MANFAAT IRIGASI DAN PENGELOLAAN UNTUK PERTANIAN



Irigasi merupakan salah satu faktor penting dalam kegiatan usaha tanidalam arti luas. Sejalan dengan era reformasi dan otonomi daerah, maka saat ini telah ada pengaturan baru yang mengatur tentang irigasi, yaitu pengelolaan diserahkan kepada petani. Namun demikian pemerintah tetap berkewajiban untuk membantu petani terutama dalam bimbingan teknis dan keuangan sampai mampu mengelolanya secara mandiri. Irigasi didefinisikan sebagai suatu cara pemberian air, baik secara alamiah ataupun buatan kepada tanah dengan tujuan untuk memberi kelembaban yang berguna bagi pertumbuhan tanaman.

 

Secara garis besar, tujuan irigasi dapat digolongkan menjadi 2 (dua) golongan, yaitu : Tujuan Langsung, yaitu irigasi mempunyai tujuan untuk membasahi tanah berkaitan dengan kapasitas kandungan air dan udara dalam tanah sehingga dapat dicapai suatu kondisi yang sesuai dengan kebutuhan untuk pertumbuhan tanaman yang ada di tanah tersebut. Tujuan Tidak Langsung, yaitu irigasi mempunyai tujuan yang meliputi : mengatur suhu dari tanah, mencuci tanah yang mengandung racun, mengangkut bahan pupuk dengan melalui aliran air yang ada, menaikkan muka air tanah, meningkatkan elevasi suatu daerah dengan cara mengalirkan air dan mengendapkan lumpur yang terbawa air, dan lain sebagainya.

 

Sesuai dengan definisi irigasinya, maka tujuan irigasi pada suatu daerah adalah upaya rekayasa teknis untuk penyediaaan dan pengaturan air dalam menunjang proses produksi pertanian, dari sumber air ke daerah yang memerlukan serta mendistribusikan secara teknis dan sistematis.

 

 

2.2  Sejarah Irigasi

A. Sejarah dan Konteks Reformasi Irigasi di Indonesia.

Pada tahun 1999, perubahan besar terjadi di sektor sumberdaya air di Indonesia, dengan  munculnya kebijakan untuk melakukan reformasi sektor sumberdaya air di Indonesia yang didukung oleh Bank Dunia melalui WATSAL. Seperti sudah diungkapkan di atas, ada dua aspek terkait  yaitu manajemen sumberdaya air dan manajemen layanan. Kedua aspek tersebut menjadi bagian dari reformasi sumberdaya air di Indonesia. Salah satu bagian dari dua aspek tersebut adalah reformasi di sektor irigasi. Jika dilihat lebih dalam, reformasi sektor irigasi sudah dilakukan sudah dilakukan sejak tahun 1987. Dengan alasan keterbatasan dana, pemerintah pada tahun 1987 melakukan reformasi kebijakan di sektor irigasi yang dikenal dengan Irrigation Operation and Maintenance Policy (IOMP). Kebijakan tersebut merupakan hasil dari dialog kebijakan (policy dialogue) antara pemerintah Indonesia dan Bank Dunia serta ADB yang tidak lain adalah prakondisi untuk memperoleh dana pinjaman baru di sektor irigasi (Ardi, 2013).

 

Reformasi kebijakan sektor irigasi yang dibiayai oleh Bank Dunia melalui The First

Irrigation Subsector Project (ISS I), ISSP II, dan Java Irrigation and Water Resources Management Project (JIWMP), pada intinya memperkenalkan kebijakan baru di sektor irigasi yaitu turnover management, irrigation service fee  dan efficient operational dan pemeliharaan . Sebagai bagian dari reformasi pengelolaan irigasi, petani dalam hal ini P3A diharapkan dapat berperan aktif  untuk ikut dalam pengelolaan irigasi. P3A merupakan sebuah organisasi pengelola irigasi dibentuk oleh pemerintah sebagai pengganti organisai pengelola irigasi tradisional seperti UluUlu, Raksa  Bumi, Tudung Sipulung dan sebagainya (Ardi, 2013).

Dalam perjalanannya IOMP dianggap gagal, salah satu persoalannya adalah masalah kelemahan manajemen, yang disebabkan fokus pembangunan irigasi lebih berorientasi pada hal-hal yang bersifat teknis dan fisik bangunan irigasi, sedangkan faktor-faktor sosial dan institusional yang bersifat spesifik lokal luput dari perhatian.

Kondisi tersebut membawa implikasi pada marginalisasi kemampuan petani dalam mengelola irigasi dan menjadikan P3A sebagai perpanjangan tangan birokrasi pada waktu itu (Ardi, 2013).

 

Pada tahun 1999 Presiden mengeluarkan Inpres No.9 tahun 1999 tentang Pembaruan

Kebijakan Pengelolaan Irigasi (PKPI) yang berisi isntruksi kepada Menteri Pekerjaan Umum untuk (1) melakukan koordinasi mempersiapkan kerangka peraturan dan perundangan dan langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk memperbaharui kebijakan pengelolaan irigasi, (2) Pembaruan Kebijakan Pengelolaan Irigasi yang dimaksud  meliputi (a) pengaturan kembali fungsi dan tugas lembaga pengelola irigasi, (b) pemberdayaan perkumpulan petani pemakai air (P3A), (c) Penyerahan Pengelolaan Irigasi kepada P3A, (d) Pengaturan Pembiayaan Pengelolaan Irigasi, (e) Keberlanjutan Pengelolaan Sistem Irigasi.

 

Berdasarkan komponen-komponen tersebut kemudian pemerintah menerbitkan PP No.77 tahun 2001 tentang Irigasi. Terbitnya PP tentang irigasi ini kemudian menjadi polemik ketika pada tahun 2003 pemerintah (Departemen Kimpraswil) mengumumkan “moratorium” pemberlakuan PP ini, dengan alasan pada waktu itu masih ada pembahasan soal RUU Sumberdaya Air, pemindahan kewenangan pengelolaan irigasi akan membebani petani terutama petani miskin . Hal ini menimbulkan “kekecewaan” bagi kelompok pendukung PKPI , dengan alasan bahwa pengumuman “moratorium” tersebut tidak dilakukan secara tertulis akan tetapi hanya perintah lisan yang disampaikan dalam rapat kerja Kimpraswil atau rapat-rapat internal lainnya dan tidak pernah dalam bentuk bahan tertulis dan menunjukkan bahwa pemerintah ragu-ragu dalam upaya memberdayakan petani.  Dan dengan berlakunya UU No.7 tahun 2004 tentang Sumberdaya Air, kebijakan irigasi di Indonesia kembali seperti semula, dimana tanggung jawab pengelolaan dan pemeliharaan jaringan irigasi  primer dan sekunder berada di tangan pemerintah, sedangkan jaringan tersier menjadi tanggung jawab petani (Ardi, 2013).

 

 

 

2.3 Irigasi

 

Irigasi adalah semua atau segala kegiatan yang mempunyai hubungan dengan usaha untuk mendapatkan air guna keperluan pertanian. Usaha yang dilakukan tersebut dapat meliputi : perencanaan, pembuatan, pengelolaan, serta pemeliharaan sarana untuk mengambil air dari sumber air dan membagi air tersebut secara teratur dan apabila terjadi kelebihan air dengan membuangnya melalui saluran drainasi. 

 

Secara garis besar, tujuan irigasi dapat digolongkan menjadi 2 (dua) golongan, yaitu : Tujuan Langsung, yaitu irigasi mempunyai tujuan untuk membasahi tanah berkaitan dengan kapasitas kandungan air dan udara dalam tanah sehingga dapat dicapai suatu kondisi yang sesuai dengan kebutuhan untuk pertumbuhan tanaman yang ada di tanah tersebut. Tujuan Tidak Langsung, yaitu irigasi mempunyai tujuan yang meliputi : mengatur suhu dari tanah, mencuci tanah yang mengandung racun, mengangkut bahan pupuk dengan melalui aliran air yang ada, menaikkan muka air tanah, meningkatkan elevasi suatu daerah dengan cara mengalirkan air dan mengendapkan lumpur yang terbawa air, dan lain sebagainya (Ardi, 2013).

 

Irigasi didefinisikan sebagai suatu cara pemberian air, baik secara alamiah ataupun buatan kepada tanah dengan tujuan untuk memberi kelembapan yang berguna bagi pertumbuhan tanaman.Secara alamiah air disuplai kepada tanaman melalui air hujan. Seara alamiah lainnya, adalah melalui genangan air akibat banjir dari sungai, yang akan menggenangi suatu daerah selama musim hujan, sehingga tanah yang ada dapat siap ditanami pada musim kemarau. Ketika penggunaan air ini mengikutkan pekerjaan rekayasa teknik dalam skala yang cukup besar,  maka hal tersebut disebut irigasi buatan. Irigasi buatan secara umum dapat dibagi dalam bagian Irigasi Pompa, dimana air diangkat dari sumber air yang rendah ke tempat yang lebih tinggi, baik secara mekanis maupun manual.  Irigasi Aliran, dimana air dialirkan ke lahan pertanian secara gravitasi dari sumber pengambilan air.  Sesuai dengan definisi irigasinya, maka tujuan irigasi pada suatu daerah adalah upaya rekayasa teknis untuk penyediaaan dan pengaturan air dalam menunjang proses produksi pertanian, dari sumber air ke daerah yang memerlukan serta mendistribusikan secara teknis dan sistematis.

 

Adapun manfaat dari suatu sistem irigasi, adalah :

1.    Untuk membasahi tanah, yaitu pembasahan tanah pada daerah yang curah hujannya kurang atau tidak menentu.

2.    Untuk mengatur pembasahan tanah, agar daerah pertanian dapat diairi sepanjang waktu pada saat dibutuhkan, baik pada musim kemarau maupun musim penghujan.

3.    Untuk menyuburkan tanah, dengan mengalirkan air yang mengandung lumpur & zat – zat hara penyubur tanaman pada daerah pertanian tersebut, sehingga tanah menjadi subur.

4.    Untuk kolmatase, yaitu meninggikan tanah yang rendah / rawa dengan pengendapan lumpur yang dikandung oleh air irigasi (Rachmad, 2009).

 

Lahan sawah dengan irigasi teknis yaitu jaringan irigasi dimana saluran pemberi terpisah dari saluran pembuang agar penyediaan dan pembagian air ke dalam lahan sawah tersebut dapat sepenuhnya diatur dan diukur dengan mudah. Biasanya lahan sawah irigasi teknis mempunyai jaringan irigasi yang terdiri dari saluran primer dan sekunder serta bangunannya dibangun dan dipelihara oleh pemerintah. Ciri-ciri irigasi teknis: Air dapat diatur dan diukur sampai dengan saluran tersier serta bangunan permanennya. Lahan sawah yang memperoleh pengairan dari sistem irigasi, baik yang bangunan penyadap dan jaringan-jaringannya diatur dan dikuasai dinas pengairan PU maupun dikelola sendiri oleh masyarakat. Kadar air tanah yang lebih rendah pada tanah sawah yang diolah sempurna disebabkan oleh porositas tanah lebih tinggi, sehingga kehilangan air lebih banyak (Notohadiprawiro, 1992).

 

Pengaruh air irigasi pada tanah yang dialirinya dapat bersifat netral, implementer, memperkaya ataupun memiskinkan. Air irigasi bersifat netral yaitu didapatkan pada tanah-tanah yang menerima pengairan dari air yang berasal dan memlalui daerah aliran yang memiliki jenis tanah yang sama dengan tanah yang dialiri. Sifat suplementer dijumpai pada tanah yang telah kehilangan unsur-unsur hara akibat pencucian dan mendapatkan unsur-unsur hara lain dari air irigasi. Air irigasi bersifat memperkaya tanah apabila kandungan unsur hara akibat dari pengairan lebih besar jumlahnya daripada unsure hara yang hilang karena paen, drainase atau pengairan. Pencucian unsur hara dari permukaan kompleks adsorpsi dan larutan tanah oleh air irigasi bersifat memiskinkan tanah ( Suyana, 1999).

 

2.3.1 Analisis Kebutuhan Irigasi

 

Saluran irigasi teknis dibangun ditunjukkan dengan adanya sekat sebagai saluran tempat mengalirnta air. Untuk mengatur volume dan kecepatan air, saluran harus dibagi-bagi. Adanya kotoran dan sampah yang tertimbun juga dapat mengganggu aliran air. Saluran air juga dapat membendung jika terjadi banjir sewaktu-waktu (Wirawan,1991).

 

Analisis kebutuhan air irigasi merupakan salah satu tahap penting yang diperlukan dalam perencanaan dan pengelolaan sistern irigasi. Kebutuhan air tanaman didefinisikan sebagai jumlah air yang dibutuhkan oleh tanaman pada suatu periode untuk dapat tumbuh dan produksi secara normal. Kebutuhan air nyata untuk areal usaha pertanian meliputi evapotranspirasi (ET), sejumlah air yang dibutuhkan untuk pengoperasian secara khusus seperti penyiapan lahan dan penggantian air, serta kehilangan selama pemakaian. (Sudjarwadi 1990). Kemampuan pengukuran debit aliran sangat diperlukan untuk merancang sistem irigasi serta mengetahui potensi sumberdaya air di suatu wilayah DAS. Debit aliran dapat dijadikan sebuah alat untuk memonitor dan mengevaluasi neraca air suatu kawasan melalui pendekatan potensi sumber daya air permukaan yang ada.

 

3       Teknik Pengukuran

Teknik pengukuran debit aliran langsung di lapangan pada dasarnya dapat

1.    Dilakukan melalui empat katagori ( Gordon et.al., 1993):

Pengukuran volume air sungai

2.    Pengukuran debit dengan cara mengukur kecepatan aliran dan menentukan luas penampang melintang sungai.

3.    Pengukuran debit dengan menggunakan bahan kimia ( pewarna) yang dialirkan dalam aliran sungai (substance tracing method).

4.    Pengukuran debit dengan membuat bangunan pengukuran debit seperti weir ( aliran air lambat) atau flume ( aliran cepat).

Saluran irigasi air tanah adalah bagian dari jaringan irigasi air tanah yang dimulai setelah bangunan intake / pompa sampai lahan yang diairi (PP No. 20 tahun 2006).

Saluran irigasi terbagi atas 3 jenis yaitu : a.  Saluran Primer

Saluran primer adalah saluran yang membawa air dari jaringan utama ke     saluran sekunder dan ke petak-petak tersier yang akan diairi. Petak tersier adalah kumpulan petak-petak kuarter, tiap petak kuarter memiliki memiliki luas kurang lebih 8 s.d. 15 ha. Sedangkan petak tersier memiliki luas antara 50 s.d. 150 ha.

b.    Saluran Sekunder

Saluran sekunder adalah saluran yang membawa air dari saluran primer ke petakpetak tersier yang dilayani oleh saluran sekunder tersebut.

c.     Saluran Tersier

Saluran tersier adalah saluran yang membawa air dari bangunan sadap tersier dari jaringan utama ke dalam petak tersier saluran kuarter. Saluran kuarter membawa air dari boks bagi kuarter melalui bangunan sadap tersier atau parit sawah ke petakpetak sawah. (Herliyani, 2012).

 

2.3.2  Irigasi di Indonesia 

 

Irigasi di Indonesia ini mulai dikembangkan semenjak indonesia tidak mampu lagi mencapai swasembada beras. Awalnya irigasi itu sendiri diangap penting oleh pemerintah umumnya dan petani sendiri khususnya. Semuanya hanya berpikiran bahwa Indonesia ini adalah Negara yang kaya, makmur, subur serta segalanya mudah sehingga pemikiran untuk jangka panjag tentang ketersediaan pangan pun tak lagi dihiraukan. Pikiran awal petani Indonesia dulu hanyalah keberhasilan panen, dan pemerintah hanya bangga karena saat itu mampu mencapai swasembada beras tanpa harus repot mengupayakan ketersediaan air dilahan (Achmadi, 2013).

 

Memasuki keadaan seperti sekarang ini, petani mulai mengeluh tentang minimnya ketersediaan air di lahan sawahnya khususnya petani-petani daerah jawa. Atas keluhan tersebut berimbas pada kurangnya minat petani untuk menanam padi lagi. Masalah besar pun jelas terjadi, ketersediaan beras sebagai makanan utama bangsa Indonesia ini pun jadi mulai dikhawatirkan tidak tersedia. Mencapai swasembada beras pun kini dirasa hanyalah mimpi, keberhasilan era orde baru dianggap hanyalah masa lalu yang tak mungkin terulang lagi (Achmadi, 2013).

 

Jenis-jenis irigasi di Indonesia adalah :

1.    Irigasi permukaan : Mengambil air dari sumber-sumber yang ada, lalu membuat bangunan penangkapnya, kemudian mengalirkannya melalui saluran primer dan sekunder ke petak-petak sawah.

2.    Irigasi tambak : Mengatur tata air dari sumber irigasi yang sudah ada melalui system drainase (menahan dan mengairi padi)

3.    Irigasi air tanah : Mengambil air tanah kemudian memompa dan mendistribusikannya ke petak-petak sawah.

4.    Irigasi pompa : Diutamakan untuk areal persawahan di dataran tinggi (Kholid, 2009).

 

Berikut ini fungsi irigasi :

1.Memasok kebutuhan air pada tanaman.

2.Menjamin ketersediaan air di musim kemarau.

3.Menurunkan suhu tanah.

4.Mengurangi kerusakan tanah  (Sudjarwadi, 1990).

 

Pemerintah sekarang ini mulai menumbuhkan minat petani untuk kemali berlombalomba menanam padi lagi. Salah satu usaha pemerintah saat ini adalah dengan program Percepatan dan Perluasan Pembangunan Infrastruktur Sumber Daya Air Irigasi Kecil (P4-ISDA-IK). Maksud dan Tujuan dari P4-ISDA-IK adalah menumbuhkan partisipasi masyarakat tani dalam kegiatan rehabilitasi irigasi kecil sesuai dengan kebutuhan dan berdasarkan prinsip kemandirian agar terlaksananya pemberdayaan dan partisipasi masyarakat tani dalam kegiatan rehabilitasi irigasi kecil dan rehabilitasi terhadap kondisi dan fungsi prasarana irigasi kecil. Program ini merupakan salah satu bentuk harapan pemerintah kepada petani agar mau menjalankan misi Negara dengan mau bersama-sama membangun dan memperbaiki sistem penyediaan air untuk lahan sawah mereka (Wirawan, 1991).

 

Tiga sasaran dari program ini adalah ; 

1.Penyediaan air baku.

2.Pengamanan pantai.

3.Perbaikan irigasi kecil  (Wirawan, 1991).

 

Dengan adanya program ini memang dirasa oleh petani sangat menguntungkan, karena ada banyak manfaat yang ditimbulkan dengan adanya program ini, diantaranya yaitu : 

1.            Air tersedia di lahan.

2.            Produksi jauh meningkat.

3.            Terjalinnya hubungan yang baik antar petani dalam satu kawasan desa.

4.            Mengurangi tingkat kemungkinan korupsi oleh pihak pemerintah.

5.            Mengurangi dana yang seharusnya dikeluarkan pemerintah  (Eko, 2013).

 

2.4.  JARINGAN IRIGASI

2.4.1. Pengertian Jaringan Irigasi

Air merupakan salah satu faktor penentu dalam proses produksi pertanian. Oleh karena itu investasi irigasi menjadi sangat penting dan strategis dalam rangka penyediaan air untuk pertanian. Dalam memenuhi kebutuhan air untuk berbagai keperluan usaha tani, maka air harus diberikan dalam jumlah, waktu, dan mutu yang tepat, jika tidak maka tanaman akan terganggu pertumbuhannya yang pada gilirannya akan mempengaruhi produksi pertanian (Direktorat Pengelolaan Air, 2010).

 

 

Irigasi adalah segala usaha manusia yang berhubungan dengan perencanaan dan pembuatan sarana untuk menyalurkan serta membagi air ke bidang-bidang tanah pertanian secara teratur, serta membuang air kelebihan yang tidak diperlukan lagi.Sebagai suatu ilmu pengetahuan, irigasi tidak saja membicarakan dan menjelaskan metode-metode dan usaha yang berhubungan dengan pengambilan air dari bermacam-macam sumber, menampungnya dalam suatu waduk atau menaikkan elevasi permukaannya, dengan menyalurkan serta membagi-bagikannya ke bidangbidang tanah yang akan diolah, tapi juga mencakup masalah-masalah pengendalian banjir sungai dan segala usaha yang berhubungan dengan pemeliharaan dan pengamanan sungai untuk keperluan pertanian (Wirawan, 1991).

 

Irigasi adalah kegiatan-kegiatan yang bertalian dengan usaha mendapatkan air sawah, ladang, perkebunan dan lain-lain usaha pertanian, rawa-rawa, perikanan. Usaha tersebut utama menyangkut pembuatan sarana dan prasarana untuk membagi-bagikan air ke sawah-sawah secara teratur dan membuang air kelebihan yang tidak diperlukan lagi usaha pertanian.Berdasarkan definisi irigasi maka tujuan dari irigasi adalah sebagai berikut.Tujuan irigasi secara langsung adalah membasahi tanah, agar dicapai suatu kondisi tanah yang baik untuk pertumbuhan tanaman dalam hubungannya dengan presentase kandungan air dan udara di antara butir-butir tanah.Pemberian air dapat juga mempunyai tujuan sebagai bahan pengangkut bahan-bahan pupuk untuk perbaikan tanah (Sudjarwadi 1987).

 

Irigasi adalah pemberian air kepada tanah untuk menunjang curah hujan yang tidak cukup agar tersedia lengas bagi pertumbuhan tanaman. Secara umum pengertian irigasi adalah penggunaan air pada tanah untuk keperluan penyediaan cairan yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanam-tanaman. Tujuan Irigasi secara tidak langsung adalah pemberian air yang dapat menunjang usaha pertanian melalui berbagai cara antara lain, mengatur suhu tanah, membersihkan tanah dari unsur-unsur racun, memberantas hama penyakit, mempertinggi muka air tanah, membersikan buangan air dan kolmatasi (Hansen, 1990).

 

Irigasi adalah usaha pengadaan dan pengaturan secara buatan, baik air tanah maupun air permukaan untuk menunjang pertanian.Jumlah air yang tepat untuk diberikan ketapak sawah, waktu pemberian dan tersedianya saluran drainase merupakan faktorfaktor yang menetukan keberhasilantanaman. Air yang dibendung harus dijaga dengan hati-hati dan merupakan jalur masuk dan keluarnya dari petak persawahan akan mempengaruhi kesuksessan hasil panen (Dumairy, 1992).

 

Saluran irigasi teknis dibangun ditunjukkan dengan adanya sekat sebagai saluran tempat mengalirnya air.Untuk mengatur volume dan kecepatan air, saluran harus dibagi-bagi.Adanya kotoran dan sampah yang tertimbun juga dapat mengganggu aliran air.Saluran air juga dapat membendung jika terjadi banjir sewaktu-waktu (Wirawan, 1991).

 

Analisis kebutuhan air irigasi merupakan salah satu tahap penting yang diperlukan dalam perencanaan dan pengelolaan sistern irigasi.Kebutuhan air tanaman didefinisikan sebagai jumlah air yang dibutuhkan oleh tanaman pada suatu periode untuk dapat tumbuh dan produksi secara normal.Kebutuhan air nyata untuk areal usaha pertanian meliputi evapotranspirasi (ET), sejumlah air yang dibutuhkan untuk pengoperasian secara khusus seperti penyiapan lahan dan penggantian air, serta kehilangan selama pemakaian (Sudjarwadi, 1990).

 

Kemampuan pengukuran debit aliran sangat diperlukan untuk merancang sistem irigasi serta mengetahui potensi sumberdaya air di suatu wilayah DAS. Debit aliran dapat dijadikan sebuah alat untuk memonitor dan mengevaluasi neraca air suatu kawasan melalui pendekatan potensi sumber daya air permukaan yang ada. Teknik pengukuran debit aliran langsung di lapangan pada dasarnya dapat dilakukan melalui tiga kategori (Gordon et al, 1993):

1.  Pengukuran volume air sungai.

2.  Pengukuran debit dengan cara mengukur kecepatan aliran dan menentukan luas penampang melintang sungai.

3.  Pengukuran debit dengan menggunakan bahan kimia (pewarna) yang dialirkan dalam aliran sungai (substance tracing method).

 

Saluran irigasi air tanah adalah bagian dari jaringan irigasi air tanah yang dimulai setelah bangunan intake/pompa sampai lahan yang diairi (PP No. 20 tahun 2006).

Saluran irigasi terbagi atas 3 jenis yaitu:

 

a.   Saluran Primer

Saluran primer adalah saluran yang membawa air dari jaringan utama ke saluran sekunder dan ke petak-petak tersier yang akan diairi. Petak tersier adalah kumpulan petak-petak kuarter, tiap petak kuarter memiliki memiliki luas kurang lebih 8ha s.d.

15ha.Sedangkan petak tersier memiliki luas antara 50ha s.d. 150ha.

 

b.  Saluran Sekunder

Saluran sekunder adalah saluran yang membawa air dari saluran primer ke petakpetak tersier yang dilayani oleh saluran sekunder tersebut.

 

c.   Saluran Tersier

Saluran tersier adalah saluran yang membawa air dari bangunan sadap tersier dari jaringan utama ke dalam petak tersier saluran kuarter. Saluran kuarter membawa air dari boks bagi kuarter melalui bangunan sadap tersier atau parit sawah ke petak-petak sawah (Herliyani, 2012).

 

Lahan sawah dengan irigasi teknis yaitu jaringan irigasi dimana saluran pemberi terpisah dari saluran pembuang agar penyediaan dan pembagian air ke dalam lahan sawah tersebut dapat sepenuhnya diatur dan diukur dengan mudah.Biasanya lahan sawah irigasi teknis mempunyai jaringan irigasi yang terdiri dari saluran primer dan sekunder serta bangunannya dibangun dan dipelihara oleh pemerintah. Ciri-ciri irigasi teknis: Air dapat diatur dan diukur sampai dengan saluran tersier serta bangunan permanennya. Lahan sawah yang memperoleh pengairan dari sistem irigasi, baik yang bangunan penyadap dan jaringan jaringannya diatur dan dikuasai dinas pengairan PU maupun dikelola sendiri oleh masyarakat. Kadar air tanah yang lebih rendah pada tanah sawah yang diolah sempurna disebabkan oleh porositas tanah lebih tinggi, sehingga kehilangan air lebih banyak (Notohadiprawiro, 1992).

 

Pengaruh air irigasi pada tanah yang dialirinya dapat bersifat netral, implementer, memperkaya ataupun memiskinkan. Air irigasi bersifat netral yaitu didapatkan pada tanah-tanah yang menerima pengairan dari air yang berasal dan melalui daerah aliran yang memiliki jenis tanah yang sama dengan tanah yang dialiri. Sifat suplementer dijumpai pada tanah yang telah kehilangan unsur-unsur hara akibat pencucian dan mendapatkan unsur-unsur hara lain dari air irigasi. Air irigasi bersifat memperkaya tanah apabila kandungan unsur hara akibat dari pengairan lebih besar jumlahnya daripada unsur hara yang hilang karena paen, drainase atau pengairan.Pencucian unsur hara dari permukaan kompleks adsorpsi dan larutan tanah oleh air irigasi bersifat memiskinkan tanah (Suyana, 1999).

 

Pemberian air irigasi dari hulu (upstream) sampai dengan hilir (downstream) memerlukan sarana dan prasarana irigasi yang memadai. Sarana dan prasarana tersebut dapat berupa: bendungan, saluran primer dan sekunder, kotak bagi, bangunan-bangunan ukur, dan saluran tersier serta saluran tingkat usaha tani (TUT). Terganggunya atau rusaknya salah satu bangunan-bangunan irigasi akanmempengaruhi kinerja sistem yang ada, sehingga mengakibatkan efisiensi dan efektifitas irigasi menjadi menurun. Apabila kondisi ini dibiarkan terus dan tidak segera diatasi, maka akan berdampak terhadap penurunan produksi pertanian yang diharapkan, dan berimplikasi negatif terhadap kondisi pendapatan petani dan keadaan sosial, ekonomi disekitar lokasi (Direktorat Pengelolaan Air, 2010).

 

Irigasi sebagai penggunaan air pada tanah untuk keperluan penyedian cairan yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanam-tanaman. Penggunaan air dalam hal ini meliputi:

1.  Menambah air kedalam tanah untuk keperluan tanaman,

2.  Menyediakan jaminan panen, mengurangi bahaya pembekuan,

3.  Untuk mencuci atau mengurangi kadar garam dalam tanah,

4.  Untuk mengurangi bahaya erosi tanah,

5.  Untuk melunakkan pembajakan dari gumpalan tanah  (Hansen, 1986).

 

2.4.2. Pengelolaan Irigasi

Pengelolaan irigasi sebagai usaha pendayagunaan air irigasi yang meliputi operasi dan pemeliharaan, pengamanan, rehabilitasi, dan peningkatan irigasi.Pengelolaan irigasi diselenggarakan dengan mengutamakan kepentingan masyarakat petani dan dengan menempatkan perkumpulan petani pemakai air sebagai pengambil keputusan dan pelaku utama dalam pengelolaan irigasi yang menjadi tanggung jawabnya (Hansen, 1986).

 

Sektor sumber daya air dan irigasi menghadapi permasalahan investasi jangka panjang dan pengelolaan / manajemen yang semakin komplek dan menantang. Oleh karenanya tanpa penanganan yang efektif, hal-hal tersebut akan menjadi kendala bagi pengembangan perekonomian dan tercapainya ketahanan pangan nasional. Kerusakan jaringan irigasi di samping oleh faktor-faktor umur bangunan dan bencana alam, juga disebabkan oleh minimnya penyediaan dana operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi. Selain itu bisa juga dipengaruhi oleh kuantitas dan kontinuitas pembagian air irigasi, karena saluran tidak terlewati air dapat terjadi kerusakan.Timbulnya kerusakan jaringan irigasi juga disebabkan adanya faktor perilaku para pengelola irigasi dan masyarakat pengguna air (Hansen, 1986).

 

Menurut (UU No. 7 tahun 2004 tentang sumber daya air dan PP nomor 20 tahun 2006) tentang irigasi menjelaskan tentang pembagian kewenangan pengelolaan jaringan irigasi berdasarkan luasan areal persawahan yang dilayani oleh jaringan irigasi tersebut, yaitu ; luas areal sampai dengan 1000 Ha merupakan kewenangan Pemerintah Kabupaten, luas areal 1000 – 3000 Ha merupakan kewenangan

Pemerintah Provinsi, luas areal diatas 3000 Ha merupakan kewenangan Pemerintah Pusat. Undang-Undang nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menyatakan bahwa pelaksanaan desentralisasi diberikan keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah dengan prinsip pendekatan pelayanan kepada masyarakat diberbagai bidang termasuk irigasi (Hansen, 1986).

 

2.4.3. Jenis-Jenis Irigasi

Seperti yang telah dijelaskan diatas irigasi adalah suatu tindakan memindahkan air dari sumbernya ke lahan-lahan pertanian, adapun pemberiannya dapat dilakukan secara gravitasi atau dengan bantuan pompa air.Pada prakteknya ada 4 jenis irigasi ditinjau dari cara pemberian airnya (Hansen, 1986):

a.   Irigasi gravitasi (Gravitational Irrigation)

Irigasi gravitasi adalah irigasi yang memanfaatkan gaya tarik gravitasi untuk mengalirkan air dari sumber ke tempat yang membutuhkan, pada umumnya irigasi ini banyak digunakan di Indonesia, dan dapat dibagi menjadi: irigasi genangan liar, irigasi genangan dari saluran, irigasi alur dan gelombang.

b.  Irigasi bawah tanah (Sub Surface Irrigation)

Irigasi bawah tanah adalah irigasi yang menyuplai air langsung ke daerah perakaran tanaman yang membutuhkannya melalui aliran air tanah.Dengan demikian tanaman yang diberi air lewat permukaan tetapi dari bawah permukaan dengan mengatur muka air tanah.

c.   Irigasi siraman (Sprinkler Irrigation)

Irigasi siraman adalah irigasi yang dilakukan dengan cara  meniru air hujan dimana penyiramannya dilakukan dengan cara pengaliran air lewat pipa dengan tekanan (4 –6 Atm) sehingga dapat membasahi areal yang cukup luas. Pemberian air dengan cara ini dapat menghemat dalam segi pengelolaan tanah karena dengan pengairan ini tidak diperlukan permukaan tanah yang rata, juga dengan pengairan ini dapat mengurangi kehilangan air disaluran karena air dikirim melalui saluran tertutup.

d.  Irigasi tetesan (Trickler Irrigation)

Irigasi tetesan adalah irigasi yang prinsipnya mirip dengan irigasi siraman tetapi pipa tersiernya dibuat melalui jalur pohon dan tekanannya   lebih kecil karena hanya menetes saja. Keuntungan sistem ini yaitu tidak ada aliran  permukaan.

 

2.4.4. Klasifikasi Jaringan Irigasi

Berdasarkan cara  pengaturan, pengukuran aliran air dan lengkapnya fasilitas, jaringan irigasi dapat dibedakan kedalam tiga jenis yaitu (Dumairy, 1992):

1.Irigasi  sederhana (Non Teknis)

2.Irigasi  semi teknis

3.Irigasi  teknis

 

Dalam suatu jaringan irigasi yang dapat dibedakan adanya empat unsur fungsional pokok yaitu:

1.  Bangunan-bangunan utama (headworks) dimana air diambil dari sumbernya, umumnya sungai atau waduk.

2.  Jaringan pembawa berupa saluran yang mengalirkan air irigasi ke petak-petak tersier.

3.  Petak-petak tersier dengan sistem pembagian air dan sistem pembuangan kolektif, air irigasi dibagi-bagi dan dialirkan ke sawah-sawah dan kelebihan air ditampung di dalam suatu sistem pembuangan di dalam petak tersier.

4.  Sistem pembuangan yang ada di luar daerah irigasi untuk membuang kelebihan air lebih ke sungai atau saluran-saluran alamiah.

 

2.4.5. Dampak Pembangunan Irigasi

Secara ringkas Soetomo mencoba memberi pengertian akan dampak yang ditimbulkan oleh suatu pembangunan. Tidak terkecuali pembangunan irigasi yang bertujuan untuk meingkatkan kesejahteraan dibidang ekonomi, menimbulkan dampak kepada ekonomi itu sendiri, aspek sosial dan  lingkungan.

a.    Aspek Lingkungan

Jaringan irigasi adalah saluran bangunan dan bangunan pelengkapnya yangmerupakan satu kesatuan yang diperlukan untuk pengaturan air irigasi yangmencakup penyediaan, pembagian, pemberian, penggunaan dan pembuangan airirigasi (Direktorat Pengelolaan Air, 2010).Pembangunan jaringan irigasi sangat penting terutama karena Indonesia terletak di wilayah muson tropis.Posisi ini membuat keberadaan air sangat khas, hujan banyak jatuh pada bulan-bulan basah yang berlangsung dalam beberapa bulan.Tingginya curah hujan ini tentu saja mengakibatkan air cenderung berlimpah. Dengan adanya jaringan irigasi, air yang berlimpah ini dapat ditampung, sehingga bias mencegah terjadinya banjir. Selain untuk mencegah terjadinya banjir, adanya jaringan irigasi juga dapat membantu petani terutama di saat kekeringan.Air yang ditampung saat curah hujan tinggi tersebut dapat disalurkan pada saat musim kemarau, sehingga ketersediaan air bagi tanaman dapat  terjamin.

 

b.    Aspek Sosial

Aspek sosial merupakan aspek yang paling menentukan karakteristik dan sifatdari sistem jaringan.Aspek ini tidak hanya berkaitan dengan masalah teknis tetapi seringkali berkaitan dengan masalah tradisi atau bahkan religi/keyakinan.Seperti halnya di daerah Bali yang terkenal dengan sistem irigasi Subak, aturan mengenai hak dan kewajiban anggota didasarkan pada keyakinan mereka serta tidak hanya berkaitan dengan pembagian air irigasi.Akan tetapi juga mengenai upacara-upacara adat yang sudah menjadi kebiasaan atau tradisi turun temurun masyarakat setempat.Dalam perancangan atau pembuatan sistem irigasi juga tidak lepas dari aspek sosial setempat.Setiap daerah mempunyai keunggulan dan ketiadaan sesuatu.Hal ini yang bisa menimbulkan pengaruh karakteristik irigasi yang khas. Seperti sosial masyarakat setempat yang terkenal untuk memanfaatkan batu sungai (batu kali) sebagai salah satu komoditas masyarakat setempat yang mempunyai nilai jual lebih tinggi sehingga penggunaan batu sungai tidak dilakukan pada masyarakat sekitar daerah Muntilan. Mereka lebih memanfaatkan bahan lain yang lebih murah seperti kantong plastik.

 

c.    Aspek Ekonomi

Selain aspek sosial masyarakat setempat, aspek yang tidak bisa lepas dari sistem irigasi adalah aspek ekonomi.Seperti aspek sosial, aspek ini lebih ditekankan pada ekonomi seperti mata pencaharian masyarakat setempat, pendapatan masyarakat serta kebiasaan masyarakat setempat dalam menilai suatu materi, nilai lahan. Pemenuhan kebutuhan irigasi ternyata belum mampu menuntaskankemiskinandan meningkatkan kesejahteraan petani.Sejak dilakukan pembangunanhingga saat ini telah terbukti kegagalan-kegagalan dari irigasi untuk meningkatkan kesejahteraan petani.Kalangan petani masih dianggap kalangan bawah dan saat ini kurang diminati oleh generasi muda.Meskipun pada orde baru telah dibangun jaringan irigasi mulai dari waduk hingga saluran-saluran ke lahan pertanian masih banyak persoalan yang selalu menghampiri petani.Perubahan strategi sistem irigasi perlu dilakukan guna meningkatkan pendatan petani yang merupakan dasar dari aspek ekonomi (Supadmo, 2003).

 

2.5.  SISTEM IRIGASI

Ditinjau dari proses penyediaan, pemberian, pengelolaan dan pengaturan air, sistem irigasi dapat dikelompokkan menjadi 4 adalah sebagai berikut :

2.5.1.  Sistem Irigasi Permukaan (Surface Irrigation System)

Irigasi permukaan merupakan metode pemberian air yang paling awal dikembangkan.

Irigasi permukaan merupakan irigasi yang terluas cakupannya di seluruh dunia terutama di Asia. Sistem irigasi permukaan terjadi dengan menyebarkan air ke permukaan tanah dan membiarkan air meresap (infiltrasi) ke dalam tanah. Air dibawa dari sumber ke lahan melalui saluran terbuka baik dengan atau lining maupun melalui pipa dengan head rendah. Investasi yang diperlukan untuk mengembangkan irigasi permukan relatif lebih kecil daripada irigasi curah maupun tetes kecuali bila diperlukan pembentukan lahan, seperti untuk membuat teras.

 

Sistem irigasi permukaan (Surface irrigation), khususnya irigasi alur (Furrow irrigation) banyak dipakai untuk tanaman palawija, karena penggunaan air oleh tanaman lebih efektif. Sistem irigasi alur adalah pemberian air di atas lahan melalui alur, alur kecil atau melalui selang atau pipa kecil dan megalirkannya sepanjang alur daalam lahan.

 

Untuk menyusun suatu rancangan irigasi harus diadakan terlkebih dahulu survei mengenai kondisi daerah yang bersangkutanserta penjelasannya, penyelidikan jenisjenis tanah pertanian, bagi bagian-bagian yang akan diirigasi dan lain-lain untuk menentukan cara irigasi dan kebutuhan air tanamannya.

 

Suatu daerah irigasi permukaan terdiri dari susunan tanah yang akan diairi secara teratur dan terdiri dari susunan jaringan saluran air dan bangunan lain untuk mengatur pembagian, pemberian, penyaluran, dan pembuangan kelebihan air. Dari sumbernya, air disalurkan melalui saluran primer lalu dibagi-bagikan ke saluran sekunder dan tersier dengan perantaraan bangunan bagi dan atau sadap terser ke petak sawah dalam satuan petak tersier. Petak tersier merupakan petak-petak pengairan/pengambilan dari saluran irigasi yang terdiri dari gabungan petak sawah. Bentuk dan luas masingmasing petak tersier tergantung pada topografi dan kondisi lahan akan tetapi diusahakan tidak terlalu banyak berbeda. Apabila terlalu besar akan menyulitkan pembagian air tetapi apabila terlalu kecil akan membutuhkan bangunan sadap. Ukuran petak tersier diantaranya adalah, di tanah datar : 200-300 ha, di tanah agak miring : 100-200 ha dan di tanah perbukitan : 50-100 ha.

 

Terdapat beberapa keuntungan menggunakan irigasi furrow.  Keuntungannya sesuai untuk semua kondisi lahan, besarnya air yang mengalir dalam lahan akan meresap ke dalam tanah untuk dipergunakan oleh tanaman secara efektif, efisien pemakaian air lebih besar dibandingkan dengan sistem irigasi genangan (basin) dan irigasi galengan (border).

 

Untuk menyusun suatu rancangan irigasi terlebih dahulu dilakukan survey mengenai kondisi daerah yang bersangkutan serta penjelasannya, penyelidikan jenis-jenis tanaman pertaniannya, bagian-bagian yang diairi dan lain-lain untuk menentukan cara irigasi dan kebutuhan air tanamannya.

 

Sistem irigasi permukaan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu peluapan dan penggenangan bebas (tanpa kendali) serta peluapan penggenangan secara terkendali. Sistem irigasi permukaan yang paling sederhana adalah peluapan bebas dan penggenangan. Dalam hal. ini air diberikan pada areal irigasi dengan jalan peluapan untuk menggenangi kiri atau kanan sungai yang mempunyai permukaan datar. Sebagai contoh adalah sistem irigasi kuno di Mesir. Sistem ini mempunyai efisiensi yang rendah karena penggunaan air tidak terkontrol. Gambar dibawah ini memberi ilustrasi mengenai sistem irigasi dengan peluapandan penggenangan bebas.

 

Sistem irigasi permukaan lainnya adalah peluapan dan penggenangan secara terkendali. Cara yang umum digunakan dalam hal ini adalah dengan menggunakan bangunan penangkap, saluran pembagi saluran pemberi, dan peluapan ke dalam petakpetak lahan beririgasi. Jenis bangunan penangkap bermacam-macam, diantaranya adalah (1) bendung, (2) intake, dan (3) stasiun pompa.

 

2.5.2. Sistem Irigasi Bawah Permukaan (Sub Surface Irrigation System)

 

Sistem irigasi bawah permukaan dapat dilakukan dengan meresapkan air ke dalam tanah di bawah zona perakaran melalui sistem saluran terbuka ataupun dengan menggunakan pipa porus. Lengas tanah digerakkan oleh gaya kapiler menuju zona perakaran dan selanjutnya dimanfaatkan oleh tanaman.

 

2.5.3. Sistem irigasi dengan pancaran (sprinkle irrigation)

Irigasi curah atau siraman (sprinkle) menggunakan tekanan untuk membentuk tetesan air yang mirip hujan ke permukaan lahan pertanian. Disamping untuk memenuhi kebutuhan air tanaman. Sistem ini dapat pula digunakan untuk mencegah pembekuan, mengurangi erosi angin, memberikan pupuk dan lain-lain. Pada irigasi curah air dialirkan dari sumber melalui jaringan pipa yang disebut mainline dan sub-mainlen dan ke beberapa lateral yang masing-masing mempunyai beberapa mata pencurah (sprinkler).

 

Sistem irigasi curah dibagi menjadi dua yaitu set system (alat pencurah memiliki posisi yang tepat),serta continius system (alat pencurah dapat dipindah-pindahkan). Pada set system termasuk ; hand move, wheel line lateral, perforated pipe, sprinkle untuk tanaman buah-buahan dan gun sprinkle.  Sprinkle jenis ini ada yang dipindahkan secara periodic dan ada yang disebut fixed system atau tetap (main line lateral dan nozel tetap tidak dipindah-pindahkan). Yang termasuk continius move system adalah center pivot, linear moving lateral dan traveling sprinkle.

 

 

Ada tiga jenis penyiraman yang umum digunakan yaitu nozel tetap yang dipasang pada pipa, pipa yang dilubangi (perforated sprinkle) dan penyiraman berputar. Sesuai dengan kapasitas dan luas lahan yang diairi serta kondisi topografi, tata letak system irigasi curah dapat digolongkan menjadi tiga yaitu:

a.    Farm system, system dirancang untuk suatu luas lahan dan merupakan satusatunya fasilitas pemberian air irigasi

b.    Field system, system dirancang untuk dipasang di beberapa laha pertanian dan biasanya dipergunakan untuk pemberian air pendahuluan pada letak persemaian,

c.    Incomplete farm system, system dirancang untuk dapat diubah dari farm system menjadi fiekd system atau sebaliknya.

 

Berapa kelebihan sistem irigasi curah dibanding desain konvensional atau irigasi gravitasi antara lain :

a.    Sesuai untuk daerah-daerah dengan keadaan topografi yang kurang teratur dan profil tanah yang relative dangkal.

b.    Tidak memerlukan jaringan saluran sehingga secara tidak langsung akan menambah luas lahan produktif serta terhindar dari gulma air

c.    Sesuai untuk lahan berlereng tampa menimbulkan masalah erosi yang dapat mengurangi tingkat kesuburan tanah.

 

Sedangkan kelemahan sistem irigasi curah adalah:

a.    Memerlukan biaya investasi dan operasional yang cukup tinggi, antara lain untuk operasi pompa air dan tenaga pelaksana yang terampil.

b.    Memerlukan rancangan dan tata letak yang cukup teliti untuk memperoleh tingkat efisiensi yang tinggi.

 

Efisiensi irigasi curah dapat diukur berdasarkan keseragaman penyebaran air dari sprinkle. Apabila penyebaran air tidak seragam maka dikatakan efisiensi irigasi curah rendah. Parameter yang umum digunakan untuk mengevaluasi keseragaman penyebaran air adalah coefficient of uniformity (CU). Efisiensi irigasi curah yang tergolong tinggi adalah bila nilai CU lebih besar dari 85%.

 

Berdasarkan penyusunan alat penyemprot, irigasi curah dapat dibedakan ; (1) system berputar (rotaring hed system) terdiri dari satu atau dua buah nozzle miring yang berputar dengan sumbu vertical akibat adanya gerakan memukul dari alat pemukul (hammer blade). Sprinkle ini umumnya disambung dengan suatu pipa peninggi (riser) berdiameter 25 mm yang disambungkan dengan pipa lateral, (2) system pipa berlubang (perforated pipe system), terdiri dari pipa berlubang-lubang, biasa dirancang untuk tekanan rendah antara 0,5-2,5 kg/cm2 , hingga sumber tekanan cukup diperoleh dari tangkai air yang ditempatkan pada ketinggian tertentu.

 

Umumnya komponen irigasi curah terdiri dari (a) pompa dengan tenaga penggerak sebagai sumber tekanan, (b) pipa utama, (c) pipa lateral, (d) pipa peninggi (riser) dan (e) kepala sprinkle (head sprinkle). Sumber tenaga penggerak pompa dapat berupa motor listrik atau motor bakar. Pipa utama adalah pipa yang mengalirkan air ke pipa lateral. Pipa lateral adalah pipa yang mengalirkan air dari pipa utama ke sprinkle.

Kepala sprinkle adalah alat/bagian sprinkle yang menyemprotkan air ke tanah.

 

2.5.4. Sistem Irigasi Tetes (Drip Irrigation)

 

Irigasi tetes adalah suatu sistem pemberian air melalui pipa/ selang berlubang dengan menggunakan tekanan tertentu, dimana air yang keluar berupa tetesan-tetesan langsung pada daerah perakaran tanaman. Tujuan dari irigasi tetes adalah untuk memenuhi kebutuhan air tanaman tanpa harus membasahi keseluruhan lahan, sehingga mereduksi kehilangan air akibat penguapan yang berlebihan, pewmakaian air lebih efisien, mengurangi limpasan, serta menekan/mengurangi pertumbuhan gulma. Ciri- ciri irigasi tetes adalah debit air kecil selama periode waktu tertentu, interval (selang)yang sering, atau frekuensi pemberian air yang tinggi , air diberikan pada daerah perakaran tanaman, aliran air bertekanan dan efisiensi serta keseragaman pemberian air lebih baik (Sudjarwadi, 1990).

 

Unsur-unsur utama pada irigasi tetes yang perlu diperhatikan sebelum mengoperasikan peralatan irigasi tetes adalah :

a.    Sumber air, dapat berupa sumber air permanen (sungai, danu, dan lain-lain), atau sumber air buatan (sumur, embung dan lain-lain)

b.    Sumber daya, sumber tenaga yang digunakan untuk mengalirkan air dapat dari gaya gravitasi (bila sumber air lebih tinggi daripada lahan pertanaman), dan untuk sumber air yang sejajar atau lebih rendah dari pada lahan pertanaman maka diperlukan bantuan pompa. Untuk lahan yang mempunyai sumber air yang dalam, maka diperlukan pompa penghisap pompa air sumur dalam.

c.    Saringan, untuk mencegah terjadinya penyumbatan meke diperlukan beberapa alat penyaring, yaitu saringan utama (primary filter) yang dipasang dekat sumber air, sringan kedua (secondary filter) diletakkan antara saringan utama dengan jaringan pipa utama.

 

Dewasa ini keberhasilan tumbuh tanaman cendana di lahan kritis savana kering NTT dirasakan masih rendah (kurang dari 20%). Hal ini disebabkan pada awal penanaman di lapangan cendana belum beradaptasi dengan baik karena masalah kondisi tanahnya marginal dan kekurangan air. Masalah kekurangan air akibat curah hujan yang rendah,waktunya pendek dan turunnya tidak teratur adalah salah satu masalah krusial yang dihadapi setiap tahun. Untuk menangani masalah ini maka teknik pengairan secara konvensional dengan irigasi tetes perlu diterapkan agar tanaman cepat beradaptasi dengan lingkungan sehingga pertumbuhannya meningkat. Pemanfaatan irigasi tetes dengan menggunakan wadah yang murah dan mudah didapat di lokasi penanaman seperti bambu, botol air mineral dan pot tanah serta pemanfaatan air embung,mata air,sungai dan pemanenan air hujan perlu mendapatkan pertimbangan. 

 

Irigasi tetes adalah teknik penambahan kekurangan air pada tanah yang dilakukan secara terbatas dengan menggunakan tube (wadah) sebagai alat penampung air yang disertai lubang tetes di bawahnya. Air akan keluar secara perlahan -lahan dalam bentuk tetesan ke tanah yang secara terbatas membasahi tanah. Lubang tetes air dapat diatur sedemikian rupa sehingga air cukup hanya membasahi tanah di sekitar perakaran 

 

Kegunaan dari irigasi tetes adalah :

a.     Untuk menghemat penggunaan air tanaman.

b.    Mengurangi kehilangan air yang begitu cepat akibat penguapan dan infiltrasi.

c.     Membantu memenuhi kebutuhan air tanaman pada awal penanaman sehingga juga akan meningkatkan pemanfaatan unsur hara tanah oleh tanaman.

d.    Mengurangi stresing atau mempercepat adaptabilitas bibit sehingga meningkatkan keberhasilan tumbuh tanaman.

e.     Melakukan pemanenan air hujan lewat wadah irigasi tetes secara terbatas sehingga dapat digunakan tanaman.

 

Sistem irigasi tetes memang konsep pemanfaatan air tanaman yang belum populer Namun, sistem ini telah membumi di belahan bumi lain. Orang asing telah menginsyafi seberapa banyak porsi air minum yang bisa mengobati dahaga yang dirasakan tanaman. Tanaman diberi “minum” secukupnya. “Jika kelebihan air, nutrisi yang mesti diserap tanaman bisa hanyut. Andai kebanyakan air pun batang tanaman bisa membusuk. Jadi, jangan menyiram tanaman sampai tampak seperti kebanjiran,” Konsep taman kota maupun taman keluarga dianjurkan memakai sistem ini. Tanaman cukup ditetesi air sesuai porsi yang diperlukannya. Cara ini bukan hanya membantu tanaman tak sampai kelebihan mengonsumsi air.

 

Sistem yang digunakan adalah dengan memakai pipa-pipa dan pada tempat-tempat tertentu diberi lubang untuk jalan keluarnya air menetes ke tanah. Perbedaan dengan sistem pancaran adalah besarnya tekanan pada pipa yang tidak begitu besar.

 

2.5.5.  Sumber Air Irigasi

a.  Sumber Air dalam Irigasi 

Sumber air dalam irigasi dapat digolongkan dalam 3 (tiga) golongan, yaitu :

1.    Mata Air, yaitu air yang terdapat di dalam tanah, seperti sumur, air artesis, dan air tanah. Air tersebut banyak mengandung zat terlarut sehingga mineral bahan makan tanaman sangat kurang dan pada umumnya konstan. 

2.    Air Sungai, yaitu air yang terdapat di atas permukaan tanah. Air tersebut banyak mengandung lumpur yang mengandung mineral sebagai bahan makan makanan, sehingga sangat baik untuk pemupukan dan juga suhunya lebih rendah daripada suhu atmosfer. Air sungai ini berasal dari dua macam sungai, yaitu sungai kecil yang debit airnya berubah-ubah dan sungai besar

3.    Air Waduk, yaitu air yang terdapat di permukaan tanah, seperti pada sungai. Tetapi air waduk sedikit mengandung lumpur, sedangkan zat terlarutnya sama banyaknya dengan air sungai. Air waduk di sini dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu waduk alami dan waduk buatan manusia. Air waduk juga dibedakan menjadi dua macam menurut keuntungan yang diperoleh, yaitu waduk multi purpose atau waduk dengan keuntungan yang diperoleh lebih dari satu. Misalnya air waduk selain untuk pertanian juga untuk perikanan, penanggulangan banjir, pembangkit listrik dan pariwisata. Tetapi ada juga waduk yang hanya digunakan untuk pertanian saja.

 

b.  Cara Pemberian Air Irigasi

Secara garis besar, ada tiga cara pemberian air dalam sistem irigasi, yaitu : pemberian air melalui permukaan, pemberian air melalui bawah permukaan atau resapan dan pemberian air dengan penyiraman.

1.  Pemberian Air Melalui Permukaan

a.     Perluapan penggenangan bebas jika debit air besar sehingga tinggi muka air melampaui tanah di kiri kanannya (air akan bebas meluap kekiri dan kekanan).

b.     Perluapan penggenangan terkendali cara pemberian air dengan cara ini yaitu air dialirkan dari  parit pada satu sisi suatu petak sawah, air dialirkan kepetak sawah yang telah ditentukan letaknya maupun ukurannya.

c.     Sistem kalenan cara pemberian air dengan cara ini yaitu penggenangan diberikan pada kalenankalenan yang dibuat sejajar lajur-lajur tanaman, air diberikan pada parit pemberi dengan menggunakan pipa atau hevel.

d.     Dengan petak penggenangan atau check sungai yaitu sistem pemberian air yang umumnya dipakai untuk tanaman buah-buahan dengan membuat cekungan di bawah tanaman yang akan di airi. Proses pemberian air kecekungan tersebut dengan sistem pengairan terbuka.

 

2.  Pemberian Air Melalui Bawah Permukaan atau Resapan

a.          Peresapan dengan sistem terbuka

Pada sistem ini, air dialirkan pada saluran-saluran yang telah mengelilingi suatu petak sawah, sehingga air dapat meresap kekiri dan kekanan. Umumnya diberikan di bawah zone perakaran dan di atas muka air tanah. Dengan adanya daya kapiler, maka air dapat naik keatas sehingga air dapat diserap dandimanfaatkan oleh tanaman.

b.          Peresapan dengan saluran tertutup

Pada sistem ini, air dialirkan pada pipa porous yang dimasukkan kedalam tanah sehingga air dapat diserap dan dapat meresap ketanah disekitarnya. Cara ini jarang digunakan karena pipa poros yang digunakan harus di tahan terhadap air (tidak cepat lapuk) dan juga pemasangannya mahal.

 

3. Pemberian Air dengan Penyiraman

a.     Pemberian air dengancarapancaran

Cara ini dipancarkan ke udara dengan menggunakan pipa berporasi atau alat pancar yang bisa berputar untuk memperoleh pemerataan, sehingga air jatuh di atas tanaman yang menyerupai hujan. Cara ini sering disebut sprinkler irrigation.

b.     Pemberian air dengan cara tetesan

Pemberian air dengan cara ini yaitu air dialirkan dengan menggunakan pipa-pipa yang pada tempat tertentu diberi perlengkapan jalur keluarnya air (lubang-lubang). Lubangtersebutdiletakkansedikit di atastanahtetapitidakterlalutinggi, sehingga air dapat menetesterus-menerus, cara ini biasa disebut trickle irrigation.

c.     Pemberiaan air dengan cara genangan

Dengan cara irigasi genangan ini dilakukan dengan cara menggenangi lahan pertanian degan air irigasi. Air ini dibawa dari sumbernya dengan menggunakan saluran tanah.saluran pasangan atau pipa - pipa. Penggunaan saluran tanah atau tanpa perkuatan. Dilakukan kalau tanah dasar cukup baik sehingga kehilangan debit akibat rembesnya air pada saluran tidak terlalu besar. Atau juga kalau kecepatan aliran pada saluran cukup rendah sehingga tidak mungkin mengakibatkan erosi pada saluran. Kalau di perkirakan rembesan akan besar, maka perlu dipertimbangkan untuk menggunakan saluran pasangan atau pipa-pipa.  Umumnya pemakaiaan air untuk irigasi genangan ini cukup besar. Karena itu pada daerah yang debit tersedianya tidak cukup besar, sitem ini sebaiknya dihindari. Apalagi untuk daerah yang tanah pertaniannya mempunyai  permeabilitas yang tinggi.sehingga rembesan dan perkolasinya tinggi. Sistem ini sebaikya tidak digunakan.

 

 

 

c. Irigasi Siraman ( Sprinkle Irrigation)

Irigasi siraman adalah sistem irigasi dimana air diberikan kepada tanaman dengan menyemprotkan air keatas sehingga menyerupai hujan ketika air jatuh ke tanah. Suatu keuntungan yang paling utama dalam penggunaan sistem ini ialah : dapat digunakan untuk kondisi dimana irigasi permukaan/genangan tidak dapat diterapkan atau tidak effisien.

Sistem ini sangat berguna dalam keadaan sebagai berikut :

a.   Lahan tidak dapat disiapkan untuk irigasi permukaan / genangan.

b.  Kemiringan medan terlalu besar.

c.   Keadaan topografi lahan tidak teratur.

d.  Lahan mudah tererosi.

e.   Tanah mempunyai permeabilitas sangat tinggi atau sangat rendah.

f.    Kedalam tanah dangkal diatas kerikil atau pasir.

Irigasi ini memerlukan peralatan dan kelengkapan yang lebih rumit dan mahal seperti: Pompa, pipa-pipa, keran-keran dan sebagainya. Namun ada beberapa hal yang menyebabkan sistem ini lebih menguntungkan :

a.   Tidak memerlukan biaya penyiapan lahan yang terlalu mahal.

b.  Memerlukan debit air yang relatif kecil, sehingga pemakaian air dapat dihemat.

c.   Tenaga terlatih untuk melaksanakan/mengelola irigasi permukaan tidak diperlukan.

d.  Areal dapat dihemat karena tidak ada bagian areal yang digunakan untuk saluran-saluran, bangunan-bangunan dan sebagainya.

e.   Tanah dapat segera dikembangkan untuk produktifitas yang tinggi karena jaringan irigasinya dapat segera terpasang.

Irigasi sprinkler ini selain untuk membasahi tanah, dapat juga digunakan untuk keperluan lain seperti :

a.   Untuk mengatur suhu terutama di daerah yang beriklim dingin. Pada waktu musim dingin yang disemprotkan mempunyai suhu normal.

b.  Untuk menyebarkan pupuk dan obat anti hama, karena pupuk dan obat tadil angsung di campur dengan air yang akan disemprotkan. Tapi perlu diperhatikan bahwa ada obat-obatan yang, merusak pipa karena korosifitasnya tinggi.

Namun demikian ada beberapa kekurangan /kelemahan dari sistemini yaitu : a. Angin dapat mempengaruhi penyemprotan air.

b.  Supaya penggunaan peralatan dapat ekonomis, diperlukan sumber air yang konstan.

c.   Diperlukan air yang bersih dan bebas pasir dan sebagainya.

d.  Investasi awal cukup tinggi.           

e.   Penggunaan daya untuk menyemprotkan cukup tinggi.

Penyemprotan dilakukan dengan menggunakan pengabut (nozzle ). Pengabut memiliki dua pengabut : a. Pengabu tpenggeser.

b. Pengabut penyebar.

 

Pada waktu air memancar melalui pengabut penggeser, maka air akan mendorong pemukul untuk berputar pada poros tegaknya. Namun dengan adanya pegas, maka pemukul tersebut akan segera kembali dan memukul pengabut penggeser sehingga pengabut secara keseluruhan akan berputar pada poros tegaknya. Akibat dari gerakan ini menyebabkan pengabut dapat menyebarkan air secara berkeliling. Pada waktu air mengenai pemukul, maka pancaran air akan dipantulkan, sehingga penyiraman terjadi pada daerah sekitar pengabut. Sedangkan pada waktu pemukul terdorong, maka pengabut akan menyemprotkan air cukup jauh, sehingga dapat mencapai radius yang besar. Daerah yang tidak tercapai oleh pancaran pengabut penggeserakan di isi oleh pengabut penyebar. Dengan demikian maka penyebaran air cukup merata  (Program Diploma Teknik Sipil Sekolah Vokasi, 2003).

 

2.6  SALURAN IRIGASI

2.6.1. Pengertian Saluran Irigasi

Saluran irigasi atau jaringan irigasi adalah saluran, bangunan, dan bangunan pelengkap yang merupakan satu kesatuan yang diperlukan untuk penyediaan, pembagian, pemberian, penggunaan, dan pembuangan air irigasi. Menurut pengelolaannya saluran irigasi dibagi menjadi 3 bagian, yaitu : a. Jaringan Irigasi Utama/Primer 

 

Gambar 2.1. Contoh Saluran irigasi Primer (Sumber : Wirawan, 1991)

 

Saluran irigasi primer adalah bagian dari jaringan irigasi yang terdiri dari bangunan utama, saluran induk/primer, saluran pembuangannya, bangunan bagi, bangunan bagi-sadap dan bangunan pelengkapnya. Saluran irigasi primer merupakan saluran irigasi utama yang membawa air masuk kedalam saluran sekunder. Air yang sudah masuk kedalam irigasi sekunder akan diteruskan ke saluran irigasi tersier. Bangunan saluran irigasi primer umumnya bersifat permanen yang sudah dibangun oleh pemerintah melalui Dinas Pekerjaan Umum atau daerah setempat (Wirawan, 1991).

 

Saluran irigasi primer meliputi bangunan bendung, saluran-saluran primer dan sekunder termasuk bangunan bangunan utama dan pelengkap saluran pembawa dan saluran pembuang. Bangunan ini merupakan bangunan yang mutlak diperlukan bagi eksploit, meliputi bangunan pembendung, bangunan pembagi dan bangunan pengukur. Bangunan bendung berfungsi agar permukaan air sungai dapat naik dengan demikian memungkinkan untuk disalurkan melalui pintu pemasukan ke saluran pembawa. Bangunan pembagi berfungsi agar air pengairan dapat di distribusikan di sepanjang saluran pembawa (saluran primer) ke lahan-lahan pertanaman melalui saluran sekunder dan saluran tersier. Terdiri pula bangunan ukur yang berfungsi mengukur debit air yang masuk ke saluran. Dengan demikian distribusi air pengairan ke lahan-lahan pertanaman melalui saluran sekunder dan saluran tersier dapat terkontrol dengan baik, sesuai dengan pola pendistribusian air pengairan yang telah dirancang (Wirawan, 1991).

 

b. Jaringan Irigasi Sekunder

Gambar 2.2. Contoh Saluran irigasi Sekunder/Tersier (Sumber: Wirawan, 1991)

 

Saluran irigasi sekunder adalah bagian dari jaringan irigasi yang terdiri dari saluran sekunder, saluran pembuangannya, bangunan bagi, bangunan bagi-sadap, bangunan sadap, dan bangunan pelengkapnya. Saluran yang membawa air dari saluran primer ke petak-petak tersier yang dilayani oleh saluran sekunder tersebut. Batas ujung saluran ini adalah pada bangunan sadap terakhir. Fungsi dari saluran irigasi sekunder ini adalah membawa air yang berasal dari saluran irigasi primer dan diteruskan ke saluran irigasi tersier yang terdiri dari saluran tersier, saluran kuarter dan saluran pembuang, boks tersier, boks kuarter, serta bangunan pelengkapnya (Wirawan, 1991).

 

d. Jaringan Irigasi Tersier

 

 

Gambar 2.3. Contoh Saluran irigasi Tersier/Kwarter (Sumber: Wirawan,1991)

 

Saluran irigasi tersier merupakan saluran air pengairan di petak tersier, mulai air luar dari bangunan ukur tersier, terdiri dari beberapa petak kuarter dan tersier termasuk bangunan pembagi tersier dan kuarter, serta bangunan pelengkap lainnya yang terdapat di petak. Beberapa petak kuarter, masing-masing seluas kurang lebih 8 sampai dengan 15 hektar. Petak tersier. yang sebaiknya berbatasan langsung dengan saluran sekunder atau saluran primer. Sedapat mungkin dihindari petak tersier yang terletak tidak secara langsung di sepanjang jaringan saluran irigasi utama, karena akan memerlukan saluran muka tersier yang mebatasi petak-petak tersier lainnya (Wirawan, 1991).

 

Prinsip-prinsip dalam penataan jaringan pemberi air pengairan (irigasi) dapat dikemukakan sebagai berikut :

1.  Sistem irigasi bagi lahan pertanian yang terdiri dari jaringan irigasi utama dan jaringan irigasi tersier, harus berada pada tempat tertentu pada lahan-lahan yang letaknya lebih tinggi dari lahan dari letak lahan pertanaman.

2.  Sistem irigasi harus ditata sependek atau sesingkat mungkin dan dengan demikian dapat tercegah berkurangnya tekanan aliran air dan air pengairannya selama dalam perjalanan dikarenakan hal-hal yang tidak terduga dan dengan pendek/singkatnya jarak tatanan sistem irigasi tersebut, maka di samping sarana-sarana pembagi air pengairan dapat dibangun seekonomis mungkin juga daya penyampaiannya dapat terjamin.

3.  Jaringan irigasi utama dan jaringan irigasi tersier sebaiknya dibangun sejalan  mengikuti garis kontur atau mendekati ke arah itu terutama untuk maksud memperoleh ketinggian terjunan aliran air yang cukup menambah tekanan aliran air selanjutnya, sehingga air pengairan dapat mencapai lahan pertanaman yang lebih

4.  Saluran-saluran tersier harus mampu mengalirkan air dengan cukup ke petakpetak tersier, dalam hal ini untuk pesawahan harus mampu melakukan penggenangan (flooding).

5.  Pembangunan tanggul-tanggul di kedua tepi saluran tersier ataupun kuarter sebaiknya tidak terlalu tinggi agar dengan demikian air permukaan pada saluransaluran dapat mudah dilimpahkan keareal pertanaman yang akan diberi air.

6.  Saluran pembuang air pengairan dari petak-petak pertanaman yang airnya telah dimanfaatkan untuk flooding (penggenangan) ataupun furrowing (penyaluran) hendaknya dibuat sedemikian rupa agar dapat berfungsi dengan lancar, karena kalau saluran-saluran pembuang itu tidak berfungsi dengan baik ataupun pembuatannya diabaikan, banyak kemungkinan terjadinya kejenuhan pada air di petak-petak pertanaman.

(Wirawan, 1991).

 

Disamping itu dapat terjadi peluapan mengingat masuknya air secara terus menerus sedang pembuangannya sangat sulit atau tidak ada, lebih-lebih kalau permeabilitas air pengairan di lahan-lahan/petak-petak pertanaman tersebut sangat minim. Saluran pembuang air ini adalah lebih baik kalau berhubungan dengan saluran pembuang yang alami (sungai, celah-celah jurang, dan sebagainya) atau dibuat khusus tergantung pada keadaan lahan setempat dan kepentingannya. Prinsip fundamental diatas seharusnya diterapkan pada sistem jaringan pengairan yang dipilih atau digunakan (Notohadiprawiro, 1992).

 

Dari sekian banyak sistem jaringan pengairan system yang sering digunakan adalah sistem random dan sistem paralel.

a.    Sistem random jaringan pengairan. Sistem ini banyak digunakan karena secara leluasa dapat disesuaikan terhadap kondisi lahan yang dihadapi, dengan hanya sedikit atau tidak memerlukan perubahan keadaan topografi. Ancangan penataannya yang baik akan menghasilkan pemberian air pengairan yang efektif karena dengan perancangan dan penataannya yang baik itu akan mampu menampung aliran air yang tersedia secara maksimum yang dengan ancar melalui sarana-sarananya akan sampai ke petak-petak pertanaman. Saluran induk (utama) biasanya mengikuti tempat dengan elevasi tertinggi yang berada di punggung lahan atau disepanjang garis kontur.

b.    Sistem paralel jaringan pengairan. Dengan sistem ini, jaringan pemberi air pengairan dan jaringan pengalir/pembuangnya dibangun secara sejajar beraturan. Karenanya sistem ini umumnya diterapkan pada lahan yang datar dan juga pada lahan yang berlereng sedang yang tidak banyak bergelombang, maka pada lahan yang terakhir ini saluran utama (induk) harus dibuat atau digali dengan mengikuti garis kontur (seperti pada jaringan dengan sistem random) dengan elevansi ketinggian yang cukup, dengan demikian pengairan dapat tergiring dengan tekanan/dorongan yang kup lumayan untuk masuk ke dalam saluran-saluran sekunder dan tersier dan selanjutnya ke petakpetak penanaman.

 

2.6.2. Bendungan

Bendungan merupakan bangunan air yang dibangun secara melintang pada sungai, yang tujuannya agar permukaan air sungai di sekitarnya dapat naik sampai ketinggian tertentu, dengan demikian air sungai tadi dapat dialirkan melalui pintu sadap ke ke saluran-saluran pembagi air pengairan ke lahan-lahan pertanian. Bendungan harus dibuat secara kuat agar tetap tahan untuk jangka waktu panjang/lama, tinggi tepi tembok bendung didasarkan pada debit maksimum untuk jangka waktu tertentu (Dumairy,1992).

 

Bagian-bagian bendung meliputi :

a.   Badan bendung, yang pembuatannya dari pasangan-pasangan batu kali atau dengan beton, dengan tinggi yang disesuaikan dengan kepentingan air irigasi.

b.  Pintu penguras, dibuat di ujung badan yang ada bersambung dengan saluran kantong penguras dibuatkan pintu masuk.

c.   Pintu pengambilan, dibuat di ruang penguras yang diletakkan sekitar 1 meter atau lebih di atas lantai .

 

Dalam merancang jaringan pengairan dan drainasenya, yang garis besarnya telah  dikemukakan, hasil rancangan akan ada manfaatnya dan mudah dan tepat dilaksanakan di lapangan kalau rancangannya benar-benar atas dasar hasil survei yang teliti yang menghasilkan data-data yang dapat diandalkan mengenai hal-hal sebagai berikut :

a.   Sumber air pengairan yang memungkinkan termasuk kualitasnya.

b.  Topografi dan keadaan lahan yang memungkinkan dalam pembangunan saluran/jaringan, terutama mengenai keadaan lereng terkecil dan terbesar di mana saluran-saluran (induk dan atau pembagi) akan ditempatkan pada lahan tersebut.

c.   Macam dan kegiatan petanaman yang akan diusahakan dengan terjaminnya air pengairan ke areal pertanaman itu.

d.  Demi terjaminnya air pengairan ke areal pertanaman tersebut, sistem jaringan pengairan yang dipilih adalah yang sangat memungkinkan untuk diterapkan Panjang jangkauan aliran air pengairan yang dapat diperkirakan sampai ke areal pertanaman dan petak-petak pertanaman, sejak dari sumber airnya.

e.   Pembatas-pembatas yang terdapat pada lahan di mana jaringan air pengairan akan ditempatkan.

f.    Faktor-faktor yang menunjang bagi terlaksananya pembangunan jaringan pengairan, terutama yang terdapat di sekitar lahan yang akan ditempati sarana jaringan. (Dumairy, 1992)

 

Hal penting yang diperhatikan adalah bahwa dengan dibangunnya irigasi yang menghubungkan sumber air dengan petak pertanaman, agar petak-petak pertanaman memperoleh air pengairan yang cukup bagi pertumbuhan tanaman. Supaya maksud di atas tercapai dengan baik atau mendekati, maka kebutuhan air di petak-petak pertanaman tersebut perlu diperkirakan atas dasar : a. Tingkat pemakaian

Tingkat pemakaian adalah jumlah air keseluruhan yang ditranspirasikan tanam air dan yang dievaporasikan oleh tanah dari areal lahan pertanaman dalam satuan waktu dibandingkan terhadap area lahan yang bersangkutan. Tingkat pemakaian air tergantung pada pertanaman yang ada di area lahan yang bersangkutan beserta kondisi iklim setempat.

b. Tingkat efisiensi jaringan

Tingkat efisiensi jaringan ialah ketepatgunaan jaringan pengairan yang ada dalam menyampaikan secara teratur air pengairan ke petak-petak pertanaman.

 

2.6.3.  Bangunan Pengukur debit dan Bangunan Pengatur Tinggi Muka Air 

 

(1).  Bangunan Pengukur Debit

Agar pengelolaan air irigasi menjadi efektif, maka debit harus diukur pada hulu saluran primer, pada cabang saluran dan pada bangunan sadap tersier. Berbagai macam bangunan dan peralatan telah dikembangkan untuk maksud ini, namun demikian untuk menyederhanakan pengelolaan jaringan irigasi, maka hanya beberapa jenis bangunan saja yang dapat dipergunakan pada daerah irigasi.

 

Rekomendasi penggunaan bangunan tertentu didasarkan pada beberapa faktor penting, antara lain :

a.         Kecocokan bangunan untuk keperluan pengukuran debit.

b.         Bangunan yang kokoh, sederhana dan ekonomis.

c.         Rumus debit sederhana dan teliti.

d.         Eksploitasi dan pembacaan papan duga mudah.

e.         Pemeliharaan sederhana dan mudah.

f.          Cocok dengan kondisi setempat dan dapat diterima oleh para petani

 

(2).  Alat Ukur Ambang Lebar

 

Alat ukur ambang lebar dianjurkan sebab bangunannya kokoh dan mudah dibuat. Karena bisa mempunyai berbagai bentuk Mercu, bangunan ini mudah disesuaikan dengan type saluran apa saja. Hubungan tunggal antara muka air hulu dan debit mempermudah pembacaan debit secara langsung dari papan duga, tanpa memerlukan tabel debit.

 

a.  Perencanaan Hydrolis

    Perencanaan debit untuk alat ukur ambang lebar dengan bagian segi empat adalah :

Dimana :

Q   = Debit.

Ca  = Koefisien debit.

Ca adalah : 0,93 – 0,10 H1/L, untuk  0,1 H1/L = 1,0.

H1 adalah tinggi energi hulu.

L adalah panjang mercu. Cv  = Koefisien kecepatan datang. g   = Percepatan gravitasi.

bc  = Lebar mercu.

h1  = Kedalaman air hulu terhadap ambang bangunan ukur.

Kedalaman debit untuk alat ukur ambang lebar bentuk trappesium adalah : bc = Lebar mercu pada bagian pengontrol. m  = Kemiringan samping pada bagian pengontrol.

 

b. Karakteristik Alat Ukur Ambang Lebar

Asal saja kehilangan energi pada alat ukur cukup untuk menciptakan aliran kritis, tabel debit dapat dihitung dengan kesalahan kurang dari 20%.

Kehilangan tinggi energi untuk memperoleh aliran moduler (yaitu hubungan khusus antara tinggi energi hulu dengan mercu sebagai debit) lebih rendah jika dibandingkan dengan kehilangan tinggi energi untuk semua jenis bangunan yang lain. Sudah ada teori hydrolika untuk menghitung kehilangan tinggi energi yang diperlukan ini, untuk kombinasi alat ukur dan saluran apa saja.  Karena peralihan penyempitannya yang bertahap, alat ukur ini mempunyai masalah sedikit saja dengan benda-benda terhanyut.  Pembacaan debit dilapangan mudah, khususnya jika papan duga diberi satuan debit (misalnya; m3/dt).

 

Pengamatan lapangan dari laboratorium menunjukkan bahwa alat ukur ini mengangkut sedimen, bahkan disalurkan dengan aliran subkritis. Asalkan mercu datar   searah dengan aliran, maka tebal debit pada dimensi purna laksana demikian juga memungkinkan bagi alat ukur untuk diperbaiki kembali, bila perlu.  Bangunan kuat, tidak rusak.  Dibawah kondisi hydrolik dan batas yang serupa, inilah yang paling ekonomis dari semua jenis bangunan lain untuk pengukuran debit secara tepat.

 

Kelebihan yang dimiliki alat ukur ambang lebar, yaitu : a. Bentuk hydrolis luwes dan sederhana

b.    Konstruksinya kuat, sederhana dan murah

c.    Benda-banda hanyut bisa dilewatkan dengan mudah 

c.    Eksploitasi mudah.

d.    Kelemahan-kelemahan yang dimiliki alat ukur ambang lebar:

 

Bangunan ini hanya dapat dipakai sebagai bangunan pengukur Agar pengukuran teliti bangunan tidak boleh tenggelam.

a.     Penggunaan Alat Ukur Ambang Lebar

Alat ukur ambang lebar dan flum leher panjang adalah bangunan-bangunan pengukur debit yang dipakai pada saluran dimana kehilangan tinggi energi merupakan hal pokok yang menjadi bahan pertimbangan. Bangunan ini biasanya ditempatkan diawal saluran primer, pada titik cabang saluran besar dan tempat tidur pintu sorong pada titik masuk tersier.

b.    Alat ukur romijn

Pintu romijn adalah alat ukur ambang lebar yang biasa digerakkan untuk mengatur dan mengukur debit didalam jaringan saluran irigasi. Agar dapat bergerak, mercunya dibuat dari plat baja dan dipasang diatas pintu sorong. Pintu ini dihubungkan dengan alat penggerak.

c.     Mercu Horisontal dan Lingkaran Gabungan

Dipandang dari segi hidrolis, ini merupakan perencanaan yang baik. Tetapi pembuatan lingkaran gabungan sulit, padahal tanpa lingkaran-lingkaran itu pengarahan air diatas mercu pintu bisa saja dilakukan tanpa pemisahan aliran.

d.    Mercu dengan Kemiringan 1:25 dan Lingkaran Tunggal

 

Mercu dengan kemiringan 1:25 dan lingkaran tunggal Vlugter(1941) menganjurkan penggunaan pintu Romijn dengan kemiringan pintu 1:25. Hasil penyelidikan model hidrolis di laboratorium yang mendasari rekomendasinnya itu tidak dapat diproduksi kembali. Tetepi didalam program riset terakhir mengenai mercu kemiringan 1:25, kekurangan-kekurangan mercu ini menjadi jelas, kekurangan-kekurangan tersebut antara lain : Bagian pengontrol tidak berada diatas mercu, melainkan di tepi tajam hilirnya, dimana garis-garis aliran benar-benar melengkung. Kerusakan pada tepi ini menimbulkan perubahan pada debit alat ukur.  Karena garis-garis aliran ini, batas moduler menjadi 0,25 bukan 0,67 seperti anggapan umumnya, pada aliran tenggelam h2 : h1 = 0,67 pengurangan pada aliran berkisar dari 3% untuk aliran rendah sampai 10% untuk aliran tinggi (rencana). Karena mercu berkemiringan 1:25 juga lebih rumit pembuatannya dibandingkan dengan mercu datar, maka mercu pada kemiringan itu tidak dianjurkan.  Mercu Horisontal dan Lingkaran Tunggal Ini adalah kombinasi yang bagus antara dimensi hidrolis yang benar dengan perencanaan konstruksi. Jika dilaksanakan pintu romjin, maka sangat dianjurkan untuk menggunakan mercu ini.

a.  Perencanaan hidrolis

Dilihat dari segi hidrolis, pintu Romijn dengan mercu horisontal dan peralihan penyempitan lingkaran tunggal adalah serupa dengan alat ukur ambang lebar yang telah dibicarakan. Persamaan tinggi debitnya adalah sebagai berikut :

Dimana :

Qd = debit (m³/dt)

Cd = koefisien debit

Cd adalah 0,93 + 0,1/L untuk H1/L = 1,0

H1 adalah tinggi energi hulu  (m)

L adalah panjang mercu  (m) Cv = koefisien kecepatan datang g  = percepatan grafitasi  (m/dt²) bc = lebar mercu  (m) h1 = kedalaman air hulu terhadap ambang bangun ukur  (m)

 

b. Papan Duga

Untuk pengukuran debit jarak sederhana, ada tiga papan  duga yang harus dipasang, yaitu :

1.         Papan duga muka air disalurkan

2.         Skala centimeter yang dipasang pada kerangka bangunan

3.         Skala liter yang ikut bergerak pada meja pintu Romijn skala centimeter dan liter dipasang pada posisi sedemikian rupa sehingga pada waktu bagian atas meja berada pada ketinggian yang sama dengan muka air disalurkan (dan oleh karena itu debit diatas meja, nol), titik pada skala liter memberikan pada  bacaan skala centimeter yang sesuai dengan bacaan muka air pada papan duga disalurkan.

 

c.  Karakteristik Alat Ukur Romijn

Alat ukur romijn dibuat dengan mercu datar dengan peralihan penyempitan sesuai dengan gambar terlampir, tabel debitnya sudah ada dengan kesalahan kurang dari 3%.

Debit yang masuk dapat diukur dan diatur dengan satu bangunan.

Kehilangan tinggi energi yang diperlukan untuk aliran moduler adalah dibawah 33% dari tinggi energi hulu dengan mercu sebagai acuannya yang relatif kecil.

Karena alat ukur romijn dapat disebut “berambang lebar” maka sudah ada teori hidrolika untuk merencanakan bangunan tersebut.

Alat ukur romijn dengan pintu dibawah bisa dieksploitasi oleh orang yang tidak berwewenang, yaitu melewatkan air yang lebih banyak dari yang diizinkan dengan cara mengangkat pintu bawah lebih tinggi (Herliyani, 2012).

 

Kelebihan-kelebihan yang dimiliki oleh alat ukur :

1.         Bangunan itu bisa mengukur dan mengatur sekaligus.

2.         Dapat membilas endapan sedimen halus.

3.         Kehilangan tinggi energi lebih kecil.

4.         Ketelitian baik.

5.         Eksploitasi mudah.

 

Kekurangan kekurangan alat ukur romijn:

1.         Pembuatannya rumit dan mahal.

2.         Bangunan itu membutuhkan muka air yang tinggi pada  saluran

3.         Biaya pemeliharaan bangunan itu lebih mahal.

4.         Bangunan itu dapat disalah gunakan dengan cara membuka pintu bawah.

5.         Bangunan itu peka terhadap fluktuasi muka air saluran pengarahan.

 

(3).  Alat Ukur Crump De Gruyter

Alat ukur ini menggunakan prinsip hidrolika aliran yang melalui bukaan pada bawah pintu, Bagian bawah pintu dibuat dengan sistem bulat sedemikian rupa sehingga mengurangi hambatan pada aliran. a. Perencanaan Hidrolis

Rumus debit untuk alat Crump de Gruyter :

Q    = Cd . bw . 2g ( h1-w ) Dimana :

Q  = debit   (m^3/dt)

Cd = Koefisien debit b  = lebar bukaan (m) w  = bukaan pintu (m) g  = percepatan gravirasi   (m/dt^2)

h1 = tinggi air diatas ambang   (m)

 

b.  Kelebihan-kelebihan alat ukur Crump de Gruyter :

1.    Bangunan ini dapat mengukur dan mengukur sekaligus.

2.    Bangunan ini tidak mempuyai masalah dengan sedimentasi.

3.    Eksloitasi mudah, pengukuran teliti.

4.    Bangunan kuat.

 

c.  Kelemahan kelemahan alat ukur Crump de Gruyter:

1.    Pembuatan rumit dan mahal.

2.    Biaya pemeliharaan mahal.

3.    Kehilangan tinggi energi besar.

4.    Bangunan ini mempunyai masalah dengan benda.

 

d.  Penggunaan alat ukur Crump de Gruyter

Alat ukur crump de gryter dapat dipakai dengan berhasil jika keadaan muka air disalurkan selalu mengalami fluktuasi atau jika oriffice harus bekerja pada keadaan muka air rendah disalurkan. Alat ukur ini mempunyai kehilangan tinggi energi yang lebih besar dari pada alat ukur romijn. Bila tersedia kehilangan tinggi energi yang memadai, pemeliharaannya tidak sulit dibandingkan dengan bangunan-bangunan lainnya yang serupa (Eko, 2013).

 

(4).  Bangunan Pengatur Tinggi Muka Air

Banyak jaringan saluran irigsi dieksploitasi sedemikian rupa sehingga muka air disalurkan primer dan saluran cabang dapat diatur pada batas-batas tertentu oleh bangunan pengatur yang dapat. Dalam keadaan eksploitasi demikian, muka air dalam hubungannya dengan bangunan sadap tersier tetap konstan.

1. Pintu Scot Balik

Dilihat dari segi konstrksi, pintu scot balk merupakan peralatan yang sederhana. balok-balok profil segi empat itu diletakkan tegak lurus terhadap potongan segi empat saluran. Balok-balok tersebut disangga didalam sponneng yang lebih lebar 0,03m0,05 m dari tebal balok-balok itu sendiri.

 

a.  Perencanaan Hidrolis

Aliran pada skot balk dapat diperkirakan dengan menggunakan persamaan tinggi debit berikut :

Dimana :

Q = debit   (m3/dt)

Cd = koefisien debit

Cv = koefisien kecepatan datang g  = percepatan gravitasi  (m/dt2) b  = lebar normal (m) h1 = kedalaman air diatas skot balk (m)

 

b.   Kelebihan-Kelebihan Pintu Scot Balk

1.         Konkruksi ini sederhana dan kuat.

2.         Biaya palaksanaan kecil

 

c. Kelemahan-Kelemahan Yang Dimiliki Pintu Scot Balk

1.         Pemasangan dan pemindahan balok memerlukan sediktnya dua orang dan hanya menghabiskan waktu.

2.         tinggi muka air dapat diatur selangkah demi selangkan saja, setiap langkah sama dengan tinggi sebuah balok.

3.         Ada kemunkinan dicuri orang.

4.         Scot balk biasanya dioperasikan oleh orang yang tidak berwewenang.

5.         Karakteristik tinggi debit aliran pada balok belum diketahui secara pasti.

 

 

2. Pintu Sorong

a. Perencanaan Hidrolis

Rumus debit yang dapat dipakai untuk pintu sorong adalah :

Q  = K . a . b . 2g . h1 Dimana :

Q  = debit (m^3/dt)

K  = faktor aliran tenggelam koefisien debit a  = bukaan pintu (m) g  = percepatan gravitasi (m/dt2) b  = lebar pintu (m) h1 = kedalaman air didepan pintu di atas ambang (m)

 

b. Kelebihan-kelebihan Pintu Sorong

1.         Tinggi muka air hulu dapat dikontrol dengan tepat.

2.         Pintu bilas kuat dan sederhana.

3.         Sedimen yang diangkut oleh aliran hulu dapat melewati bilas.

 

c. Kelemahan-kelemahan Pintu Sorong

1.    Kebanyakan benda-benda hanyut bisa tersangkut dipintu.

2.    Kecepatan aliran dan muka air hulu dapat dikontrol dengan baik jika aliran moduler.

 

(5).  Penggunaan  Bangunan Pengatur Muka Air

Pintu scot balk dan pintu sorong  adalah bangunan-bangunan yang cocok untuk mengatur tinggi muka air disaluran. Pintu harganya mahal tapi bisa lebih ekonomis  karena keteletian berfungsinya bangunan ini. Kelebihan lain adalah bahwa pintu lebih mudah dieksploitasi, mengontrol muka air lebih baik dan dapat dikunci di tempat agar stelannya tidak dirubah  oleh orang –orang yang tidak berwewenang. Kelebihan utama yang  dimiliki oleh pintu sorong pintu ini kurang peka terhadap perubahanperubahan tinggi muka air dan jika dipakai bersama- sama dengan bangunanbangunan pelimpah, bangunan ini memiliki kepekaan yang sama terhadap perubahan muka air, jika dikondisikan demikian, bangunan ini sering memerlukan penyesuaian, sebagai bangunan pengatur, tipe bangunan ini dianjurkan pemakaiannya dan eksploitasinya mudah, walaupun punya kelemahan-kelemahan seperti yang disebutkan tadi. Bangunan pengontrol ini dibutuhkan ditempat-tempat dimana tinggi muka air saluran dipengaruhi oleh bangunan terjun atau got miring, bangunan pengontrol, misalnya mercu tetap atau celah trapesium, akan mencegah naik turunnya tinggi muka air disalurkan untuk berbagai besar debit. Bangunan pengontrol tidak memberikan kemungkinan untuk mengatur muka air lepas dari debit. Penggunaan celah trapesium lebih disukai apabilah pintu sadap tidak akan dikombinasi dengan pintu pengontrol, Jika bangunan sadap akan dikombinasi dengan pengontrol, maka bangunan pengatur tetap lebih disukai, karena dinding vertikal bangunan ini dapat dengan mudah dikombinasi dengan pintu sadap (Eko, 2013).

 

Bangunan Bagi dan Sadap adalah sebagai berikut: a. Bangunan Bagi 

Apabila air irgasi dibagi dari saluran primer, skunder, maka akan dibuat bangunan bagi. bangunan bagi terdiri dari pintu-pintu yang dengan teliti mengukur dan mangatur muka air yang mengalir ke berbagai saluran. Salah satu dari pintu-pintu bangunan bagi berfungsi sebagai bangunan pengatur muka air, sedangkan pintu-pintu sadap lainnya hanya mengukur debit. Adalah biasa untuk memasang pintu pengatur disalurkan terbesar dan membuat alat-alat pengukur dan pengatur di bangunanbangunan sadap yang lebih kecil (Gordon, 1993).

 

b.  Bangunan Pengatur

Bangunan pengatur akan mengatur muka air saluran ditempat-tempat dimana terletak bangunan sadap dan bagi. Khususnya di saluran-saluran yang kelihatan tinggi energinya harus kecil, bangunan pengatur harus direncanakan sedemikian rupa sehingga tidak banyak rintangan sewaktu terjadi debit rencana. Misalnya pintu sorong harus dapat diangkat sepenuhnya dari dalam air selama terjadi debit rencana, kehilangan energi harus kecil pada pintu scot balk jika semua balok dipindahkan.

Disaluran-saluran sekunder dimana kehilangan tinggi energi tidak merupakan hambatan, bangunan pengatur dapat dirancang tanpa menggunakan pertimbanganpertimbangan di atas (Eko, 2013).

 

c.   Bangunan Sadap 

Bangunan Sadap Sekunder

Bangunan sadap sekunder akan memberikan air kesaluran sekunder dan oleh sebab itu melayani lebih dari satu petak tersier. Kapasitas bangunan-bangunan sadap ini lebih dari 0,20 cm/dt. Ada tiga type bangunan yang dapat dipakai untuk bangunan sadap sekunder,  yaitu :

1.      Alat ukur Romijn

2.      Alat ukur Crump de Gruyter

Pintu aliran bawah dengan alat ukur ambang lebar.Type mana yang akan dipilih berdasarkan pada ukuran saluran sekunder yang akan diberi air serta besarnya kehilangan tinggi energi yang diizinkan (Kholid, 2009).

 

Kehilangan  tinggi energi, untuk kehilangan tinggi energi kecil alat ukur    besar, pintu sorong harus dilengkapi dengan alat ukur yang terpisah, yakni alat ukur ambang lebar. Bila tersedia kehilangan tinggi energi yang memadai, maka alat ukur Crump de Gruyter merupakan bangunan yang bagus. Bangunan dapat dirancang dengan pintu tunggal atau banyak pintu debit sampai sebesar 0,9 m kubik/dt setiap pintu  (Eko, 2013).

 

Bangunan Sadap Tersier

Bangunan sadap tersier akan memberi air pada petak-petak tersier. Kapasitas bangunan sadap ini berkisar antara 50 L/dt  sampai dengan 250 L/dt. Untuk bangunan sadap yang paling cocok adalah alat ukur Romijn, jika muka air hulu diatur dengan bangunan pengatur dan jika kehilangan tinggi energi tidak menjadi masalah. Bila kehilangan energi tidak menjadi masalah dan muka air banyak mengalami fluktuasi, maka dapat dipilih alat ukur Crump de Cruyter.  Disaluran irigasi yang harus tetap memberikan air selama debit sangat rendah, alat ukur Crump de Gruyter lebih cocok karena elevasi pengambilannya lebih rendah dari pada pengambilan pintu romijn. Sebagai saluran umum, pemakaian beberapa type bangunan sadap tersier sekaligus disuatu daerah irigasi tidak disarankan penggunaannya, satu type bangunan akan lebih mempermudah eksploitasi (Suyana, 1999).

 

2.7. Rangkuman

 

Dari Bab ini dapat dirangkum beberapa hal penting sebagai berikut:

1.    Irigasi adalah semua atau segala kegiatan yang mempunyai hubungan dengan usaha untuk mendapatkan air guna keperluan pertanian.

2.    Jenis-jenis irigasi di Indonesia adalah Irigasi permukaan, Irigasi tambak, Irigasi air tanah, dan  Irigasi. 

3.    Fungsi irigasi adalah memasok kebutuhan air pada tanaman, menjamin ketersediaan air di musim kemarau, menurunkan suhu tanah, dan mengurangi kerusakan tanah.

4.    Jaringan irigasi dibedakan menjadi 3, yaitu jaringan irigasi primer, jaringan irigasi sekunder, dan jaringan irigasi tersier.

 

2.8.Pendalaman Materi

 

Untuk mengetahui hasil pemahaman pembaca atas beberapa pokok pikiran yang dikemukakan pada bab ini jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini:

1.  Apa yang dimaksud dengan irigasi ?

2.  Jelaskan sejarah perkembangan irigasi di Indonesia

3.  Jelaskan fungsi, tujuan dan manfaat irigasi dalam bidang pertanian ?

4  Jelaskan klasifikasi sistem irigasi

5. Jelaskan apa saja yang diatur dalam undang-undang irigasi ?

Setelah saudara menjawab soal soal di atas, cocokkanlah jawaban anda dengan jawaban yang terdapat pada bagian akhir buku ini dan tentukan tingkat penguasaan anda dengan rumus berikut:       

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐽𝑎𝑤𝑎𝑏𝑎𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑏𝑒𝑛𝑎𝑟

Tingkat Penguasaan =                                                      x 100%

5

Selanjutnya tentukan tingkat pemahaman anda dengan kriteria di bawah ini.

Jawaban yang sesuai

Tingkat Penguasaan

90% - 100%

Baik sekali

80% - 89%

Baik

70% - 79%

Sedang

< 70%

Kurang

Kalau penguasaan saudara tidak mencapai tingkat ”baik” atau jawaban anda yang sesuai dengan jawaban yang tersedia tidak mencapai 80%, saudara harus mempelajari kembali seluruh bab ini. Jika jawaban saudara sudah mencapai tingkat ”baik” atau jawaban saudara yang sesuai dengan jawaban tersedia mencapai 80% atau lebih, saudara bisa terus ke bab berikutnya.


DAFTAR PUSTAKA

 

Acmadi, M. 2013. Irigasi di Indonesia. Media Press. Yogyakarta.

 

Ardi. 2013. Hasil Besar Dari Irgasi Kecil. Koran Harian Media Indonesia. Jakarta.

 

Direktorat Pengelolaan air irigasi.2010. Pedoman Teknis Pemberdayaan Perkumpulan Petani Pengguna Air.DPAI Direktorat Jenderal Prasarana Dan Sarana Pertanian Kementrian Pertanian. Jakarta.

 

Eko, Rusdianto. 2013.Perlu Sistem Irigasi yang Layak. Majalah GATRA. Bandung.

 

Dumairy.1992. Mengatur Air Terus Mengalir.Koran harian media Indonesia. Jakarta.

 

Gordon, R.1993. A Diagnostic Approach to Organizational Behavior. Allyn and Bacon. Boston.

 

Herliyani. 2012. Identifikasi Saluran Primer Dan Sekunder Daerah Irigasi Kunyit Kabupaten Tanah Laut. Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Banjarmasin. Jurnal Intekna, Tahun XII, No. 2: 132 – 139.

 

Kholid, M. 2009. Krisis Air Indonesia. Grafindo Media Utama. Yogyakarta.

 


Notohadiprawiro, T. 1992. Sawah Dalam Tata Guna Lahan. Fakultas Pertanian UPN. Yogyakarta.

 

Racmad, Nur. 2009. Irigasi Dan Tata Guna Lahan. PT Gramedia. Jakarta.

 

Rosadi, Bustomi, 2017. Irigasi. Lembaga Penelitian Universitas Lampung, Bandar Lampung.

 

Sudjarwadi. 1990. Teori dan Praktek Irigasi. Jurusan Ilmu Teknik UGM. Yogyakarta.

 

Suyana.1999. Evaluasi Sumbangan Hara dan Kualitas Air dari Irigasi Bengawan Solo. Lembaga Penelitian Universitas Negeri Sebelas Maret. Surakarta.

 

Wirawan. 1991. Pengembangan dan Pemanfaatan Lahan Sawah Irigasi. Hal 141- 167.

dalam E. Pasandaran (edt). Irigasi di Indonesia Strategi dan Pengembangan. LP3ES. Jakarta.

 

 

 

94 | I r i g a s i

 

0 Comments