SAMPAH MASALAH KITA BERSAMA

UJIAN AKHIR SEMESTER PSIKOLOGI LINGKUNGAN

Nama                    : Masriani Yusmiati Pae

NIM                      : 2017011126

Matakuliah         : Psikologi Lingkungan Reguler

Pengampu           : Arundati Shinta

 

SAMPAH MASALAH KITA BERSAMA

Permasalahan sampah sepertinya tidak akan pernah habis untuk di bahas dan diperdebatkan. Sampah adalah bagian dari kehidupan manusia tanpa terkecuali. banyak orang membenci sampah karena terkesan kotor dan sangat tidak baik bagi kesehatan tubuh manusia. Namun, pada kenyataannya sadar atau tidak manusia adalah penghasil sampah terbesar di bumi ini. Keberlangsungan hidup manusia dari hari ke hari tentunya menghasilkan banyak sampah. Banyak hal-hal yang dianggap sepele justru yang membuat manusia menjadi penghasil sampah terbesar. Lalu apakah masalah sampah ini dapat ditanggulangi dengan baik? Tentu saja bisa, lalu apakah akan mudah? inilah jawaban yang masih harus kita cari. Bukan karena tidak ada solusi yang baik, namun bisakah solusi yang di tawarkan di terima dan dilaksanakan dengan baik atau tidak. Kita selalu bisa menanggulangi sampah dengan baik jika ada kersama dan kontribusi dari semua pihak. Pemerintah sudah berusaha menerbitkan peraturan yang mengatur masalah sampah dan proses penanggulangannya, serta mengatur perilaku masyarakat terkait penanggulangan sampah. Bagaimana dengan respond an tanggapan dari masyarakat sendiri tentang penangulangan sampah ini? masih banyak masyarakat yang acuh dan tidak menggubris arahan dari pemerintah mengenai penanggulangan sampah. Dan yang menjadi lebih lucu adalah masyarakat justru yang paling sering melakukn prootes kepada pemerintah dan menyalahkan pemerinta tentang prmasalahan sampah tanpa sedikit pun mempedulikan peraturan dari pemerintah yang telah ditetapkan. Jika tidak ada kerjasama antara kedua belah pihak, baik itu pemerintah dan masyarakat maka tidak akan ada solusi yang bisa laksanakan dengan sebaik-baik mungkin. Jika kerjasama itu diciptakan dan dibangun bersama maka akan tercipata lingkungan yang bersih, sehat, nyaman dan bebas dari sampah. Seiring dengan perkembangan zaman dan perkembangan yang begitu pesat tentunya akan lebih mudah untuk menemukan dan menerapkan solusi yang terbaik untuk menanggulangi sampah. Kemajuan teknologi dan perubahan kehidupan serta berubahnya pola pikir masyarakat akan menjadi poin penting dalam masalah penanggulangan sampah. Banyak solusi yang bisa di tawarkan dan penanggulangan sampah ini bisa terlaksana dengan baik. Semakin hari, semakin banyak peneliti yang terus berusaha melakukan penelitian untuk menemukan solusi terbaik dalam penanggulangan sampah. Beberapa peneliti telah menemukan solusi yang sangat bagus dan bermanfaat guna mengatasi masalah penanggulangan sampah.

Arundati Shinta pada penelitiannya mengenasi konsep dan aplikasi sampah di dunia pendidikan dan masyarakat mengatakan bahwa, Sampah adalah masalah. Untuk mengatasi masalah, maka ada dua strategi yang bisa dilakukan yakni strategi teknis dan nonteknis. Strategi teknis berupa penciptaan berbagai mesin untuk mengendalikan sampah. Mesin-mesin itu antara lain berupa pencacah sampah plastik, pencacah sampah organik, pemilah sampah, pengepres sampah, pengayak sampah, dan sebagainya. Bahkan kini sudah tersedia mesin yang sanggup mengubah sampah organik 1 ton menjadi kompos hanya dalam waktu 24 jam. Cara kerjanya menggunakan panas sampai 1000 Celsius. Sampah daun-daun dan sisa makanan tersebut tentu saja akan segera menjadi abu bila „dipanggang‟ dengan suhu yang tinggi tersebut. Mesin pembuat kompos yang praktis tersebut dan bentuknya seperti almari (tinggi 200 cm, lebar 130 cm, dan panjang 250 cm), tentu akan membuat kehidupan menjadi lebih nyaman. Warga tidak perlu demo bila TPA ditutup karena alasan politik.

Berikut adalah penelitian dari Arundati Shinta bersama dengan Dadan Umar Daihani, tentang The Implementation Of Creative Civic Education On Waste Management To Strengthen National Resilience.

Ketika petugas kebersihan pemerintah tidak dapat diharapkan untuk bekerja dengan komitmen tinggi dan masyarakat secara kolektif tidak dapat diharapkan untuk secara aktif mengelola sampah mereka, lalu apa yang harus dilakukan untuk memperbaiki situasi? Dalam situasi seperti ini, harus ada orang-orang yang mau menjadi motor penggerak kebersihan lingkungan. Biasanya, penggerak individu diberikan hadiah sebagai pemenang Kalpataru. Kalpataru merupakan penghargaan di bidang lingkungan yang diberikan kepada individu atau kelompok yang memiliki kontribusi signifikan terhadap upaya pelestarian lingkungan. Penghargaan Kalpataru diberikan oleh pemerintah Indonesia. Kecintaan terhadap lingkungan termasuk cara pengelolaan sampah dapat diajarkan melalui pendidikan yaitu program sekolah Adiwiyata (Shinta, 2019).

Sebenarnya pendidikan tentang cara mengelola sampah (mempromosikan sampah) dapat dilakukan secara individu, misalnya dengan menerapkan konsep pendidikan kewarganegaraan dalam kehidupan sehari-hari. Pasalnya, konsep tersebut tidak hanya terkait dengan menggalakkan perilaku sampah tetapi juga perilaku tanggung jawab lainnya. Konsep ini sangat relevan dengan character building. Konsep pendidikan kewarganegaraan terdiri dari tiga aspek, yaitu warga negara yang bertanggung jawab secara pribadi, warga negara yang partisipatif dan warga negara yang berorientasi pada keadilan (Westheimer & Kahne, 2004).

Aspek perilaku tanggung jawab pribadi sebagai warga negara dan anggota masyarakat adalah kemauan untuk bertanggung jawab atas dampak perilakunya sendiri. Perilaku bertanggung jawab sangat penting dan berguna untuk mengatasi masalah sosial, termasuk masalah sampah. Konsep inilah yang mendasari pendidikan kewarganegaraan, agar masyarakat memiliki akhlak dan perilaku yang prima, jujur, bertanggung jawab, dan taat hukum. Konsep tersebut juga erat kaitannya dengan nilai-nilai budaya. Beberapa penelitian (Suleman, Simon & Richard, 2015) mengungkapkan bahwa perilaku merupakan prediktor penting bagi munculnya kemauan seseorang untuk mengelola sampah, kesadaran akan dampak buruk dari pengelolaan sampah yang tidak ramah lingkungan dan kemauan untuk mendaur ulang sampah rumah tangga.

Aspek partisipasi warga adalah kesediaan anggota masyarakat untuk berpartisipasi secara aktif demi kemajuan masyarakat. Anggota masyarakat peduli terhadap tetangganya yang hidup serba kekurangan dan turut serta membersihkan lingkungan sekitarnya. Mereka juga memahami cara kerja pejabat pemerintah dan strategi untuk menyelesaikan proyek secara kolektif. Kepedulian ini sangat berguna untuk memecahkan masalah sosial, termasuk masalah sampah pegunungan di lingkungan.

Aspek yang berorientasi pada keadilan adalah masyarakat akan bersikap kritis terhadap program-program pemerintah yang menyangkut masalah sosial, politik, dan ekonomi. Tujuannya adalah untuk mengungkapkan hal-hal yang menceritakan ketidakadilan. Warga juga mengelola gerakan sosial untuk memperjuangkan demokrasi dan bagaimana mengatur perubahan secara sistematis.

Permasalahan terkait pendidikan kewarganegaraan adalah bagaimana penerapannya? Penerapan konsep creative citizenship education dalam kehidupan sehari-hari secara personal sangat penting. Hal ini dikarenakan perilaku mempromosikan sampah umumnya cenderung konvensional. Dampaknya generasi millenial sebagai masa depan bangsa Indonesia mungkin kurang tertarik untuk bertanggung jawab atas sampahnya sendiri.

Contoh kegiatan kreatif yang mengedepankan sampah sebagai penerapan konsep pendidikan kewarganegaraan dalam kehidupan sehari-hari adalah sebagai berikut :

1.       Plogging. Plogging adalah kegiatan jogging untuk olahraga sambil mengambil sampah yang berserakan di sepanjang jalan yang dilalui. Plogging adalah istilah dari negara Skandinavia. Plogging menghabiskan banyak energi. Jika jogging hanya membutuhkan 235 kalori, plogging bisa menguras energi hingga 288 kalori untuk lari 30 menit. Karena dalam plogging, seseorang harus berlari, membungkuk dan membawa sampah (Shinta, 2018). Saat ini, plogging bahkan menjadi kegiatan yang paling disukai generasi milenial dan mendapat sambutan sebagai tren kebugaran paling 2018 di banyak negara seperti Amerika Serikat, Australia, semut negara lain dari Turki hingga China (Poon, 2018). Nilai intrinsik yang diperoleh dari kegiatan ini adalah rasa bangga yang telah menjadi bagian dari kegiatan futuristik yaitu menyelamatkan lingkungan. Kegiatan plogging ini mengandung aspek perilaku bertanggung jawab dari pendidikan kewarganegaraan.

2.       Bank Sampah. Kegiatan ini merupakan tindak lanjut dari plogging. Sampah yang diperoleh kemudian ditampung di bank sampah terdekat. Pengelolaan sampah hanya sebatas sampah yang bersifat anorganik, tidak beracun, dan bernilai ekonomis. Ini adalah kegiatan kreatif, karena tidak banyak orang yang mau membersihkan lingkungan sekitar dan kemudian menyimpannya di bank sampah. Pada umumnya masyarakat hanya menitipkan sampah rumah tangganya sendiri ke bank sampah. Kesulitan dari kegiatan ini adalah dalam mempromosikan sampah. Mempromosikan sampah dalam hal ini adalah pembersihan, pencucian, penjemuran, pemilahan dan pengemasan yang rapi untuk kebutuhan transportasi ke bank sampah. Ada hingga 15 kategori pemilahan di bank sampah. Nilai intrinsik yang didapat dari kegiatan ini adalah terbentuknya perilaku rajin, karena memilah sampah sebenarnya membutuhkan waktu yang lama. Kegiatan kolektif Bank Sampah juga memuat aspek partisipasi masyarakat sebagai bagian dari pendidikan kewarganegaraan.

3.       Perencanaan rinci dan pelaksanaan konsumsi makanan sehari-hari dalam keluarga. Hal ini penting untuk mencegah kelebihan makanan atau sisa makanan. Food waste adalah jumlah sampah yang dihasilkan selama proses pembuatan makanan dan setelah mengkonsumsi makanan yang berhubungan dengan perilaku penjual dan konsumen (Parfitt, Barthel & Macnaughton, 2010). Beberapa sisa makanan masih dapat dikonsumsi dengan mengolah kembali sisa makanan dan memberikannya kepada orang yang membutuhkan. Hal inilah yang menjadi dasar dari kegiatan kewirausahaan sosial. Organisasi yang mengelola sampah makanan adalah Waste4Change dan Garda Pangan, yang dikelola oleh generasi milenial (Anatasia, 2018; Lestari, 2018). Di Amerika Serikat, kepedulian terhadap food waste telah menggerakkan generasi muda untuk membuat aplikasi bernama SocialEffort. Aplikasi ini membantu relawan untuk menghemat sisa makanan dan kemudian memberikan makanan tersebut kepada orang yang membutuhkan (Greeners.co, 2016). Nilai intrinsik dari kegiatan ini adalah munculnya perilaku altruistik terhadap orang lain. Kegiatan ini mengandung aspek perilaku bertanggung jawab, partisipasi dan juga aspek berorientasi keadilan.

4.       4R (Reduce, Reuse, Recycle dan Replace). Ini adalah aktivitas yang sangat populer, tetapi sulit dilakukan karena merepotkan. Lebih mudah menggunakan kantong plastik. Contoh perilaku 4R yang jarang diulas, dianggap merepotkan, tapi kreatif adalah sebagai berikut. Untuk mengurangi perilaku, yaitu dengan membawa wadah sendiri untuk bahan makanan kita. Untuk perilaku reuse, kita bisa menggunakan kembali kantong plastik yang didapat dari toko untuk kebutuhan belanja kita selanjutnya. Risiko yang muncul biasanya toko mengira ada pencurian karena kantong plastik atau pembungkusnya bukan berasal dari toko yang bersangkutan. Untuk perilaku daur ulang, beberapa bungkus makanan atau kemasan lainnya dapat dijahit menjadi benda-benda seperti tempat pensil, dll. Gantinya dengan mengganti, misalnya bahan kosmetik yang mengandung plastik dengan bahan yang ramah lingkungan. Bahan plastik dalam kosmetik biasanya disebut microbeads (polyethylene, polypropylene, polyethylene terephthalate, atau polymathy methacrylate) (Anjani, 2016). Untuk mengganti perilaku, kita bisa mengganti scrub dengan bahan ramah lingkungan seperti bubuk kacang hijau. Nilai intrinsik dari kegiatan ini adalah kreativitas untuk menciptakan kegiatan yang ramah lingkungan. Kegiatan ini berisi tanggung jawab pribadi

Marselinus Marsel Tondok dalam penelitiannya mengenai Menyampah, dari perspektif psikologi mengatakan, Manusia pada dasarnya adalah ’makhluk menyampah’. Tidak dapat dipungkiri, sampah adalah sesuatu yang melekat, tidak dapat dapat dilepaskan dari hidup manusia. Di mana ada manusia, di situ pasti ada sampah. Sampah merupakan konsekuensi hidup, karena setiap aktivitas manusia pasti menghasilkan buangan atau sampah. Dengan kata lain, sampah sebenarnya bukan musuh manusia. Karena kalau manusia memusuhi sampah, ia sebenarnya memusuhi dirinya sendiri. Dibandingkan dengan manusia, makhluk hidup lainnya yakni tumbuhan dan binatang dalam pemenuhan kebutuhan biologisnya tidak pernah mengambil dari alam lebih daripada yang bisa mereka gunakan. Sebaliknya, manusia dalam kapasitasnya mengerjakan lebih banyak hal di luar pemenuhan kebutuhan hidup organisnya, berpotensi mengambil lebih banyak daripada yang sesungguhnya mereka butuhkan, sambil sekaligus membuang sebagian besar dari yang mereka ambil itu dan menjadikannya sampah. Sampah kebanyakan lahir dari ketidakmampuan manusia mengatakan ‘cukup’ terhadap kebutuhannya. Dengan kata lain, sampah banyak yang tercipta dari gaya hidup (life style) manusia yang melampaui kebutuhannya. Semakin maju peradaban hidup manusia, semakin banyak bermunculan kebutuhan yang dirasakan (keinginan) sehingga semakin banyak sampah yang dihasilkannya. Namun, sampah yang diciptakan manusia akan menjadi masalah jika diikuti oleh perilaku mengelola sampah secara sembarangan. Dengan kata lain, jika suatu masyarakat bermasalah dengan sampah, sebenarnya masyarakat tersebut yang bermasalah dengan dirinya, dengan perilaku sendiri dalam menciptakan dan mengelola sampah.

 Pada dasarnya manusia sebagai penghasil sampah terbesar, oleh karena itu kita juga yang seharusnya memiliki kesadaran terbesar untuk menanggulangi sampah. Masalah sampah ini tidak akan pernah bisa selesai kalau tidak ada kesadaran akan pentingnya kebersihan lingkungan. segala solusi yan ditawarkan akan menjadi sia-sia jika tidak ada kesadaran dari diri sendiri untuk menanggulangi sampah. Tentu saja ini bukanlah hal yang mudah apalagi untuk mengubah pola pikir dan kesadaran kita mengenai sampah. Sebagai mahasiswa dan kaum terpelajar, kita sebaiknya menjadi agen-agen penanggulangan sampah. Jik anak muda mulai sadar dan [eduli dengan lingkungan, maka akan lebuh muda untuk orang-orang bisa lebih sadar tentang pentingnya mengelola sampah dengan baik. Di negara-negara maju, kesadaran mereka akan penanggulangan sampah sangat tinggi, bahkan mereka memberikan edukasi mengenai penanggulangan sampah sejak dini. salah satu contoh adalah Jepang. Negara ini terkenal dengan kebersihan dan ketertiban mereka. Hampir tidak ada sampah yang berserakan dengan sembarangan di Jepang. Bahkan mereka memiliki jadwal tersendiri ketika membuang sampah berdasarkan jenis-jenis sampah. Tentu saja kita tidak bisa sam persis menerapkan itu di negara kita, tetapi yang paling penting yang harus di mulai adalah perubahan pola pikir dan kesadaran yang harus di ubah terlebih dahulu. Jika pola pikir kita tentang sampah benar, maka kita juga akan benar dalam penanggulangannya. Sampah adalah masalah kita semua, akan menjadi masalah besar jika kita tidak sadar dan memulai mengelola sampah dengan benar. Negara yang maju adalah negara yang bebas dari sampah. Jika samapi saat ii kita masih berurusan dengan masalah sampah, lalu bagaimana kita akan berkembang, maju, dan berubah menjadi lebih baik?

Mari bebaskan diri dari sampah!!!.

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

https://penerbitbukudeepublish.com/shop/buku-memuliakan-sampah/

https://scholar.google.co.id/scholar?oi=bibs&hl=id&q=related:l79k7PKz6H8J:scholar.google.com/

The implementation of creative civic education on waste management to strengthen national resilience/ A Shinta, DU Daihani - This paper has been present

http://repository.ubaya.ac.id/id/eprint/422

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

  

0 Comments