Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa Menulis

Blogsite ini merupakan salah satu media untuk dosen, mahasiswa, civitas akademika, maupun masyarakat umum dalam mempublikasikan karya tulisannya. Semoga bermanfaat dan meningkat peminatnya. Salam, Sukses Selalu.

  • Home
  • Download
  • Social
  • Features
    • Lifestyle
    • Sports Group
      • Category 1
      • Category 2
      • Category 3
      • Category 4
      • Category 5
    • Sub Menu 3
    • Sub Menu 4
  • Contact Us

 Tulisan Untuk Ujian Tengah Semester Psikologi Sosial 2 

Dosen Pengampu : Arundati Shinta

Oleh : Jalu Wahyu Thariq Priyambodo

NIM : 2021011097

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SARJANAWIYATA TAMANSISWA

YOGYAKARTA



Pada dasarnya manusia merupakan makhluk sosial yang memiliki jiwa, cipta, rasa, dan karsa. Dalam kehidupan yang mendasari sifat jiwa sosial yang tinggi, rasa kemanusiaan, dan setiap manusia dilahirkan setara. Latar belakang ekonomi, pendidikan, status sosial, hakikatnya tidak ada perbedaan yang mendasar dalam membentuk keragaman namun tidak dipungkiri bahwa adanya faktor kesetaraan mendapat dampak yang signifikan, bahkan kita dapat menuntun keadilan.

Dalam moralitas yang dijunjung tinggi kita sebagai orang dengan didasari Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia juga mengenai penghargaan terhadap HAM yang menyatakan “setiap orang diakui sebagai manusia pribadi, oleh karena itu berhak memperoleh perlakuan serta perlindungan yang sama sesuai dengan martabat kemanusiaan di depan hukum. Setiap orang berhak mendapat bantuan dan perlindungan yang adil dari pengadilan yang objektif dan tidak berpihak”. Menerapkan menjaga hak-hak dengan mengedapkan asas-asas dalam KUHAP yang paling pokok dalam proses peradilan pidana adalah asas praduga tak bersalah (presumption of innoncence) (Nurhasan, Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi, 2017 : 206)

Berkaitan dengan sikap mentolerir kesetaraan, norma-norma yang berlaku dalam masyarakat luas pun akan berkembang seiring perkembangan dengan terwujudnya lembaga-lembaga. Nilai sosiologis dengan konsep diri. Adanya asas kebebasan dalam dengan diimbangi dukungan adanya bukti sebagai salah satu orang yang tidak bersalah, terdapat unsur objek dan subjek yang dominan. Salah satu sarana adanya penegakan hukum startegi dengan menagdakan persidangan dalam memecahkan masalah. Jika diibaratkan 10 anggota, saya menjadi salah satu yang mengetahui kebenarannya maka dapat juga kedudukan atas keyakinan di mata hukum tidak mengadakan perbedaan perlakukan bahwa didepan kedudukan semua orang sama dan diperlakukan sama.  

Stigma yang mendasar dapat simpulkan adanya bukti bersalah atau tidak, tampak mempunyai kebebasan menentukan pilihan, namun sebagai manusia yang memanusiakan manusia tak dipungkiri rasa kepedulian, empati muncul adanya rasa kemanusiaan. Kemungkinan besar orang yang tidak bersalah mendapat esensi moral, pandangan orang lain untuk menilai diri. Saya kira ada cela aparat penegak hukum tidak bisa berbuat banyak, dan setiap orang tidak boleh menuduh seseorang bersalah atu tidak bersalah secara sembarangan. Sebab kandungan Hak Asasi Manusia yang membuat manusia tidak tertindas secara sewenang-wenang.

Strategi dengan stigma sikap yang patut diterapkan jika orang yang memang tidak bersalah sebagai manusia yang baik harus bersikap adil. Jika memang tidak bersalah harus tegas dalam mengambil keputusan agar tidak ada kesalahpahaman yang mengakibatkan kesalahan dan keliruan dalam anggota kelompok. Menjadikan pribadi yang jujur. Kalimat sederhana namun menjadi dasar atau patokan kita dalam menjadi salah satu anggota, serta tidak menyepelekan hal atau masalah kecil karena juga dibiarkan akan menjadi masalah besar.  

Dalam kehidupan sehari-hari ada saja perbuatan orang lain yang tidak berkenan bahkan menyakitkan hati kita. Bila kita menyimpannya dalam hati, rasa sakit itu ternyata menimbulkan berbagai dampak fisik dan psikologis. Sakit hati dapat membahayakan bagi kesehatan manusia, Hati yang dipenuhi energi negatif, akan mengarahkan individu untuk berkata-kata yang destruktif, pengungkapan kemarahan di depan publik, maupun hujatan. Menyakinkan orang bahwa orang tersebut memang tidak bersalah dengan anggota kelompok lainnya untuk berdiskusi terlebih dahulu, dengan mengajukan pertanyaan terbuka agar membangun hubungan yang solid dan tertentu. Walau keputusannya belum diterima setidaknya adanya rasa kebersamaan antar antar kelompok dan menjadikan pribadi yang mengutamakan orang lain. Dari kasus ini menjadikan bahwa kita tidak boleh mengambil keputusan tanpa mengetahui adanya bukti-bukti.


DAFTAR PUSTAKA

Preayogi, G. A., Yuliartini, N. P. R., & Mangku, D. G. S. (2021). Pengaturan Asas Praduga Tak Bersalah terhadap Tersangka Tindak Pidana Kesusilaan dalam Pemberitaan Media Massa. Jurnal Komunitas Yustisia, 4(2), 658-667.

 

 

 

PROBLEM SOLVING UNTUK MEYAKINKAN ANGGOTA KELOMPOK

Widyaningrum Pramesti (2021011080)

Fakultas Psikologi Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa

Yogyakarta

 


Setiap orang pasti pernah melakukan kesalahan semasa hidupnya. Entah kesalahan yang disengaja maupun tidak disengaja. Membuat salah adalah hal wajar bagi semua orang. Saat menyadari telah berbuat salah, biasanya seseorang akan meminta maaf. Sayangnya, rasa bersalah tidak akan bisa hilang begitu saja setelah meminta maaf.

            Akan tetapi, pernahkan seseorang disalahkan padahal dia tidak terbukti melakukan kesalahan? Jawabannya, pernah. Dalam konflik kali ini ada kasus yang di dalam kelompok tersebut terdapat 10 anggota kelompok. Ada 1 orang telah dituduh melakukan kesalahan, sehingga dari kelompok tersebut menuduh bahwa dia bersalah, sedangkan kita mengetahui bahwa dia ternyata tidak melakukan kesalahan.

Lalu bagaimana cara menyakinkan 10 anggota lainnya bahwa dia tidak bersalah? cara baik-baik? Atau dengan intimidasi? Atau dengan memelas mungkin? Memohon-mohon? Atau dengan memberikan uang? Jawabannya menurut saya adalah sebagai berikut :

1.     Memberikan barang bukti dan saksi.

Kedua hal ini merupakan cara cukup ampuh untuk menyakinkan kelompok bahwa dia tidak bersalah. Orang ketika diberikan barang bukti dan saksi yang cukup, mereka akan percaya denga napa yang mereka liat dengan secara langsung.

2.     Menggunakan teori konformitas.

Brehm dan Kassin (dalam Suryanto dkk., 2012) mendefinisikan konformitas sebagai kecenderungan individu untuk mengubah persepsi, opini dan perilaku mereka sehingga sesuai atau konsisten dengan norma-norma kelompok. Myers (2010) mengemukakan bahwa konformitas berarti perubahan perilaku pada individu  sebagai akibat dari adanya tekanan kelompok. Ditambahkan oleh Myers, konformitas bukan sekadar berperilaku seperti orang lain, namun juga dipengaruhi oleh bagaimana orang lain berperilaku.

Orang ketika mendapat tekanan atau bujukan untuk mempercayai orang, pasti mereka juga perlahan akan luluh dengan buaian atau ajakan untuk mempercayai orang tersebut. Di dukung dengan adanya bukti, saksi dan bujukan akan semakin besar keyakinan bahwa orang akan percaya bahwa dia tidak bersalah.

3.   Bersikap baik kepada orang yang ingin kita pengaruhi.

Orang akan segan apabila terus-menerus menerima kebaikan orang baik. Hal ini juga bisa mempengaruhi orang untuk mengikuti jejak apa yang kita anut. Sama halnya untuk mempengaruhi orang untuk mempercayai orang yang tidak terbukti salah tadi.

Mereka merasa tidak enak dan akan mengiyakan apa saja yang kita katakan. Hal ini juga memperbesar kenyakinan mereka untuk semakin percaya denga napa yang kita katakana terhadap mereka.

Untuk menyakinkan sesuatu terhadap orang lain memang memerlukan usaha yang sangat besar apabila jika kita ingin orang lain percaya denga napa yang kita katakan. Namun mungkin ada beberapa hal yang bisa membuat orang tidak lagi bisa percaya dengan kita. Bahkan hal-hal yang diatas tadi tidak bisa langsung membuat orang percaya, namun semua itu memerlukan proses yang lumayan panjang untuk membuat orang lain percaya dengan kita.

Daftar Pustaka.

Suryanto. (t.thn.). Pengantar Psikologi Sosial. Surabaya: Pusat Penerbitan dan Percetakan Universitas Airlangga.

Myers, G. D. (2010). Social Psychology. Teen Edition: McGraw-Hill Publication.

Robert, C., Cialdini. (2009). Influence: The Psychology Of Persuasion. Harper Collins e-books, 2009.



Tugas UTS

Erwin Prabowo

(2021011004) 






Puluhan anggota geng motor Jepang tertangkap kamera pengintai saat menjarah toko pakaian di Jalan Sentosa, Sukmajaya, Kota Depok, pada Minggu dini hari. Sebagian anggota yang terlihat masih remaja, dengan entengnya masuk ke dalam toko sambil menentang senjata tajam. Menurut psikolog Universitas Indonesia, Prof Enoch Markum, tindakan mereka terjadi karena adanya konformitas di dalam kelompok. "Mereka masih remaja didorong nafsu dan tidak memikirkan konsekuensinya," kata Enock saat dihubungi Tempo, Minggu 25 Desember 2017. Sejumlah ahli mengartikan konformitas adalah bentuk interaksi ketika seseorang berperilaku terhadap orang lain sesuai dengan harapan kelompok atau masyarakat tempat tinggalnya. Konformitas berarti proses menyesuaikan diri dengan masyarakat dengan cara menaati norma dan nilai yang ada didalam masyarakat tersebut.

Enoch menjelaskan remaja sangat mudah dipengaruhi dalam suatu pergaulan. Sehingga saat mereka berada di dalam kelompok, maka akan terjadi pembentukan norma dan konformitas. "Karena saat mereka ada di dalam kelompok. Apakah mau diterima atau tidak (dalam suatu) kelompok, maka mereka akan melakukan mengikuti. Ini gejala konformitas," ujarnya. Menurut dia, remaja yang labil akhirnya memutuskan atau mengikuti tindakan kelompoknya. Semakin besar anggota di dalam kelompok tersebut, maka akan semakin besar untuk diikuti anggotanya untuk bertindak, meski itu melanggar hukum. "Kalau kelompoknya sedikit kurang. Tapi kalau besar terjadi deindividuasi. Jadi, mereka yang mengikuti ide kelompok itu yang disebut gejala konformitas," tuturnya. Remaja akan semakin mudah terperosok dalam tindakan kriminal jika peran keluarga kurang baik.  Selain itu, jika remaja berada dalam kelompok yang negatif, maka akan berdampak pada tindakannya. Namun, kalau mereka berada pada kelompok yang positif maka akan bermanfaat, untuk orang lain. "Sebab, kalau mereka membentuk kelompok maka akan tercipta norma yang diikuti. Kalau kelompoknya positif akan bermanfaat untuk orang lain, seperti dalam memberikan bantuan bencana. Namun, kalau negatif maka sebaliknya," ucapnya. Menurut dia, peran keluarga sangat penting dalam membentuk perilaku anak. Apalagi, jika mereka tinggal di kota besar. Maka, kata dia, akan semakin banyak godaan untuk bertindak yang bertentangan dengan norma yang berlaku. "Harus bisa memilah ajakan teman," katanya. Orang tua dan keluarga harus bisa membangun dialog dengan anak. Orang tua juga perlu memberikan nasehat ihwal kehidupan yang ada saat ini. "Tanamkan moralitas dan pendidikan yang baik di keluarga," ujarnya. Kepolisian Resor Kota Depok menangkap 26 orang yang diduga pelaku perampokan toko pakaian Fernando yang terekam CCTV kemudian viral di sosial media. Mereka tergabung dalam geng motor Jepang, singkatan dari 'Jembatan Mampang. "Kelompok ini sudah berkali terlibat kejadian yang meresahkan masyarakat," kata Kepala Satuan Reserse dan Kriminal Polresta Depok Komisaris Putu Kholis Aryana di kantor Polresta Depok, hari ini.

Menurut Baron (1996) konformitas merupakan perubahan sikap dan 

perilaku individu agar sesuai dengan norma sosial yang berlaku (Myers, 2010).

Hal yang mendasari perilaku konformitas terhadap teman sebaya karena adanya 

pengaruh sosial normatif dan pengaruh sosial informatif. Pengaruh sosial normatif 

adalah pengaruh sosial yang didasarkan pada keinginan seseorang untuk diterima 

dan disukai oleh orang lain. Pengaruh informatif terbentuk karena adanya 

keinginan dari individu untuk memiliki pemikiran yang sama dengan kelompok 

dan beranggapan bahwa informasi yang dimiliki oleh kelompoknya lebih banyak.


https://metro.tempo.co/read/1045241/aksi-geng-motor-jepang-di-depok-psikolog-adanya-konformitas

https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=https://repository.unair.ac.id/98732/4/4.%2520BAB%2520I%2520PENDAHULUAN.pdf&ved=2ahUKEwinxuGgiu_6AhXP_3MBHbvPBUwQFnoECDUQAQ&usg=AOvVaw1cMEABpTuE4AbrQv3QLDHZ

 

Ummi Hanifah

Dosen Pengampu, Arundati Shinta

Kelas Reguler
Fakultas Psikologi

Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa








Pencurian Karena Mempunyai Gangguan Kleptomania

 

PENDAHULUAN

Perilaku mencuri marupakan perbuatan sembunyi-sembunyi atau diam-diam atau dengan jalan yang tidak sah dan tidak diketahui pleh siapapun. Dalam Bab XXII Pasal 362-367 KUH Pidana bahwa pencurian adalah salah satu kejahatan terhadap kepentingan individu yang erupakan kejahatan terhadap benda atau kekayaan. Dalam Kamus Bahasa Indonesia, mencuri adalah suatu perbuatan yang mengambil barang milik orang lain dengan jalan yang tidak sah.

Pencurian adalah satu perbuatan yang sangat merugikan orang lain dan juga orang banyak, terutama masyarakat sekitar kita. Pencurian terkadang sering terjadi karena ada kesempatan. Pasal 362 KUH Pidana yang berbunyi: "Barang siapa mengambil sesuatu barang yang mana sama sekali atau sebagian termasuk kepunyaan orang lain, dengan maksud akan memiliki barang itu dengan melawan hak, dihukum karena pencurian dengan hukuman penjara selama-lamanya lima tahun atau dengan denda sebanyak-banyaknya Rp.500.000,-".

Persoalan yang berhubungan dengan adanya pencurian yang bisa dilakukan oleh seseorang mungkin bisa terjadi karena perekonomian yang sedang buruk, mengalami gangguan Kleptomania, keinginan untuk memenuhi apa yang sedang diinginkan, rasa iri pada rang lain, dll. Tulisan ini lebih tertuju pada gangguan Kleptomania, yaitu gangguan kendali impulsif yang membuat seseorang tidak bisa mengendalikan dirinya untuk mencuri atau mengambil barang-barang. Hal ini adalah jenis dari gangguan kejiwaan karena seseorang tidak dapat mengendalikan diri sendiri, walaupun ia tahu bahwa perbuatannya tidak benar. Idealnya, jika seseorang menginginkan sesuatu maka hendaknya ia berusaha dengan bekerja, atau dengan cara-cara yang halal atau baik, bukan dengan mencuri.

Strategi untuk membuktikan bahwa seseorang yang dituduh tidak bersalah, diantaranya:

  1. Mencari tahu apakah ada saksi yang ada saat pencurian terjadi. Jika ada saksi maka bukti untuk membuktikan seseorang bersalah atau tidak bisa lebih jelas. Jika seseorang melihat orang yang di tuduh sebagai pencuri memang melakukan pencurian maka orang tersebut langsung dijadikan tersangka.
  2. Mencari bukti lain seperti dari CCTV dan bukti fisik lain. Adanya bukti bisa memperjelas seseorang tersebut bersalah atau tidak. Bukti fisik seperti CCTV bisa menjadi bukti kuat bahwa seseorang itu melakukan pencurian. Bukti lain seperti barang yang dicuri berada di tas atau dibawa oleh orang yang dianggap pencuri maka bisa dijadikan tersangka.
  3. Mencari tahu latar belakang, dan riwayat seseorang yang dianggap pencuri. Latar belakang seseorang juga dapat mempengaruhi apa yang dilakukannya. Jika seseorang yang memiliki gangguan Kleptomania maka orang tersebut bisa saja bersalah tetapi juga dimaafkan karena ia sebenarnya tidak ingin mencuri tetapi karena ia mempunyai gangguan tersebut maka tindakkannya bisa dimaafkan dan hal tersebut tidak bisa dipidanakan.

PENUTUP

Dalam menghadapi penyakit seperti Kleptomania maka kita harus merangkulnya, jangan menjauhinya, jelaskan risiko apa yang bisa ia dapat, menyarankannya untuk mencari pengobatan, dan mencarikan hal-hal baru yang positif agar ia tidak berpikiran untuk mencuri atau mengambil barang orang.

 

Daftar Pustaka

Yelvi L., Aldo D.P, Safira N.R. (2019). Kleptomania: Manifestasi Klinis dan Pilihan Terapi, 6(1), 32.

Redaksi Halodoc. (2019). Begini Cara Menghadapi Teman yang Kleptomania. Diakses pada 20 Oktober 2022, dari https://www.halodoc.com/artikel/begini-cara-menghadapi-teman-yang-kleptomania



 

 Tulisan Untuk Ujian Tengah Semester Psikologi Sosial 2 



Dosen Pengampu : Arundati Shinta

Oleh : Rivaldi Caesar Salundik

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SARJANAWIYATA TAMANSISWA


Topik

Saya merupakan salah satu anggota dari kelompok penilai yang bertugas untuk menentukan bahwa seseorang bersalah atau tidak bersalah. Jumlah anggota kelompok adalah 10 orang termasuk diri saya sendiri dan anggota ini memiliki latar belakang ekonomi, status sosial, tingkat pendidikan dari anggota kelompok adalah setara/tidak ada perbedaan yang mencolok. Dari 10 anggota tersebut hanya diri saya yang memahami betul bahwa orang yang akan dinilai sama sekali tidak bersalah.

 

Penyelesaian 

Suatu kelompok yang baik adalah kelompok yang memiliki dinamika kelompok yang baik dan mumpuni. Pada topik kali ini saya memposisikan diri sebagai pemegang otoritas tertinggi di dalam kelompok. Saya mencoba mengambil peran pemimpin di kelompok.

Kekuasaan dan pemimpin dapat mempengaruhi perilaku para anggotanya, Hersey, Blanchard dan Natemeyer (Thoha, 2010) menyatakan bahwa seorang pemimpin seharusnya tidak hanya menilai perilakunya sendiri untuk memengaruhi orang lain, tetapi juga harus mengerti posisi mereka dan bagaimana cara menggunakan kekuasaan untuk memengaruhi orang lain sehingga menghasilkan kepemimpinan yang efektif.

Kekuasaan seringkali diartikan sebagai pengaruh atau otoritas. Seseorang yang mempunyai kekuasaan dikatakan memiliki pengaruh yang sangat besar. Pengertian kekuasaan seperti yang dikemukakan oleh Walter Nord (Thoha, 2010) adalah kemampuan untuk memengaruhi aliran, energi, dan dana yang tersedia untuk suatu tujuan yang berbeda secara jelas dengan tujuan lainnya.

Secara garis besar kepemimpinan adalah suatu konsep yang bisa mempengaruhi dan mempunyai kendali penuh atas apa yang dipimpin. Dan kekuasaan adalah salah satu hal yang dimiliki pemimpin yang dimana pemimpin dapat memerintah atau mempengaruhi orang lain.

Berdasarkan penjelasan di atas saya mencoba menempatkan diri saya sebagai orang yang memiliki otoritas tertinggi didalam kelompok. Sebagai seseorang yang memegang kuasa atas kelompok saya harus bisa mengambil hati para anggota dan mendapatkan kepercayaan mereka serta meyakinkan mereka bahwa setiap pendapat yang saya kemukakan merupakan pendapat yang benar. Setelah saya mendapatkan kepercayaan serta otoritas tertinggi didalam kelompok saya pun bisa dengan mudah meyakinkan anggota kelompok yang lain bahwa salah satu anggota kelompok yang dituduhkan melakukan kesalahan sebenarnya tidak melakukan kesalahan.

 

Kepercayaan merupakan dasar seseorang dalam bertindak dengan berlandaskan norma-norma yang dianut di lingkungannya (Lawang dan Robert, 2004; Mahamit et al., 2016; Fukuyama, 2007). Kepercayaan yang tumbuh dalam kelompok merupakan perekat untuk terjalinnya kerjasama antar anggota kelompok. Sehingga dengan adanya rasa percaya yang tumbuh antar anggota dalam suatu kelompok dapat menjadikan anggota tersebut bekerjasama lebih efektif.

Jadi kesimpulan yang bisa saya dapat pada topik kali ini, untuk mencapai tujuan kelompok yang baik kita harus mempunyai pemimpin yang baik serta selalu menjunjung tinggi kebersamaan, keterbukaan dalam setiap masalah dan juga membangun kepercayaan antar anggota kelompok karena hal itu merupakan kunci untuk mencapai tujuan kelompok yang baik. Serta kerja sama antar anggota kelompok sangat dibutuhkan guna mencapai keharmonisan didalam kelompok. Dan guna menciptakan suatu kelompok yang baik serta harmonis dalam kelompok tidak boleh ada keegoisan (mementingkan kepentingan sendiri) karna didalam kelompok tujuan utama yang harus dicapai ialah kesejahteraan antar anggota kelompok dan menghilangkan kesenjangan antar anggota. Oleh karena itu pemimpin kelompok selaku orang yang memiliki otoritas tertinggi harus selalu memperhatikan setiap anggotanya tanpa terkecuali.

DAFTAR PUSTAKA

http://herususilofia.lecture.ub.ac.id/files/2014/10/Makalah-kepemimpinan-kel-1.pdf

https://ppsdmaparatur.esdm.go.id/uploads/mal_content/7xXqhfgdeoKOZL6WbkwaUu5Q2FHpST9r/b9b6cc500b8727fb213392d072d915be.pdf

https://dspace.uii.ac.id/bitstream/handle/123456789/15298/BAB%20I.pdf?sequence=2&isAllowed=y

 

                                            Ujian Menulis Essay Psikologi Sosial 2

                                               Dosen Pengampu : Arundati Shinta

                                                            Oleh :Laela Septiyani

                                                                   2021011074

                                                Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa


                                                                          


 

                                                                

Konformitas Dalam Pergaulan Sekolah

Pendahuluan

 

Sebagai makhluk hidup Sosial yang tidak dapat hidup sendiri, sudah pasti kita sebagai manusia membutuhkan keberadaan orang lain untuk melangsungkan kehidupan kita. Dari kelompok masyarakat yang ada, sebagai manusia yang tergabung di dalamnya timbul perasaan untuk menegaskan diri bahwa kita adalah bagian dari kelompok tertentu atau rasa tidak ingin berbeda dari yang lain. Terkadang, dari perasaan tersebut, timbullah tingkah laku yang disebut dengan konformitas sosial.

Konformitas sosial adalah proses dimana tingkah laku seseorang terpengaruh atau dipengaruhi oleh orang lain di dalam suatu kelompok. Cara seseorang terpengaruh ada yang secara langsung ataupun tidak langsung. Mengapa Seseorang Melakukan Konformitas?

Alasan yang membuat seseorang melakukan konformitas. (Brown, 2006) menyebutkan : Pertama, karena adanya rasa ingin disukai. Kedua, rasa takut akan penolakan Ketiga, keinginan untuk merasa benar. Setiap individu pernah berada dalam kondisi dilematis karena tidak bisa memutuskan suatu perkara. Jika dalam sebuah kelompok terdapat individu yang mampu membuat keputusan dan dirasa benar maka dirinya akan ikut serta sehingga dianggap benar.

 

Persoalan

Tawuran antar pelajar merupakan fenomena laten, yang suatu saat bisa muncul kapan, kita tidak bisa mengetahui hal tersebut. Ironisnya, sebagian di antara pelajar yang terlibat mengaku tak tahu-menahu perihal permasalahan tawuran. Adanya rasa bermusuhan yang diwariskan secara turun menurun menurun dari angkatan ke angkatan berikutnya. Menanamkan bahwa kelompok siswa sekolah lain merupakan musuh bebuyutan. Tekanan dalam kelompok sebagai bentuk solidaritas juga membawa pengaruh. Adanya saya dalam satu kelompok junior dan senior dan berisikan 10 anggota. Adanya senior yang marah apabila tidak melakukan apa yang sudah menjadi aturan dalam kelompok tersebut.

Idealnya

Strategi dalam mengatasi perihal permasalahan konformitas terdapat Tawuran 

1.       Menggunakan teori motivasi yang berakar pada teori Psikoanalisa ini mempunyai ide dasar bahwa situasi dapat menimbulkan kebutuhan yang mengarahkan orang untuk bertingkah laku yang dapat mengurangi atau memenuhi kebutuhan. Teori ini berfokus pada kebutuhan atau motif individu  mempengaruhi persepsi, sikap dan tingkah lakunya.

2.       Woolfolk (2004,358) mendefenisikan motivasi sebagai sesuatu yang memberi enerdan mengarahkan prilaku. Graham dan weiner (1996, 63) mengatakan bahwa motivasi adalah kajian mengenai mengapa orang berpikir dan bersikap sebagaimana mereka bertindak.

3.       Demikianlah motivasi merupakan suatu variable perantara yang digunakan untuk menerangkan faktor dalam diri individu, yang dapat membangkitkan, mempertahankan dan menyalurkan tingkah laku kearah suatu tujuan tertentu. Motivasi berhubungan dengan dorongan yang berada didalam diri manusia; tidak dapat terlihat dari luar dan dapat menggerakkan manusia untuk menampilkan suatu tingkah laku kearah pencapaian suatu tujuan.

Penutup

Konformitas kelompok dalam pergaulan sekolah dapat memunculkan perilaku tertentu pada seorang pelajar; perilaku tersebut dapat bersifat positif maupun negatif. Dan dalam rentang waktu yang relatif lama, konformitas dapat menjadi suatu pola kebiasaan yang melekat dalam pribadi seorang individu.

Daftar pustaka

Adiriyak Kencana. Konfomitas; Motivasi Berprestasi ( an undergraduate theses).Jakarta: Atmajaya, 2008.

Baron, R. A dan Byrne, D. Social Psychology. Ninth Edition. Massachusetts: Allyn and Bacon, 2000.

Chaplain, J.P., ‘Motivasi’, Kamus Lengkap Psikologi (Terj. Kartini Kartono), Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. 2002.

Psikologi Sosial, sebuah Diktat panduan mata kuliah Psikologi Sosial, Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, 2009.


 

Tulisan Untuk Ujian Tengah Semester Psikologi Sosial II

 

Dosen Pengampu : Arundati Shinta

Oleh : Dea Verananda Siallagan

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SARJANAWIYATA TAMANSISWA

Puisi

DIMANA EMPATIMU

 

 

Topik essay : Bayangkanlah anda adalah satu anggota pada kelompok penilai yang bertugas untuk menentukan bahwa seseorang bersalah atau tidak bersalah. Jumlah anggota kelomok adalah 10 orang termasuk anda. Latar belakang ekonomi, status sosial, tingkat Pendidikan, dari anggota kelompok tersebut adalah setara/tidak ada perbedaan yang mencolok mata. Dari 10 anggota kelompok tersebut, hanya anda saja yang mengetahui dengan persis bahwa orang yang akan anda nilai tersebut sama sekali tidak bersalah. Strategi apa yang anda lakukan untuk meyakinkan anggota kelompok bahwa orang tersebut memang tidak bersalah?  

Kohesi kelompok menurut Collins dan Raven dalam (Rachmat, 2005:164) bahwa kohesivitas kelompok didefinisikan sebagai kekuatan yang mendorong anggota kelompok untuk tetap tinggal dalam kelompok, dan mencegahnya meninggalkan kelompok. Kohesivitas kelompok adalah bagaimana para anggota kelompok saling menyukai dan saling mencintai satu sama dengan lainnya (Walgito, 2006:46). Kohesivitas kelompok ini perlu diperhatikan di dalam dinamika kelompok, karena salah satu masalah pada dinamika kelompok menurut Ruth Benedict yakni berkaitan dengan kohesi kelompok atau kesatuan kelompok (Santosa, 2004:7). Menurut Floyd D. Ruch (Gerungan, 2009:119) bahwa dinamika kelompok adalah analisis dari hubungan-hubungan kelompok sosial yang berdasarkan prinsip bahwa tingkah laku dalam kelompok adalah hasil dari interaksi yang dinamis antara individu-individu dalam situasi sosial.

Goetsch dan Davis menyatakan bahwa dalam sebuah organisasi hal yang paling penting adalah kepercayaan antara rekan kerja. (2013 :55). Kepercayaan dalam organisasi yang tinggi dapat membangun hubungan baik bagi sesama kelompok dalam tim karena jika anggota tim percaya dengan anggota tim lainnya, maka perilaku antar sesama tim akan membaik pula (George dan Jones:2012). Menurut (Covey dan Merril, 2008: 237) Beberapa hal yang berkaitan dengan kepercayaan pada organisasi yang tinggi sebagai berikut:

1.     informasi dibagi secara terbuka

2.     kesalahan ditoleransi dan didorong sebagai cara belajar

3.     budaya Inovatif dan kreatif

4.     orang-orang setia kepada mereka yang tidak hadir

5.     orangorang berbicara jujur dan menghadapi masalah-masalah yang nyata

6.     ada beberapa “komunikasi nyata dan kolaborasi yang nyata”

7.     tidak ada “pertemuan setelah pertemuan”

8.     transparansi adalah nilai yang dipraktekkan

9.     Orang-orang jujur dan otentik

10.  ada akuntabilitas

11.  ada vitalitas dan energy teraba dan dapat merasakan momentum positif

Jika saya berada dalam sebuah kelompok yang mengatur bagaimana caranya membuktikan bahwa orang tidak bersalah adalah didalam kelompok saya berperan sebagai pemimpin yang mengatur jalannya suatu kelompok. Ketika saya menjadi pemimpin maka tidak ada anggota kelompok yang menentang perkataan pimpinan. Saya mengetahui bahwa orang tersebut tidak bersalah, tugas saya harus meyakinkan anggota kelompok yang lain untuk kembali percaya kepada orang tersebut agar terciptanya hubungan baik antara anggota kelompok dengan cara saya akan membuka ruang dikusi dengan kelompok, dan disana kami akan membahas permasalahan yang terjadi secara terbuka dan jujur. Dengan cara seperti itu kami bisa sama- sama melihat gerak gerik dari orang tersebut. Jika orang tersebut jujur dan tidak bersalah maka ia akan menunjukan bahwa ia benar-benar tidak bersalah dengan memperlihatkan cara ia berbicara dan meyakinkan anggota yang lain dengan bukti yang akurat. Jika ia memang benar-benar tidak bersalah maka akan terlihat dari kepercayaan dirinya untuk meyakinkan anggota kelompok yang lain lewat tutur katanya apakah dia gugup atau tidak.  

Daftar Pustaka

Herlianto, P., dkk. 2012. Hubungan kohesivitas dengan dinamika kelompok dalam bimbingan kelompok pada siswa smp negeri 13 semarang, Indonesian Journal of Guidance and Counseling: Theory and Application, 1(2), 48-53.

Patras, Y. E., & Hidayat, R. 2018. Upaya meningkatkan kepercayaan organisasi melalui perbaikan perilaku pemimpin dan keadilan organisasi, Jurnal Dinamika Manajemen Pendidikan, 2(2), 155-163.

 

 

 

 

 Tulisan untuk Ujian Tengah Semester Psikologi Sosial 2


Dosen pengampu: Arundati Sinta

Steven Aldodi Stefano (2021011062)



Masalah tentang bagaimana mengasih keyakinan seseorang bahwa teman kita itu tidak melakukan kesalahan yaitu seperti yang diadukan oleh seluruh anggota kelompok memang agak sedikit memberatkan karena suara mayoritas yang tidak kita kuasai. Dan jika dilihat dari pembagian kelompok mayoritas dan minoritas maka saya dan teman saya merupakan bagian dari kelompok minoritas. Masalah tenntang bagaimana mengasih keyakinan seseorang bahwa teman kita itu tidak melakukan kesalahan yaitu seperti


Dalam hal ini, minoritas adalah mereka yang jumlahnya kurang dri 50% jumlah penduduk di wilayah domisilinya. Status minoritas pada umumnya dberikan kepada kelompok kecil, yang memiliki perbedaan mencolok jika dibandingkan dengan kelompok-kelompok yang lebih besar.

Saya selalu menganggap dikotomi mayoritas-minoritas adalah masalah kesetaraan akses, bukan masalah jumlah. Pemahaman sebagian besar orang Indonesia yang melihat jumlah sebagai tolak ukur dikotomi mayoritas-minoritas pada akhirnya hanya melahirkan legitimasi moral semu yang berperan besar melanggengkan diskriminasi dan tirani mayoritas yang kerap terjadi belakangan ini

Toleransi memang akan selalu menjadi wacana milik mayoritas, hanya mayoritas yang memiliki privilege untuk bertoleransi. Selain wacana toleransi yang sering dimanfaatkan sebagai apologi, tirani mayoritas (atau kalau mau disebut intoleransi) dapat tumbuh subur karena lemahnya penegakan hukum

Mayoritas suara membuat anggota kelompok di dalamnya membuat kita menjadi egonsentris dan terkadang bertindak represif terhadap yang minoritas. Ini membuat orang yang berada dalam bagian minoritas merasa direpresi dan terkadang teraniaya. Sikap itu membuat kelompok minoritas kadang apatis dan menuruti kehendak kelompok mayoritas (latif, 2012).kelompok mayoritas mengklaim telah memainkan peran yang besar dalam membangun karakter kelompok dan bangsa, dan karenanya menuntut lebih banyak. Dipihak lain kelompok minoritas menuntut perlakuan dan pelayanan yang sama atas nama hak asasi dan hak. Akibatnya terdapat ketidakseimbangan dimana tuntutan kelompok minoritas sering melampaui apa yang dapat diterima dan ditolelir oleh kelompok mayoritas

Manstead dan Hewstone (dalam Murdianto, 2018) mendefinisikan stereotip sebagai keyakinan-keyakinan tentang karakteristik seseorang (ciri kepribadian, perilaku, nilai pribadi) yang diterima sebagai

Baron dan Byrne (2003) Menjelaskan faktor yang dapat mempengaruhi timbulnya prasangka yaitu, konflik antar kelompok secara langsung, pengalaman belajar di masa awal, kategori sosial, dan beberapa aspek dalam kognisi sosial. Teori yang menyatakan bahwa prasangka muncul karena terdapat kategorisasi sosial yang mengemukakan bahwa individu membagi dunia sosialnya menjadi dua kategori yang berbeda, yaitu kita dan mereka. Hal yang menjadikan kategorisasi sosial menjadi sebuah prasangka ialah bahwa individu berusaha meningkatkan self-esteem mereka dengan cara mengidentifikasikan diri dengan kelompok sosial tertentu 

Selanjutnya Menurut Brown (2005) menyatakan bahwa prasangka seringkali didefinisikan sebagai penilaian negatif yang salah atau tidak berdasar mengenai anggota suatu kelompok, tetapi definisi semacam itu menimbulkan kesulitan konseptual karena ada masalah pemastian apakah penilaian sosial itu memang salah atau sekedar menyimpang dari kenyataan. Sebagai gantinya, prasangka didefinisikan sebagai sikap, emosi, atau perilaku negatif terhadap anggota suatu kelompok karena keanggotaanya dikelompok tersebut. individu yang berprasangka akan menganggap rendah sebuah kelompok yang dipandang negatif, dan individu menganggap diri dan kelompoknya lebih superior. Dengan kata lain, pada bebebrapa orang, prasangka dapat memainkan sebuah peran penting untuk melindungi dan meningkatkan konsep diri mereka. Selamjutnya, perbedaan sudut pandang terkait keterlibatan minoritas dalam kepemimpinan telah melahirkan pela belan terhadap sikap yang berbeda. Jika ini dibiarkan maka yang terjadi adalah munculnya konflik yang besar




Daftar pustaka


Khoerunisa, I. (2021). Hubungan Antara Identitas Sosial Masyarakat Mayoritas Sunda. Jurnal Psikologi MANDALA, 22.


latif, S. (2012). Meretas Hubungan Mayoritas-Minoritas Dalam Perspektif Nilai Bugis. Jurnal Al-Ulum, 97-116.


 

Tugas Ujian Tengah Semester Ganjil 2022

Psikologi Sosial 2, Reguler (II)



Dosen Pengampu : Arundati Shinta

Oleh : Risfa

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SARJANAWIYATA TAMANSISWA

    Peran Mahasiswa Sebagai seorang pembelajar dan bagian masyarakat, maka mahasiswa memiliki peran yang kompleks dan menyeluruh sehingga dikelompokkan dalam tiga fungsi : agent of change, social control, and iron stock. Dengan fungsi tersebut, tentu saja tidak dapat dipungkiri bagaimana peran besar yang diemban mahasiswa untuk mewujudkan perubahan bangsa. Ide dan pemikiran cerdas seorang mahasiswa mampu merubah paradigma yang berkembang dalam suatu kelompok dan menjadikannya terarah sesuai kepentingan bersama. Sikap kritis mahasiswa sering membuat sebuah perubahan besar dan membuat para pemimpin yang tidak berkompeten menjadi gerah dan cemas. Dan satu hal yang menjadi kebanggaan mahasiswa mahasiswa adalah semangat membara untuk melakukan sebuah perubahan.

    Sebagai agen perubahan, mahasiswa bertindak bukan ibarat pahlawan yang datang ke sebuah negeri lalu dengan gagahnya sang pahlawan mengusir penjahat - penjahat yang merajalela dan dengan gagah pula sang pahlawan pergi dari daerah tersebut diiringi tepuk tangan penduduk setempat. Mahasiswa bukan hanya sekedar agen perubahan seperti pahlawan tersebut, mahasiswa sepantasnya menjadi agen pemberdayaan setelah peubahan yang berperan dalam pembangunan fisik dan non fisik sebuah bangsa yang kemudian ditunjang dengan fungsi mahasiswa selanjutnya yaitu social control, kontrol budaya, kontrol masyarakat, dan kontrol individu sehingga menutup celah - celah adanya kezaliman Mahasiswa bukan sebagai pengamat dalam peran ini, namun mahasiswa juga dituntut sebagai pelaku dalam masyarakat, karena tidak bisa dipungkiri bahwa mahasiswa merupakan bagian masyarakat. 

    Idealnya, mahasiswa menjadi panutan dalam masyarakat, berlandaskan dengan pengetahuannya, dengan tingkat pendidikannya, norma - norma yang berlaku disekitarnya, dan pola berfikirnya. Namun, kenyataan dilapangan berbeda dari yang diharapkan, mahasiswa cenderung hanya mndalami ilmu - ilmu teori di bangku perkuliahan dan sedikit sekali diantaranya yang berkontak dengan masyarakat, walaupun ada sebagian mahasiswa yang mulai melakukan pendekatan dengan masyarakat melalui program - program pengabdian masyarakat.

    Mahasiswa yang acuh terhadap masyarakat mengalami kerugian yang besar jika ditinjau dari segi hubungan keharmonisan dan penerapan ilmu. Dari segi keharmonisan, mahasiswa tersebut sudah menutup diri dari lingkungan sekitarnya sehingga muncul sikap apatis dan hilangnya silaturrahim seiring hilangnya harapan masyarakat kepada mahasiswa. Dari segi penerapan ilmu, mahasiswa ynag acuh akan menyianyiakan ilmu yang didapat di perguruan tinggi, mahasiswa terhenti dalam pergerakan dan menjadi sangat kurang kuantitas sumbangsih ilmu pada masyarakat. Lalu jika mahasiswa acuh dan tidak peduli dengan lingkungan, maka harapan seperti apa yang pantas disematkan pada pundak mahasiswa.

    Mahasiswa sebagai iron stock berarti mahasiswa seorang calon pemimpin bangsa masa depan, menggantikan generasi yang telah ada dan melanjutkan tongkat estafet pembangunan dan perubahan. Untuk menjadi iron stock, tidak cukup mahasiswa hanya memupuk diri dengan ilmu spesifik saja.  Perlu adanya soft skill lain yang harus dimiliki mahasiswa seperti kepemimpinan, kemampuan memposisiskan diri atau beradaptasi, interaksi lintas generasi dan sensitivitas yang tinggi. Pertanyaannya, sebagai seorang mahasiswa, apakah kita sudah memiliki itu semua ?? 

    Maka komplekslah peran mahasiswa itu sebagai pembelajar sekaligus pemberdaya yang ditopang dalam tiga peran : agent of change, social control, iron stock. Hingga suatu saat nanti, bangsa ini akan menyadari bahwa mahasiswa adalah generasi yang ditunggu - tunggu bangsa ini. 

Kitalah generasi itu... 

Hidup mahasiswa ..!!

Sumber : blog.ub.ac.id

Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

UST MENULIS

UST MENULIS

ABOUT ME

Blogsite ini merupakan salah satu media untuk dosen, mahasiswa, civitas akademika, maupun masyarakat umum dalam mempublikasikan karya tulisannya. Semoga bermanfaat dan meningkat peminatnya. Salam, Sukses Selalu.

SUBSCRIBE & FOLLOW

Subscribe Us

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.

Featured Post

KEPIMPINAN NICCOLO MACHIAVELLI

  UJIAN AKHIR PSIKOLOGI SOSIAL 2 SEMESTER GANJIL 2022/2023 DOSEN PENGAMPU : Arundati Shinta ARSENIUS REINHART SUROS 2021011094    ...

Labels

  • 2016011126 1
  • 2017011165 7
  • 2018011173 3
  • 2021011004 Erwin Prabowo 2
  • 2021011048 Aprilia Nita Ningrum 3
  • 2021011049 nuril latifatuz zahroh 2
  • 2021011055 Rahmad Alam 4
  • 2021011062 steven aldodi stevano 4
  • 2021011080 Widyaningrum Pramesti 5
  • 2021011101 Muhammad Angga Pratama Putra 5
  • Abdul Basith 2017011150 6
  • abu masroh 1
  • Agung Tri 5
  • Ahmad Ramadhan Ginting 2021011103 4
  • Alda Azahra'2021011036 5
  • Amaru Nuki (2019011007) 1
  • ANNISA MIFTAH KHAIRUL 'AUNI 2019011003 3
  • ANNISA MIFTAH KHAIRUL "AUNI 2019011003 4
  • Arundati Shinta 2
  • Before and After 1
  • berbagi rezeki 1
  • berkebun 1
  • Christian Kevin Adiyatma Rasendriya 2019011006 2
  • cinta lingkungan 1
  • Clara Selu 1
  • Damar Syifa Rahmanto AJi 2019011089 6
  • Dea Verananda Siallagan (2021011082) 3
  • Deajeng Grendista (2019011065) 6
  • Devi nova priyanti (2019011131) 5
  • Dyah Ayu Perwita Sari 2019011149 7
  • ekonomi sirkular 1
  • Fadila Perwitasari/2019011099 7
  • Fahmi Anwar 4
  • Faizal Aria Pamungkas 2018011109 Psikologi Lingkungan Paralel 5
  • generasi milenial 2
  • Inarotur Rizqiyah 1
  • Indrajat Syahru Ramadhan 201901111 5
  • insanul afdal nim 2018011147 5
  • Irhaz Sabila Ramdana (201901172) 6
  • Jesseica Ray 2019011082 1
  • Karunia Kalifah wijaya 7
  • Konita Ariakne (2018011068) 1
  • kucing jalanan 1
  • limbah makanan 1
  • maulana malik 2018011135 5
  • menjaga lingkungan 1
  • Muhammad Fauzan Ajun Pratama 5
  • Muhammad Fernanda Wijaya - 2019011125 7
  • Muhammad Maftuh (2021011077) 2
  • Muhammad Rizki apriyandi 2019011160 4
  • Muthi'ah Muliana/2018011096 6
  • Nabila Alfarabi - 2019011013 7
  • Nama : Alisha Septiani Karoror 3
  • Nurrokhman Danang Hadiwijoyo 6
  • Nurul Pratiwi Tahir_2019011088 3
  • Nurul Wafiqah Deu 3
  • pandemi covid 19 1
  • peluang usaha 2
  • Plogging 1
  • Prestasi 1
  • pro-lingkungan 1
  • Psikologi Lingkungan 29
  • Rizky Maulana Putra 5
  • Sampah 1
  • sampah rumah tangga 1
  • Sekolah Alam 1
  • street feeding 1
  • Theresia Windiya Pratama_2019011002 4
  • Theresia Windiya Pratama-2019011002 3
  • Tisa Eritantia 2019011173 7
  • UTS_Indrajat Syahru 1
  • Wahyuni Rahmawatul Hasanah 2018011079 3
  • Yuli Priansah 6
  • yusuf priyana 2019011119 1
  • Zukhruf Kalyana M 7

Arsip Blog

  • Desember 2022 (50)
  • November 2022 (5)
  • Oktober 2022 (72)
  • Juni 2022 (142)
  • Mei 2022 (25)
  • April 2022 (90)
  • Maret 2022 (72)
  • Februari 2022 (60)
  • Juni 2021 (71)
  • Mei 2021 (4)
  • April 2021 (87)
  • Maret 2021 (11)
  • Februari 2021 (1)

Ad Code

Responsive Advertisement

Popular Posts

  • STRATEGI PENERAPAN 3R (REUSE, REDUCE, DAN RECYCLE) DI LINGKUNGAN SEKOLAH
  • keindahan alam kedung pedut penggerak ekonomi
  • Peduli Lingkungan Sejak Dini
  • Kurangi Kantong Plastikmu Sayangi Bumimu

Total Tayangan Halaman

Translate

Ad Space

Responsive Advertisement

Cari Blog Ini

Langganan

Postingan
Atom
Postingan
Semua Komentar
Atom
Semua Komentar

Advertisement

Designed by OddThemes | Distributed By Gooyaabi Template