, Juli 21). Pengepungan Asrama Mahasiswa Papua di Yogya Langgar HAM. Diakses dari https://mediaindonesia.com/politik-dan-hukum/57270/pengepungan-asrama-mahasiswa-papua-di-yogya-langgar-ham

Sulaeman. (2017). Konflik Sosial Mahasiswa Papua Di Yogyakarta. (Skripsi, Universitas Hasanuddin Makassar, 2017). Diakses dari http://digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/NTkzMDJhMGE2ZmIwMjI0MmQ1OTk1MDY1YTA2M2E3ZjY1NGM5MTY2Yg==.pdf

0 Comments